Copy and Paste

Anda bebas mengambil content blog ini, tapi mohon sebutkan alamat blog ini dalam tulisan Anda.

You are free to copy the content of my blog. However, please let your readers know my blog as your source.

Jumat, 29 Maret 2013

Kuliah Habibie di As Salam

Terus terang saya dari kecil mengidolakan beliau. Hampir saja menjadi salah satu binaan beliau lewat beasiswa ke luar negeri, karena satu dan lain hal, saya memilih kuliah di Bandung saja. Pada kesempatan lain kemudian, waktu kuliah, saya sempat magang di BPPT awal tahun 90-an dan sesekali melihat beliau saat shalat Jum'at.

Apa perasaan ngefans ke beliau berhenti di situ? Ga juga. Waktu itu, beliau mendirikan ICMI, bersama tokoh-tokoh Islam lainnya. Saya ikut larut dalam atmosfir itu dan bahkan ikutan share ke harian Republika di awal pendiriannya. Hingga waktu mau masuk kerja di tempat saya sekarang, ketika ditanya siapa tokoh idolamu, aku tulis aja Prof. Dr. B. J. Habibie.

Hari ini pas kebetulan ke Solo, jenguk Rani dan Aisyah, Pak Habibie menyempatkan memberi kuliah di PPMI As Salam. Betul-betul pas-pasan, saat kami berdua tiba di masjid, ga berapa lama tausiyah beliau dimulai. Sambutan santriwan dan santriwati sangat meriah. Mungkin efek buku dan film Ainun dan Habibie yang bikin beliau populer di generasi hari ini.

Apa pokok pelajaran yang disampaikannya? Seperti dulu intinya adalah nilai tambah. Bagaimana agar nilai tambah bisa tinggi? Semua bermula dari imtaq dan iptek - perasaan dan akal. Masing-masing dikembangkan melalui pembudayaan dan pendidikan. Sinergi positif - bisa dikatakan jodoh yang sebenarnya - antara perasaan dan akal itu menjadi modal dalam penciptaan sinergi positif yang lebih besar.

Gelombang yang lebih besar itu punya tiga elemen. Pertama interaksi pribadi dengan sesama manusia, terutama dengan jodohnya dan kemudian keluarganya Kedua adalah interaksinya dengan karya-karya umat manusia. Yang ketiga interaksinya dengan pekerjaannya. Jadi semuanya ada lima elemen yang harus diperhatikan untuk menciptakan sinergi positif atau nilai tambah yang besar.

Perasaan, akal, interaksi dengan umat manusia, interaksi dengan karya-karya umat manusia, dan interaksi dengan pekerjaan!

Memang kuliah Pak Habibie jauh lebih lengket (sticky) dan lebih punya daya tarik. Beliau menyampaikan pokok pikirannya itu dengan cerita-cerita. Sedikit kisahnya dengan Ainun. Pernikahannya tahun 62. Praktis belum punya apa-apa. Kemudian lompatannya di tahun 72. Pada waktu itu beliau telah memiliki rumah yang pekarangannya 1,5 hektar. Kemudian lompatannya lagi dengan memiliki pesawat pribadi.

Setelah mengemukakan semua itu, akhirnya Pak Habibie mengungkap satu rahasia besar. Dua saudara kembar yang dibesarkan dengan proses pembudayaan dan pendidikan yang persis sama masih saja dapat menghasilkan nilai tambah yang berbeda. Lima elemen dalam proses penciptaan nilai tambah itu haruslah dilandasi sesuatu yang lebih agung, yakni Cinta.

Selengkapnya.....

Kamis, 21 Maret 2013

Nilai Bahasa Okezone 65

Saya sudah lama beralih dari portal berita detik.com ke okezone.com. Yah, soalnya di detik, komentar-komentarnya banyak yang sadis. Lho kan ga harus dibaca komentar itu. Iya, bener, tapi tetap saja saya ogah satu forum dengan pembaca-pembaca yang kurang beradab.

Di okezone.com, komentar memang tidak sebanyak di detik, mungkin karena pengunjungnya juga relatif tidak sebanyak detik. Yah udah, saya terima aja kondisi itu. Nah, pada tulisan ini saya ingin mengangkat penilaian saya terhadap penggunaan bahasa di okezone.

