Copy and Paste

Anda bebas mengambil content blog ini, tapi mohon sebutkan alamat blog ini dalam tulisan Anda.

You are free to copy the content of my blog. However, please let your readers know my blog as your source.

Rabu, 30 Desember 2009

Yang Belum Kebaca

Akhirnya buku ini mulai saya baca juga, di antara tumpukan antrian buku yang mesti dibaca. Di antaranya kebanyakan audiobook dan satu buku yang dipinjamkan Pak Ronald. Bukannya saya nggak baca buku sama sekali sejak menamatkan Predictably Irrational, yang menginspirasi saya menulis beberapa artikel, semisal Expensive yet Effective Placebo. Saya menamatkan beberapa buku terkait manajemen dan sistem keuangan. Salah satunya buku George Soros yang cukup filosofis, The New Paradigm for Financial Markets (baca artikel terkait). Nah, istimewanya buku yang mulai saya baca ini juga filosofis dan – ini yg lebih menarik – berupa buku pinjaman. Dari pengarang yang sama, saya pernah mencoba mengikuti gaya bertuturnya di Fooled by Randomness versi audiobook. Rasanya mual dan pusing. Begitu juga ketika mulai membaca buku yang ini, The Black Swan.

Memang Nassim Nicholas Taleb lebih pantas dikategorikan sebagai novelis sastra. Mungkin ia terinspirasi oleh novelis di bab kedua bukunya, Yevgenia, yang digambarkan sebagai novelis yang “setia, tekun, tahan uji, dan sangat mandiri” padahal sebelumnya dianggap kebanyakan penerbit sebagai “egomaniak tanpa sisi baik sedikit pun, keras kepala, dan sulit diajak berunding.” Hehehe, tentu Pak Taleb tak akan setuju dengan pendapat saya ini, minimal mungkin karena satu hal. Seperti kebanyakan orang, saya ahli dalam mencocok-cocokkan setelah semua fakta tersedia, padahal kenyataan empirik sesungguhnya berbeda. Hal ini yang disebutnya sebagai distorsi retrospektif. Sederhananya, ini seperti seorang yang merasa sudah dipersiapkan oleh ibundanya beberapa tahun lalu sebelum beliau meninggal untuk mengurus perjodohan ayahandanya dengan wanita lain. Tanda-tanda dan pesan-pesan dari ibundanya seolah semuanya cocok setelah pernikahan terjadi, dengan segala lika-likunya.

Distorsi retrospektif yang saya singgung di atas hanyalah satu dari tiga hal yang membuat sejarah – yaitu ingatan dan penjelasan mengenai kejadian-kejadian di masa lalu – menjadi serba kabur. Kabur? Iya, maksudnya sejarah itu justru tidak menjelaskan kenyataan yang sesungguhnya, tapi terasa sangat masuk akal, bahkan cerdas sekali. Satu penyebab lainnya adalah ilusi pemahaman. Bisa jadi, ini tidak bisa dilepaskan begitu saja dari distorsi retrospektif, cuma yang satu ini lebih menekankan kepada rasa PD yang terlalu berlebihan bahwa saya atau kita paham mengenai apa yang sedang terjadi. Padahal pemahaman itu sekedar sebuah ilusi. Lho? Ya iyalah, kenyataan yang sedang terjadi sungguh betul-betul rumit untuk dijejalkan ke dalam pola pikir “sederhana” yang telah terbentuk mengikuti pengelompokan-pengelompokan tertentu. Jadi, menurut Dr Taleb, persepsi yang bercokol di pikiran saya dan kita tidaklah mewakili kenyataan yang sesungguhnya. Ilusi terjadi ketika kita terlalu PD untuk tidak menyadari kelemahan cara kerja pikiran kita, yang oleh Edward de Bono dijelaskan sebagai self-organizing, bisa mengatur dirinya sendiri, berdasarkan pola yang telah terbentuk sebelumnya.

Cobalah cermati dua cerita berikut ini.

