Copy and Paste

Anda bebas mengambil content blog ini, tapi mohon sebutkan alamat blog ini dalam tulisan Anda.

You are free to copy the content of my blog. However, please let your readers know my blog as your source.

Selasa, 30 September 2008

Selamat Iedul Fitri 1429H

Sebagaimana diperkirakan semula, otoritas Indonesia tidak mendapati hilal kemarin sore (lihat Hilal, Bulan Baru). Dengan demikian, Menteri Agama dengan dukungan ormas-ormas Islam besar mantap menetapkan Hari Raya jatuh pada tanggal 1 Oktober 2008. Memang ada sebagian masyarakat yang telah lebaran hari ini (30/9). Bahkan ada yang kemarin (29/9). Bagaimanapun, suasana Ied kali ini terasa lebih tenang dan menenangkan. Selamat!

Selamat kepada seluruh kaum muslimin Indonesia pada khususnya, juga dunia pada umumnya. Mudah-mudahan madrasah Ramadhan telah mengubah kita menjadi pribadi yang lebih shalih (baik) dan mushlih (memperbaiki). Kita berharap nilai-nilai Ramadhan bagaimanapun parsialnya berhasil terinternalisasi pada hati kita masing-masing. Selanjutnya, tantangan di bulan-bulan mendatang perlu disadari betapa beratnya dan dapat dengan mudah menggerus nilai-nilai kebaikan yang telah kita akumulasi. Untuk itu, tidak ada salahnya kita berharap dan berdo'a agar kita dapat segera bertemu lagi dengan Ramadhan.

Tidak lupa kita berikan selamat kepada pihak yang berwenang dan ormas-ormas Islam yang relatif lebih baik dalam mengelola perbedaan, mengambil kesepakatan, dan menentukan 1 Syawwal 1429H. Yang terpenting tentunya adalah bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kondisi matahari, bulan, dan alam raya sedemikian rupa sehingga pemimpin-pemimpin kita dimudahkan-Nya dalam menyatukan pandangan dan keputusan.

Taqobbalallahu minna wa minkum
Taqobbal ya Kariim
Kullu am wa antum bikhoyrin
Minal aidin wal faidzin
Mohon maaf lahir dan batin

Ya Ramadhan,
Betapa kami akan merindukanmu...
Ya Allah,
Berilah kami kesempatan menikmati lagi lezatnya hidangan Ramadhan...

Wahai tantangan dan cobaan,
Bekerja keraslah karena...
Kami sekarang insya Allah lebih kuat
Dan bersiaplah kecewa karena...
Setidaknya tidak mudah bagi kami melupakan nilai-nilai Ramadhan


Berikut beberapa link berita terkait penetapan 1 Syawwal 1429H

Sebagian Negara Timteng Idul Fitri Hari Selasa, Sebagian Rabu
Muslim Jerman dan Belgia Lebaran Selasa
Muslim di Australia Idul Fitri 1 Oktober
Arab Saudi dan Tetangganya Rayakan Idul Fitri Selasa
Menag: yang Lebaran Lebih Dahulu Itu Salah
Salat Id HTI Diikuti 1000 Lebih Jamaah
Pemerintah Kirim Utusan Pada Kelompok Pendahulu Sholat Ied
An Nadzir dan Hizbut Thahrir Berlebaran
Pemerintah: Idul Fitri Jatuh pada 1 Oktober
Jamaah Naqsabandiyah Padang Salat Ied Hari Ini (Senin)

Selengkapnya.....