Seperti setiap proses penilaian, tentu saja pihak yang dinilai boleh aja keberatan, misalnya dalam hal ini dengan menggunakan hak jawab. Hehehe, terlalu GR ya? Memang sih, saya ragu tulisan ini benar-benar bakal dibaca oleh dewan redaksi, tapi... Siapa tahu lah?

Nilainya 65. Lho? Iya perhatikan saja dua paragraf yang saya cuplik dari http://m.okezone.com/read/2013/03/19/519/778157, sbb:

"Seharusnya DPR yang membuat undang-undang tidak serta merta menggulirkan pasal tentang santet. Artinya, dalam KUHP masih memerlukuan sejumlah penyempurnaan.

Contonya, persoalan waktu dalam proses penyelidikkan, penyidikkan, pemberkasan, pra-penuntutan dan lain-lain. Proses tersebut juga tidak mencantumkan waktu."

Gramatika memang tidak sempurna, tapi itu bisa diterima karena pilihan penggunaannya yang tidak rigid mungkin dimaksudkan untuk meluweskan tulisan. Toh ini bukan tulisan ilmiah.

Ejaan? Ini yang menyedihkan. Kesalahan ketik seperti dua kata yang dimiringkan terlalu banyak muncul dalam dua paragraf. Harusnya dari seluruh artikel, kesalahan ketik maksimal tiga. Jadi terpaksa saya diskon nilai bahasa okezone menjadi 90.

Sudah cukup? Belum. Di kutipan di atas memang tidak ada kasusnya, tapi saya yakin setiap kata 'sekitar' yang harusnya muncul, malah 'sekira' yang kebaca. Saya belum tahu ada penggunaan kata 'sekira' yang seperti ini. Mungkin asalnya dari 'kira-kira' ya? Jadi, untuk mengatakan 'sekitar jam 7 pagi' okezone menggunakan 'kira-kira jam 7 pagi' yang kemudian ditulis 'sekira jam 7 pagi' dalam frasanya. Kalaupun ini benar, saya tetap tidak merasa pas dan memberi diskon 10 tambahan. Nilainya menjadi 80.

Sudah? Masih ada lagi dan ini parah. Dari kutipan di atas, perhatikan dua kata yang digarisbawahi sekaligus ditebalkan. Apa pasal? Begini, okezone menggunakan pasangan awalan-akhiran yang salah, yaitu pe- dan -kan. Pasangan itu tidak dikenal dalam pembentukan kata benda dari kata dasar kata kerja. Seharusnya, pasangan yang digunakan adalah pe- dan -an.

Bagaimana koreksinya? Ya, seharusnya 'penyelidikan' dan 'penyidikan' saja. Kalaulah 'penyelidikkan' dan 'penyidikkan' adalah dua kata yang benar, harusnya frasa di atas itu diikuti dengan 'pemberkaskan' dan 'pra-penuntutkan' tapi kan nggak seperti itu. Yang benar tetaplah 'pemberkasan' dan 'pra-penuntutan' dan lalu... Apa yang menghalangi okezone menggunakan 'penyelidikan' dan 'penyidikan' dalam kalimat itu?

Terpaksa deh didiskon lagi dan mesti lebih besar dari yang tadi. Nilai akhirnya 65! Mau protes? Silakan.

Terus apakah ini bakal bikin saya balik ke detik? Ah ga lah! Bahasa detik tidak lebih baik juga... Komentarnya? Tetap sadis!

Berikut beberapa tulisan saya sebelumnya yang terkait.

http://ypanca.blogspot.com/2008/01/penunjukkan-atau-penunjukan.html
http://ypanca.blogspot.com/2010/08/bentuk-kata-kerja-aktif.html
http://ypanca.blogspot.com/2008/01/awalan-di-atau-kata-depan-di.html

Selengkapnya.....

Senin, 11 Maret 2013

Semangat Baru

Hari ini dua orang teman menanyakan mengenai blog saya. Koq lama ga ada tulisan baru? Gitu kurang lebih. Keduanya mengatakan perlunya melanjutkan kebiasaan sharing. Tentu dalam hal ini lewat tulisan di blog.

Terus terang saya sendiri heran mengapa saya berhenti menulis. Kadang yang jadi alasan adalah beban kerja yang bertambah banyak seiring dengan tanggung jawab baru di kantor. Kadang saya juga merasa ada yang salah di luar sana yang mematikan selera menulis.