Cerita A: Seorang pria baru pulang kerja. Ia segera mandi. Pakaiannya biasa diperiksa oleh istrinya untuk keperluan pencucian keesokan harinya. Selagi ia mandi, istrinya menemukan beberapa hal ganjil. Pertama, ada bekas lipstick di kerah baju. Selanjutnya, di kantong celana sebelah kiri, ditemukan sapu tangan wanita, padahal biasanya sang suami meletakkan sapu tangan di kantong kanan. Sang istri mulai naik pitam. Terakhir ia menemukan sepucuk surat yang dimulai dengan kata-kata mesra. Kontan saja, begitu sang suami keluar dari kamar mandi, terjadi perang bintang di ruangan yang tidak lebih luas dari sebuah garasi.

Cerita B: Seorang pria baru pulang kerja. Ia mengeluarkan sepucuk surat dan memperlihatkan kepada istrinya. Surat dimulai dengan kata-kata mesra, membuat istrinya berbunga-bunga, bahkan tanpa menyelesaikannya sekalipun. ”Ntar, untuk nanti,” kata sang istri. Kemudian, sang suami menyerahkan sepucuk sapu tangan yang langsung dikenali sang istri sebagai miliknya sendiri. Mungkin tadi pagi sang suami nggak sengaja mengambil sapu tangan sang istri gara-gara buru-buru takut ketinggalan kereta. Ah, bekas lipstick itu jadi nggak relevan lagi diceritakan. Sang istri kemudian mengingatkan suaminya agar bangun lebih pagi dan nggak kelamaan mandi, supaya nggak ketinggalan kereta.

Yah, dua cerita di atas belum saya pikirkan seserius-seriusnya, jadinya kurang dramatis deh, tapi mudah-mudahan yang ingin saya sampaikan bisa keterima. Ternyata fakta-fakta yang sama bisa dipahami berbeda, meskipun hanya dengan mengubah urutan datangnya fakta. OK-lah, cerita di atas mungkin bukan cerita yang paling bagus untuk mengilustrasikan betapa kita sering tertipu oleh pemahaman. Namun demikian, saya yakin Anda bisa mengambil contoh dari pengalaman sendiri yang bikin Anda malu karena tertipu oleh ”fakta-fakta” yang Anda dapati. Dan contohnya nggak harus terkait dengan hubungan suami-istri lho, bisa aja istri-suami... eh ngawur, itu sih sama aja. Kalau nggak dapet juga, mungkin Anda perlu membaca buku The Seven Habits of Highly Effective People yang membahas mengenai wanita muda cantik atau nenek sihir yang buruk rupa.

Nah, begitulah dua penyebab kaburnya sejarah. Emang cuma itu? Tidak lah yaw, yang ketiga adalah kecenderungan kita menilai informasi faktual dan para intelektual terlalu berlebihan. Kalau pikiran kita sebelumnya membentuk pola dan menentukan cara berpikir kita selanjutnya, maka para intelektual menciptakan pola-pola yang ”membatasi” cara berpikir masyarakat. Padahal pola-pola yang diciptakan para intelektual melalui pengelompokan masalah ke dalam kategori-kategori tertentu langsung mereduksi kenyataan yang sebenarnya. Apalagi kalau kategorinya nggak bagus. Wah ini mah masalah taksonomi (pastinya kata teman-teman di kantor). Artinya bahwa pengetahuan yang sudah dikembangkan sejauh ini oleh para pemikir dan ilmuwan justru bisa merupakan kelemahan untuk mengetahui hakikat. Wah... emang sulit membaca buku ini! Secara emosional, saya pribadi agak bimbang dengan argumentasi Dr Taleb, tapi sifat skeptis sekaligus spiritual membuat saya menerima kemungkinan kebenaran beliau, dengan filosofinya yang njelimet.