Senin, 29 September 2008

Hilal, Bulan Baru

Hari-hari ini mestinya hari-hari kesedihan dan kegembiraan sekaligus buat kaum muslimin. Sebentar lagi Ramadhan meninggalkan kita dan 1 Syawwal segera menyambut. Perasaan sedih mendalam yang mengisi ruang hati adalah pencerminan cinta pada Ramadhan, sementara manfaatnya masih terasa belum maksimal. Harapan bertemu lagi dengan Tamu Mulia mungkin dapat sedikit mengobati. Nggak ada jaminan usia tapi! Sebaliknya, perasaan gembira yang membuncah adalah pencerminan syukur bahwa latihan selama Ramadhan, dengan segala kekurangannya, sudah mengubah kita, walaupun hanya sedikit untuk tergerus lagi pada bulan-bulan lain. Jadi, perayaan wajar dilakukan. Malahan harus. Oleh karena itu, seorang muslim dilarang puasa pada Hari Raya. Bagi kaum muslimin Indonesia, ada perasaan lain lagi yang cukup bikin gundah. Kapan bulan baru tiba?

Menurut situs DaylightMap.com yang widget-nya saya gunakan di blog ini, bulan baru kurang lebih akan terjadi 17 jam lagi. Ya! Tujuh belas jam lagi. Artinya itu jam 9 WIB malam nanti. Kalau Daylight benar, maka kaum muslimin Indonesia tidak akan dapat melihat hilal maghrib nanti, artinya otoritas akan kesulitan menetapkan malam nanti dan besok sebagai awal Syawwal. Namun demikian, negara-negara Timur Tengah dan Eropa (apalagi benua Amerika) berkemungkinan mendapati hilal pada maghrib mereka. Konsekuensinya adalah boleh jadi negara-negara tersebut menetapkan hari ini Ramadhan berakhir. Dengan kemajuan teknologi informasi, nggak bisa dihindari ummat Islam Indonesia mudah menyadari bahwa sebagian negara telah lebaran. Dengan informasi tersebut, kurangnya pengetahuan penetapan hari pertama bulan, dan lemahnya kepercayaan sebagian masyarakat terhadap otoritas, mungkin sekali sebagian ummat secara sendiri-sendiri atau berjamaah terpicu untuk tidak mengikuti penetapan oleh Pemerintah Indonesia.

Gimana dong? Ya... mungkin kita masih harus menambah cadangan kesabaran di dalam lubuk hati kita masing-masing. Menurut saya pribadi, mengikuti otoritas, dalam hal ini Pemerintah Indonesia, adalah yang paling bijak. Apapun keputusannya! Mungkin Anda bertanya, bagaimana kalau mereka yang berkuasa salah. Bukankah Rasulullah pernah menyuruh orang berbuka ketika masih hari ke-30 Ramadhan karena ada orang yang dipercaya mengaku menyaksikan hilal pada maghrib sebelumnya? Boleh jadi orang tersebut berada di posisi geografis yang 'lebih akhir' sehingga dapat menyaksikan hilal yang tidak dapat disaksikan Rasulullah. Dapatkah kita mengambil contoh ini untuk kasus Indonesia hari ini yang mungkin tidak dapat menyaksikan hilal yang dapat disaksikan negara-negara lain pada maghrib tanggal 29 September 2008? Menurut saya sih, ijtihad pribadi seharusnya tunduk kepada ijtihad pihak yang berwenang yang berdasar dalil-dalil.

Bisa dipaksa nggak? Nggak sih... Mungkin di sini tantangannya buat lembaga yang berwenang. Departemen Agama dan MUI serta ormas-ormas Islam perlu bersatu untuk membangun kepercayaan. Selain itu, ummat perlu juga dididik dengan benar dan dibekali pengetahuan yang memadai untuk menyikapi permasalahan ini. Persoalan apa ini? Setidaknya change management!

SELAMAT MENYAMBUT KEMENANGAN.

Artikel terkait:

Sepertiga Terakhir
Sepuluh Malam Kedua
Madrasah Ramadhan Dimulai
Persiapan Ramadhan

Selengkapnya.....

Selasa, 23 September 2008

Sepertiga Terakhir

Dua puluh malam telah lewat
Waktu berlalu sangat-sangat cepat
Seperti laju cahaya menembus kegelapan
Tinggallah aku...