Memang menyalahkan faktor eksternal adalah jalan paling mudah untuk sekedar jadi nyaman. Nyaman dengan kondisi apa adanya, tanpa gelora untuk membuat suatu perbedaan. Betapapun kecil perbedaan itu.

Saya masih punya alasan tambahan untuk argumen ini. Kan saya sudah bekerja seprofesional mungkin? Kontribusi saya cukup OK di pekerjaan. Setidaknya begitulah pikiran saya beralasan. Biarlah kekacauan di luar sana terjadi. Yang penting saya bekerja sebaik mungkin dan mendidik keluarga semampu saya.

Oh, rupanya saya kecewa dengan keadaan dan mulai apatis. Dulu saya yakin harapan itu masih ada, tapi kenyataan menantangnya. Nomor satu adalah korupsi dan kecurangan di sektor apapun di level apapun. Yang lain adalah kriminalitas yang tak kunjung menurun. Jangan tanya kemiskinan dan kesenjangan. Prospek ekonomi global yang tetap saja menjajah ekonomi nasional? Bah!

Oh, rupanya saya kecewa kepada pihak-pihak yang sempat saya titipkan harapan pada mereka. Intinya saya ngambek! Apa yang saya suarakan ga ngaruh. Lagian mungkin saya terlalu pede dengan kemampuan saya melakukan perubahan atau sedikitnya ikutan men-trigger perubahan.

Saya ternyata ga ada apa-apanya. Oleh karena itu, sekarang saya sadari, blog ini jadi vakum karena apatisme, hingga dua orang teman memberi sentilan sedikit. Saya patut berterima kasih pada keduanya. Paralel dengan kejadian dan perenungan di atas, terjadi perubahan aura di lingkungan sekitar saya. Tiba-tiba salah satu komunitas mengangkat lagi urgensi taubat. Hehe klasik.

Mungkin... Sekali lagi mungkin latar belakang diangkatnya urgensi taubat itu yang memberi hentakan. Memberi dorongan! Memberi energi baru untuk kembali membuat perubahan. Betapapun kecilnya perubahan itu yang dimulai dari diri sendiri, setelah adanya kesadaran akan kesalahan-kesalahan yang dibuat.

Baru-baru ini, dalam suatu pertemuan, seorang motivator memberi gambaran dua sisi kehidupan. Sisi pertama adalah tujuan yang biasanya bersifat sangat mulia. Setidaknya mulia menurut subyektivitas sang subyek kehidupan. Yah, contohnya Ra's al Ghul yang ingin mengkoreksi dunia yang korup. Contoh di seberangnya tentu Bruce Wayne yang mati-matian membela kota Gotham dari makar Ra's al Ghul dan pengikutnya. Ah, dua contoh ini bukan dari motivator yang disebut di atas. Saya aja yang tiba-tiba kesamber pikiran yang melayang.

Sisi kedua, balik ke beliau, adalah proses untuk mencapai tujuan itu. Nah, jika semua orang ingin menggunakan kesempatan dan sumber daya yang terbatas untuk mencapai tujuan masing-masing, otomatis yang bakal timbul adalah "rebutan kekuasaan" yang mana istilah ini lagi-lagi nyamber pikiran saya. Bukan dari beliau.

Selanjutnya beliau mengatakan untuk bertahan dalam proses kehidupan itu diperlukan dua keterampilan. Manajemen perubahan dan manajemen konflik. Nah, karena tabiat proses kehidupan seperti ini, ga perlulah berkecil hati. Semua orang mengalaminya. Semua orang hebat melalui kehidupan yang penuh dengan konflik. Mau contoh?

Nabi Yusuf, ini kata beliau, harus melalui dinamika kehidupan yang sangat panjang sebelum akhirnya menceritakan kembali perbuatan jahat saudara-saudaranya. Rentang antara peristiwa dijebloskannya Yusuf kecil ke dalam sumur dengan era kejayaannya sebagai salah satu penguasa Mesir adalah 40 tahun, atau di riwayat lain 80 tahun. Bahasa Indonesianya minimal delapan kali pemilu, atau enam belas kali pemilu.

Jadi? Wahai diriku, Ga usah galau. Taubat, sabar, dan teguh aja!

Selengkapnya.....

addthis

Live Traffic Feed