Oya, menurut hemat saya, sebenarnya tiga hal penyebab ”kaburnya sejarah” yang disebutnya sebagai triplet of opacity ini tidak semata-mata negatif. Saya lebih senang menerima bahwa kekuatan pengetahuan manusia, baik yang ilmiah apalagi yang tidak, ada batasnya. Ini sesuai dengan filosofi George Soros, guru, dan kawan-kawannya dengan konsep open society. Manusia tidak pernah mengetahui secara absolut. Selalu terdapat ruang ketidaktahuan. Batas atau wilayah-wilayah yang tidak diketahui itu di dalam buku Dr Taleb disebut lipatan plato atau platonic fold. Di wilayah ini, segala sesuatu menjadi tidak normal padahal sering sekali diabaikan karena nggak sesuai dengan pengetahuan yang tersedia sebelumnya. Di wilayah ini pula, ketidakpastian menjadi begitu tinggi. Manusia yang takut akan ketidakpastian dan takut akan hal yang tidak diketahui, alih-alih mendekati wilayah ini dengan rasa ingin tahu, langsung saja mengabaikannya karena bikin nggak nyaman dan lebih parah lagi tidak mempersiapkan diri sama sekali untuk menghadapinya jikalau suatu saat ia harus berhadapan dengannya. Wilayah itu di luar comfort zone pengetahuan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai komunitas!

Walaupun kedengaran angkuh, Dr Taleb hanya ingin membuat kita sadar bahwa pengetahuan memiliki sisi negatif. Pengetahuan tentu sudah begitu banyak berjasa membawa peradaban manusia ke keadaan mutakhir saat ini. Dia hanya ingin kita semua sadar bahwa wallahu a’lam, sebagaimana perkataan Mikhail supir pribadi kakeknya di akhir jawabannya tiap kali ditanya mengenai suatu persoalan. Kesadaran itu memungkinkan kita siap sedia menghadapi lompatan sejarah. Suatu kejadian aneh yang tiba-tiba mengubah segalanya yang terasa begitu normal menjadi berbeda sama sekali. Seperti kondisi negeri yang disebut Lebanon yang pada masa kanak-kanak Dr Taleb begitu saja dilanda perang setelah berabad-abad warganya yang sangat heterogen hidup damai dan tenteram. Seperti kondisi ketika jazirah arab tiba-tiba memimpin dunia dalam tempo singkat sekali setelah Muhammad bin Abdullah mengajak sahabat-sahabatnya beriman bahwasanya tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusannya. Seperti kondisi yang dialami novelis Yevgenia setelah meng-upload karya-karya anehnya ke internet dan tiba-tiba ia berubah menjadi ikon novelis baru. SEPERTI KONDISI HADIRNYA ANGSA HITAM, BLACK SWAN.

Siapkah kita menghadapi fenomena black swan? Peristiwa yang lain dari yang lain, tetapi memiliki dampak yang sangat besar dan seolah-olah wajar saja setelah kejadian. Dengan kesadaran dan kerendahan hati bahwa pengetahuan kita bukan segalanya, boleh jadi kita siap. Dengan memperhatikan wilayah-wilayah yang tidak diketahui dan tidak dapat diprediksi, kemungkinan besar kita siap menghadapi risikonya yang teramat besar. Seperti seorang software engineer yang memerintahkan stafnya untuk menguji software di ”pojok-pojok ruangan” tempat bersemayam para kotoran atau bugs. Dengan mementingkan buku-buku yang belum kebaca, kita insya Allah siap menghindar dari triplet of opacity, terutama ilusi pengetahuan. Dengan kalimat Allah Mahatahu, besar kesempatan kita untuk dapat bersiap-siap memasuki wilayah extremistan, kecuali kita menjadi angkuh setelah rendah hati karena tidak tahan dengan keangkuhan filsafat seorang Nassim Nicholas Taleb.