Tamu mulia telah berdiam dua saat
Saat terakhir memang masih bertempo
Tapi masanya seperti kedipan mata
Tinggallah aku...

Dia memberi demikian banyak
Seharusnya kita pun mengharap lebih banyak
Berusaha lebih banyak, tapi masanya secepat kilat
Tinggallah aku...

Ya Allah kewajiban kami lebih banyak
Daripada kemampuan kami memenuhinya
Karena itu ampunilah hamba-Mu ini...

Selengkapnya.....

Kamis, 11 September 2008

Sepuluh Malam Kedua

Tadi malam adalah permulaan sepuluh malam kedua Ramadhan, yang disebut fase ampunan (maghfiroh). Di masjid dekat rumah, jamaah shalat isya dan subuh masih rame. Memang sedikit berkurang sih dari awal Ramadhan, tapi masih lumayan. Alhamdulillah. Mudah-mudahan bertahan hingga malam-malam terakhir. Di kantor pun demikian, jamaah shalat zhuhur di masjid masih rame. Saya sendiri pekan ini dua kali absen. Pertama, hari Senin karena ijin cuti ngurus mobil ke bengkel. Kedua, kemarin karena ngikutin psikotes hingga jam 12.30.

Selasa lalu, yang mengisi ceramah zhuhur adalah Ustadz Tifatul Sembiring, dengan tema masalah negara dalam Islam. Masjid kantor penuh sesak oleh jamaah. Ceramahnya memang menarik. Walaupun waktunya singkat, terasa sekali isinya padat dan cukup ilmiah serta disampaikan dengan gaya orasi yang prima. Hari ini, yang mengisi adalah Ustadz Yudi Latief, dengan tema yang nggak kalah heboh (walaupun antusiasme hadirin tidak seperti hari Selasa), yaitu berinteraksi dengan Al-Qur'an. Intinya adalah bagaimana menjadikan Al-Qur'an fungsional dalam kehidupan ummat yang notabene dalam masalah-masalah besar. Penyebab masalah, kata beliau, karena interaksi dengan Al-Qur'an belum menjadi prioritas utama ummat. Jangankan secara fungsional, secara ritual pun bukan prioritas utama.

Kenyataannya, gairah Ramadhan rupanya tidak mudah surut. Nilai-nilainya terus diinternalisasi ummat, sadar ataupun tidak. Nilai-nilai itu dapat menjadi mekanisme kontrol sosial yang inheren dalam hati setiap muslim. Insya Allah. Harapannya ummat mampu sedikit demi sedikit mengurangi perilaku curang yang masih prevalen hingga saat ini. Menurut penelitian Dan Ariely seperti diungkapnya dalam buku Predictably Irrational, memang orang yang baik (honest) dapat berlaku curang (dishonest) jika ada kesempatan. Tapi nilai-nilai sosial yang berlaku membatasinya agar tidak berlebihan. Bahkan tendensi berlaku curang dapat dikurangi lagi dengan meminta responden menuliskan the ten commandments.

Nah, obat utama yang ditawarkan Ramadhan adalah kendali diri: kemampuan menahan diri untuk menunda kesenangan sesaat untuk kebaikan yang lebih hakiki. Di fase kedua Ramadhan ini, Allah mengganjar kita yang telah sudi mengikuti pelatihan di madrasah Ramadhan ini dengan pahala yang besar, yaitu ampunan. SubhanalLah! Tentunya ganjaran pahala itu dapat kita raih hanya jika obat utama pengendalian diri itu benar-benar kita terima dan kita praktikkan. Biarlah lapar dahaga dibahas lain kali, menahan emosi amarah adalah satu dari sekian anjuran yang harus kita internalisasi. Demikian pula menahan nafsu birahi dan menahan nafsu memiliki dengan lebih banyak memberi.

