Copy and Paste

Anda bebas mengambil content blog ini, tapi mohon sebutkan alamat blog ini dalam tulisan Anda.

You are free to copy the content of my blog. However, please let your readers know my blog as your source.

Senin, 30 Agustus 2010

Dia Bukan Pilihanku Lagi

Waktu berangkat remaja, saya sering sengaja memandang rendah anak pejabat publik yang tidak tahu diri. Ya mungkin saya terjangkit perasaan iri terhadap berbagai fasilitasnya. Entahlah! Yang jelas saya tidak suka saja. Nah, waktu suatu orde menjadi-jadi dan cenderung menjadi dinasti, perasaan itu makin menjadi. Ketika BJH memberikan banyak bintang penghargaan ke kerabat dan teman dekatnya, perasaan yang sama sedikit banyak muncul. Ah, sayang.

Konon menurut cerita, khalifah Umar bin Abdul Aziz kedatangan tamu di ruang kerjanya. Ternyata itu putranya sendiri. Setelah mengklarifikasi maksud kedatangan putranya, dengan santai Sang Khalifah mematikan lampu penerangan yang dibiayai oleh negara. Wow, ektrem kata sebagian orang. Ya benar juga, tapi itu pilihan yang indah.

Cerita lain, konon sebagaimana orang-orang lain, putra penguasa memiliki ternak yang digembalakan di tanah milik publik. Herannya ternak yang bersangkutan terlihat lebih gemuk dari milik orang-orang lain. Penguasa yang merupakan salah seorang sahabat mulia merasa gerah. Jangan-jangan publik sengaja memberi jatah lebih ke ternak-ternak milik putranya merumput di situ. Segera beliau mengambil tindakan untuk menghindari fitnah.

Kisah teladan lainnya, suatu saat putra khalifah melakukan kunjungan ke salah satu provinsi. Dalam kunjungan ke bawahan ayahandanya tersebut, sang putra melakukan transaksi jual beli yang menguntungkan. Ketika kembali dan melaporkan perjalanannya ke khalifah, terkejutlah sang putra karena khalifah tidak berkenan dengan transaksi tersebut. Sebagian besar keuntungan diambil untuk negara karena khalifah kuatir keuntungan besar timbul karena putranya adalah pihak yang terafiliasi.

Istri khalifah gimana? Ya ada juga contohnya. Sang istri banyak menerima hadiah dari istri kepala negara lain. Setelah tahu, khalifah mengambilnya untuk perbendaharaan negara. Memang hal seperti ini serta contoh-contoh di atas sering dianggap terlalu indah, too good to be true, tapi demikianlah kisah-kisah teladan itu pernah terjadi.

Nah, hari-hari ini kita rindu pada sosok pemimpin yang bisa meletakkan dunia dan kekuasaan di tangannya, bukan di hatinya, apalagi di hati-hati keluarga, kerabat, dan pengikutnya. Pembelaan bahwa semua orang boleh menitipkan souvenir ke istana untuk dibagi-bagikan ke rakyat pada upacara kenegaraan terasa jauh dari nuansa kejernihan. Pembelaan bahwa penjara akan terbebani jika grasi tidak dikeluarkan mencerminkan kegalauan hati pemiliknya.

Hari-hari ini sungguh penuh krisis. Harapan yang dibangun kenapa harus dipadamkan lagi? Oh, memang demikianlah, dia bukan pilihanku lagi!

Tidak ada komentar:

addthis

Live Traffic Feed