* Setelah membaca artikel ini, ada baiknya jika berkenan, Anda baca sendiri buku The Black Swan agar Anda tidak kehilangan rincian kisah hidup seorang Nassim Nicholas Taleb di bab-bab awalnya yang menurut saya sangat berkesan. Satu lagi alasan Anda harus baca sendiri bukunya... agar Anda dapat mengidentifikasi konsep asli Dr Taleb dari kata-kata yang saya tambahkan sendiri dan dari kata-kata yang saya tidak suka masukkan di sini.

Diadaptasi dari The Black Swan: Prolog, Bab 1: Magang bagi Orang Skeptik yang Empirik (The Apprenticeship of Empirical Sceptic), Bab 2: Black Swan bagi Yevgenia (Yevgenia’s Black Swan), Bab 3: Spekulator dan Pelacur (The Speculator and The Prostitute)


Baca artikel terkait berikutnya: Hebatnya Pikiran

Selengkapnya.....

Senin, 21 Desember 2009

Lupa

Lupa artinya tidak ingat. Tidak ingat apa? Bisa saja tidak ingat masa lalu. Ya iyalah, masa tidak ingat masa depan? Masa depan kan belum terjadi? Betul, tapi ada sesuatu tentang masa depan yang bisa kita ingat-ingat atau lupakan, misalnya rencana dan ramalan. Baik rencana maupun ramalan sama-sama berorientasi ke masa depan. Bagaimanapun orientasinya, tetap saja rencana dan ramalan terjadi di masa lalu. Waduh, koq mbulet gini?

Misalnya gambaran mengenai kiamat. Kiamat terjadi di masa depan, tapi gambarannya sudah disampaikan di masa lalu, lewat berita dari para nabi. Atau bisa juga diramalkan oleh teori 'ilmiah' yang artinya jauh dari akurasi kepastian. Ilmu fisika, misalnya, menerangkan dunia ini terus menerus mengembang, seperti balon yang ditiup. Ilmu fisika juga menerangkan bahwa dari sebelah atas kita senantiasa diserang oleh benda-benda angkasa yang menabrak bumi, sementara dari sebelah bawah kita diancam pergerakan lempeng bumi dan dahsyatnya magma.

Berita atau teori mengenai masa depan itu bisa saja tidak kita yakini. Bisa juga kita yakini. Bisa juga kita yakini sebagiannya. Bisa juga ragu-ragu. Kalau lagi nggak ada masalah, seolah ancaman kiamat tidak kita anggap sama sekali. Sebaliknya, kalau disingkapkan sedikit bencana ke depan muka kita, hati tiba-tiba berteriak... jangan-jangan... Ya begitulah manusia tempatnya lupa. Kalau seseorang nggak ada lupanya mungkin dia bukan jenis manusia, tapi sejenis mesin pencatat atau entahlah.

Wah, emangnya lupa melulu bersifat jahat? Coba bayangkan kalau kita tidak bisa melupakan mimpi buruk atau suatu pengalaman buruk. Untung, untung, untung kita bisa melupakan banyak hal, karena kalau tidak demikian, perasaan kita jadi selalu campur aduk berbentuk spektrum, mulai dari sedih banget, marah banget, bete, sampai rasa gembira luar biasa dan berani menjurus nekad. Semuanya campur aduk dalam satu saat. Alhamdulillah, perasaan kita tidak seperti itu, pastinya karena banyak lupa, sehingga pengendalian diri tidak luar biasa sulit.

Nah, di titik ini kita menyadari manfaat lupa. Kita bahkan ternyata dapat mengendalikan sampai tingkat tertentu (pasti ga semuanya) mana yang mau kita ingat dan mana yang kita mau lupakan. Proses belajar, merenung, mendengar, membaca, menulis, menerangkan, dan melakukan adalah sarana-sarana untuk menguatkan ingatan dalam memori kita. Sementara proses mengabaikan dengan berbagai variasinya adalah sarana untuk melupakan.