Kalau Al-Qur'an kita imani dan kita jadikan fungsional dalam kehidupan masyarakat, tentunya tesis para ulama seperti yang kebetulan disampaikan Ustadz Yudi Latif di atas dapat terwujud. Bila masyarakat baik, gilirannya negara menjadi baik juga. Ya begitulah kata Ustadz Tifatul Sembiring. Perbaikan. Perbaikan. Perbaikan. Bila nilai-nilai kebaikan terbukti secara meyakinkan dalam eksperimen-eksperimen sosial ilmiah seperti yang dilakukan oleh Dan Ariely (salah satu kesimpulan Prof Ariely: lebih mudah menghindari hubungan seks yang bermasalah ketika seseorang berada dalam keadaan cool daripada kalau ia sudah berada dalam cengkeraman nafsu), apatah lagi yang menghalangi kita untuk menerima dan melaksanakan kebaikan.

Mungkin masalahnya memang kita kurang interaksi dengan-Nya. Maka BACALAH! Iqro', walaupun dimulai dengan terbata-bata, walaupun dimulai dengan pembiasaan ritual (saja)...

Selengkapnya.....

Kamis, 04 September 2008

The Four Disciplines of Execution

Saya sebelumnya beli audiobook mengenai judul di atas. Sebetulnya isinya bukan benar-benar buku tapi semacam training atau workshop yang diselenggarakan oleh Franklin-Covey. Instrukturnya Jeniffer Colissimo. Tentu saja sepanjang workshop di setiap awal topik diselipkan wejangan dari Stephen Covey sendiri. Di Jakarta, training seperti ini pernah saya lihat iklannya di Koran Tempo. Instrukturnya Pak Alex Deni (saya pernah mengikuti sesi beliau sekali mengenai bagaimana mengelola knowledge worker ketika kami mengikuti refreshing and recreating event di Cilangkap - Y Pan).

Intinya adalah disiplin merupakan faktor keberhasilan organisasi yang sangat penting. Apakah kita sebagai individu dan komunitas, apapun levelnya, punya budaya disiplin? Biarlah hati kita yang menjawab, tapi nggak ada salahnya mengajak. Yuk, belajar terus. Berikut ini ringkasan Empat Displin yang dimaksud.

The Four Disciplines of Execution 1
The Four Disciplines of Execution 2
The Four Disciplines of Execution 3
The Four Disciplines of Execution 4

Selengkapnya.....

Rabu, 03 September 2008

Ongkos Uang yang Tersembunyi

Beberapa hari lalu saya membaca tulisan Professor Peter Singer yang diterjemahkan di Koran Tempo, Senin, 1 September 2008. MENGESANKAN SEKALI. Poin utamanya adalah uang bukanlah suatu yang betul-betul netral (atau waktu dulu mulai belajar di Bandung, istilah kerennya: tidak bebas nilai). Lho, kenapa? Bukannya hanya agama dan keyakinan saja yang selama ini memuat pesan agar berhati-hati dengan uang? Teori "ilmiah" yang paling menonjol terkait isu ini tentunya berasal dari Marx, tetapi tulisan Prof Singer ini menurut hemat saya cukup obyektif dan moderat saja, tanpa kecenderungan memihak kubu sosialisme maupun kapitalisme.

Dengan mengutip penelitian yang dilakukan Kathleen Vohs dkk, Prof Singer dengan gamblang menyatakan kita harus berhati-hati dengan kekuatan uang untuk mengasingkan seseorang dari orang-orang lain. Nggak tahu ya apakah temuan ini terkait dengan fenomena yang diangkat Paul Krugman dalam buku The Conscience of a Liberal yang pernah saya singgung dalam beberapa artikel yang lalu (lihat Managing in the Next Society 6, Krisis Ekonomi AS dan Global, Analisa Greenspan atas Dunia, dan Greenspan dan Bush Yunior)?

Dalam hal ini, hasil penelitian ilmiah kembali menguatkan nilai-nilai agama. Tentunya orang yang positif, apalagi orang yang berpuasa, akan mencoba memikirkan tindakan-tindakannya. Apa sih yang bisa bikin beda? Mungkin bagi kita yang puasa, praktisnya adalah perbanyak sedekah. Lain kata artinya kurangi ketergantungan terhadap uang atau harta. Intinya uang jangan sampai mendominasi kehidupan kita. Bahaya! Itu tindakan sederhananya. Kalau orang yang serius, misalnya yang punya otoritas, mestinya dia berpikir lebih keras. Apa sih yang bisa bikin beda untuk kebaikan masyarakat? Mungkin dia harus tinjau kebijakannya selama ini yang condong banget kepada kapital. Mungkin dia harus geser sedikit agar lebih moderat, yang berarti juga tidak ekstrem seperti bandul, jadi condong banget kepada regulasi total.

Jalan tengah lebih baik...

Berikut saya kutip terjemahan dari Koran Tempo itu, plus link ke sumber aslinya di Project Syndicate.

Ongkos Uang yang Tersembunyi
Oleh: Peter Singer, guru besar bioetik pada Princeton University, dan sedang menyelesaikan buku mengenai filantrofi dan kemiskinan di dunia

Terjemahan di KoranTempo: Opini: Ongkos Uang yang Tersembunyi
Sumber Asli: Project Syndicate: The Hidden Cost of Money

Ketika orang mengatakan "uang adalah akar dari segala keburukan", mereka biasanya tidak mengartikannya bahwa uang itu sendiri adalah akar dari segala keburukan. Seperti Santo Paulus, yang membuat ungkapan itu, yang mereka maksudkan adalah cinta yang berlebihan akan uang. Dapatkah uang itu sendiri, baik kita serakah uang atau tidak, menjadi masalah?

Karl Marx berpikir begitu. Dalam Economic and Philosophical Manuscripts yang ditulisnya pada 1844--sebuah karya yang tidak diterbitkan dan tidak dikenal sampai pertengahan abad kedua puluh--Marx melukiskan uang sebagai universal agent of separation, sesuatu yang mengubah sifat manusia. Seseorang bisa buruk rupa, tapi jika punya uang, ia bisa membeli dan memiliki "wanita yang cantik". Tanpa uang diperlukan beberapa sifat yang positif lainnya dari seseorang untuk memikat seorang wanita. Menurut Marx, uang mengasingkan seseorang dari sifatnya yang sebenarnya sebagai manusia dan dari sesama manusia.

Reputasi Marx jatuh ketika terbukti bahwa ia salah meramalkan akan terjadinya revolusi kaum pekerja yang melahirkan era baru dengan kehidupan yang lebih baik bagi semua. Karena itu, jika kita cuma berpegang pada ucapannya mengenai pengaruh uang yang mengasingkan seseorang, maka kita mungkin akan menganggapnya sebagai bagian dari ideologi yang menyesatkan. Namun, penelitian yang dilakukan Kathleen Vohs, Nicole Mead, dan Miranda Goode, seperti dilaporkan dalam majalah Science pada 2006, menunjukkan bahwa Marx dalam hal ini, setidak-tidaknya, telah menyingkapkan sesuatu.

Dalam serangkaian eksperimen yang mereka lakukan, Vohs dan rekan-rekannya menemukan cara membuat orang memikirkan uang tanpa secara eksplisit menyuruh mereka berbuat demikian. Vohs dan rekan-rekannya memberikan tugas kepada beberapa orang untuk menguraikan ungkapan-ungkapan yang menyangkut uang. Kepada beberapa orang lainnya, Vohs dan rekan-rekannya memberikan tumpukan uang-uangan dalam permainan Monopoli. Sekelompok lainnya diperlihatkan screensaver dengan berbagai lembaran uang. Sekelompok lainnya lagi, yang dipilih secara acak, diminta menguraikan ungkapan yang bukan menyangkut uang serta tidak diperlihatkan uang-uangan Monopoli, dan diperlihatkan screensaver yang berbeda. Dalam setiap eksperimen, mereka yang dibuat selalu berpikir mengenai uang--kita namakan saja "kelompok uang"--menunjukkan perilaku yang berbeda dari mereka yang tidak berpikir mengenai uang.

Ketika diberi tugas yang sulit dan diberi tahu bahwa ada bantuan yang tersedia bagi mereka, maka mereka yang berada dalam kelompok uang tidak segera meminta bantuan. Ketika diminta membantu, mereka yang berada dalam kelompok uang tidak banyak meluangkan waktu untuk membantu. Ketika diminta menggeser kursinya agar lebih dekat dengan lawan bicaranya, mereka yang berada dalam kelompok uang tidak beranjak jauh.

Ketika diminta memilih kegiatan bersenang-senang, mereka yang berada dalam kelompok uang kemungkinan besar memilih kegiatan yang dapat dinikmati sendiri, bukan yang melibatkan orang lain. Akhirnya, ketika mereka yang berada dalam kelompok uang diminta menyumbang dari uang yang telah mereka peroleh karena ikut serta dalam eksperimen, mereka memberikan sumbangan yang sedikit dibandingkan dengan mereka yang tidak berpikir mengenai uang.

Peringatan yang sepele mengenai uang membawa perbedaan yang cukup mengejutkan, misalnya ketika control group atau kelompok pembanding bersedia meluangkan waktu rata-rata 42 menit untuk membantu seseorang menyelesaikan tugasnya, mereka yang berada dalam kelompok uang hanya bersedia meluangkan waktu 25 menit. Begitu pula jika seseorang yang berpura-pura berlaku sebagai seorang peserta dalam eksperimen ini meminta bantuan, maka mereka yang berada dalam kelompok uang hanya bersedia meluangkan waktu separuhnya untuk membantu. Ketika diminta menyumbang dari uang yang mereka peroleh, mereka yang berada dalam kelompok uang cuma memberikan separuh lebih sedikit dari yang disumbangkan control group.

Mengapa uang membuat kita kurang bersedia mencari atau memberi bantuan, atau bahkan duduk dekat orang-orang lain? Menurut Vohs dan rekan-rekannya, ketika masyarakat mulai menggunakan uang, maka ketergantungan kepada keluarga dan teman mulai berkurang, sementara orang semakin mandiri. "Dengan demikian," begitu disimpulkan Vohs dan rekan-rekannya, "uang meningkatkan individualisme dan mengurangi motivasi saling membantu, yang efeknya masih tampak dalam respons masyarakat saat ini."

Bagaimanapun, ini bukan penjelasan yang memadai mengapa orang yang diingatkan akan uang berperilaku begitu berbeda, mengingat bahwa kita semua menggunakan uang setiap hari. Dalam hal ini tampaknya ada sesuatu yang belum kita pahami sepenuhnya.

Saya tidak mengatakan kita harus kembali ke zaman barter atau zaman mandiri yang lebih sederhana seperti di masa lalu. Uang memungkinkan kita bertransaksi, dan dengan demikian menarik manfaat satu sama lain dari keterampilan khusus yang dimiliki masing-masing individu. Tanpa uang, kita akan jatuh miskin, dan bukan cuma dalam arti finansial.

Karena sekarang kita sadar akan daya pengasingan yang dimiliki uang, maka kita tidak lagi bisa mengatakan uang sebagai sesuatu yang memainkan peran yang sama sekali netral. Jika, misalnya, sekelompok orang tua murid berniat membangun taman bermain anak-anak, maka apakah ia harus meminta para anggota bergotong-royong membangunnya atau apakah ia harus melakukan pengumpulan dana untuk membiayai kontraktor yang akan melakukannya.

Saran yang diajukan ekonom Harvard University, Roland Fryer, agar siswa berprestasi dari keluarga miskin dibantu biaya pendidikannya, merupakan ranah lain di mana penggunaan uang patut dipertanyakan. Jika uang netral, maka persoalannya cuma apakah manfaat penggunaan uang itu lebih besar daripada biaya finansialnya. Sering kali memang demikian, misalnya bila para orang tua tadi tidak memiliki keterampilan membangun taman bermain yang baik. Tapi salah jika kita berasumsi bahwa membiarkan uang mendominasi setiap bidang kehidupan datang tanpa ongkos lain yang sulit dinyatakan dalam bahasa finansial. *

Hak cipta: Project Syndicate, 2008

Selengkapnya.....

Senin, 01 September 2008

Madrasah Ramadhan Dimulai

Alhamdulillah, pusat penggemblengan moral dan spiritual telah dimulai. Semalam, pemerintah bersepakat dengan seluruh ormas besar menetapkan hari ini sebagai hari pertama puasa. Yang menggunakan metode perhitungan (hisab), telah jauh hari mengatakan hari ini, 1 September, sebagai awal puasa, sementara yang menggunakan metode pengamatan fisik (ru'yat) memastikan telah melihat bulan baru (hilal) ba'da maghrib kemarin. Menurut pengumuman pemerintah, kalau nggak salah denger, bulan baru jatuh kemarin pada kurang lebih jam 2 siang WIB. Kalau menurut fase bulan di blog ini (dari DayLight), bulan baru jatuh kemarin kurang lebih jam 9 pagi WIB.

Anyway, hilal memang belum dapat diamati maghrib sebelumnya, jadi cukup mudah kali ini untuk memulai madrasah ramadhan serentak di seluruh nusantara. Mudah-mudahan penentuan 1 Syawwal nantinya juga lancar dan tanpa kontroversi. Aamien. Soalnya nggak enak rasanya berhari raya ketika tetangga kita masih ada yang puasa, sebagaimana nggak enak juga puasa sambil melihat orang di sekitar kita telah bersukacita menyambut kemenangan. Istilahnya, seperti ada yang bilang dulu, diajak bergembira aja susah. Banyak debatnya. Bagaimana kalau diajak menderita ya?

Saya pribadi cenderung mengikuti penguasa dalam penentuan tanggal. Kan pemerintah memang salah satunya berfungsi dan berotoritas seperti itu? OK, yang bagi saya cukup menarik sebagai tanda awal puasa adalah pagi-pagi ketika keluar rumah, jalanan sepi dari kendaraan. Mungkin karena sebagian libur. Khususnya anak sekolah. Ada yang libur dua hari. Ada yang tiga. Selain itu, ada juga rombongan anak-anak jalan-jalan habis subuh. Dari dulu sudah begitu. Di KRL, suasananya nggak beda. Menurut teman pengguna KRL Serpong, justru ada penambahan penumpang. Alasannya, pas pulang nanti, naik KRL lebih menjamin tiba di rumah pada waktu yang tepat.

Hal lain yang menjadi tanda khusus dimulainya Ramadhan adalah ramainya masjid-masjid. Jemaah shalat subuh tadi pagi luar biasa. Normalnya dua shaf, atau maksimal tiga, tapi tadi hampir penuh. Di masjid kantor barusan juga sama. Jemaah shalat dzuhur lebih banyak dari biasanya. Banyak ketemu teman juga. Semangat berinfaq, termasuk buat saya pribadi, meningkat. Semangat tilawah juga. Alhamdulillah. Mulianya Ramadhan memang luar biasa. Tinggal kita menjaga semangat pembaruan spiritual ini. Upaya menggapai taqwa hingga malam-malam terakhir Ramadhan mudah-mudahan benar-benar mewujudkan taqwa.

Yuk, jadikan Ramadhan kali ini lebih baik dari sebelumnya.

Selengkapnya.....

addthis

Live Traffic Feed