Dengan kenyataan bahwa kita punya ruang untuk melupakan dan tidak melupakan sesuatu, masalah sebenarnya adalah apa sih yang mesti diingat terus dan apa yang wajib dilupakan. Tanpa kesadaran ini, kita akan melupakan apa yang pihak lain ingin kita melupakannya, dan kita akan mengingat hal-hal yang disodori pihak lain. Lha, kalau banyak pihak ingin merencanakan atau mengagendakan sesuatu untuk kita, mana yang akan kita ikuti. Secara tak sadar, kita akan mengikuti pihak yang paling lihay memasarkan sesuatu.

Celakalah kita! Pihak yang paling lihay merencanakan hidup kita belum tentu di pihak yang benar. Untuk menghadapinya, kita harus tahu: mana yang diingat-ingat dan mana yang dilupakan aja. Untuk menghemat kata-kata, saya langsung ke kalimat suci syahadah, sesuai keyakinan saya: tiada tuhan selain Allah. Bagi saya, inilah puncaknya. Yang mesti diingat pertama kali adalah Dia. Selanjutnya, yang harus diingat adalah apa-apa yang Allah ingin kita mengingat-ingatnya. Sebaliknya, kita wajib melupakan apa yang Allah ingin kita melupakannya. Ajakan setan adalah contohnya, betapapun menarik dia.

Untuk ilustrasi sederhana, dalam kehidupan sehari-hari, lupa anak, istri, dan orangtua terkadang menjadi suatu yang utama. Lho koq bisa? Ya bisa aja jikalau anak dan istri atau orangtua justru menghalangi kita dari Allah. Masih ingat kisah hidup Nabi Nuh dan Nabi Ibrahim kan? Cuma, normalnya lupa anak dan istri apalagi orangtua adalah suatu yang dibenci Allah. Dalam Islam dan kayaknya budaya manapun, anak dan istri serta orangtua juga saudara kandung adalah pihak terdekat kita.

Untuk panduan secara umum, lihatlah contoh-contoh akhlak yang diajarkan Nabi Muhammad SAW. Secara khusus, lihatlah hukum waris. Lihat juga hukum perwalian dalam nikah. Nah, jika demikian, masihkah kita bingung menentukan untuk melupakan sesuatu atau mengingat-ingat suatu yang lain? Mudah-mudahan nggak, sehingga kita bisa menyikapi hal-hal berikut ini dengan benar.

Lupa diri (nggak nyadar)
Lupa ingatan (amnesia)
Lupa-lupa ingat (kayak lagu aja)
Lupa daratan (mabok laut)
Lupa anak-istri (madu tiga)
Lupa janji (awas!)
Lupa kalau lupa (gawat)
Lupa Allah (naudzubilLah)

Selengkapnya.....

Kamis, 26 November 2009

XBRL atau MDM

Suatu ketika Mas Tony, rekan kantor, mengirimi saya artikel mengenai XBRL dan MDM. Wah apa itu? Eh... jangan buru-buru gitu, yang jelas ini terkait dengan kerjaan kantor. Saya buru-buru baca dan mendapati artikelnya bagus, minimal untuk menambah pemahaman saya mengenai XBRL dan MDM serta hubungan antara keduanya. Karena merasa artikel ini bagus, saya terus buru-buru menerjemahkannya. Siapa tahu ada rekan yang juga membutuhkannya.

Ini dia...

XBRL atau Master Data Management?

Kadang pilihannya jelas, kadang tidak

Oleh Robert D. Kugel (diterjemahkan oleh Y Pan)
12 September 2006

Sumber Asli: http://intelligent-enterprise.informationweek.com/showArticle.jhtml;jsessionid=B1VKDZBZQC5VLQE1GHRSKH4ATMY32JVN?articleID=192701772

Ringkasan
Master Data Management (MDM) dan eXtensible Business Reporting Language (XBRL) merupakan dua teknologi penting yang menjanjikan penyelesaian beberapa masalah-masalah utama manajemen informasi. Ventana Research yakin keduanya akan membuat perusahaan-perusahaan mampu menurunkan biaya, waktu, dan upaya yang diperlukan untuk mengumpulkan, menganalisa, dan menggunakan informasi, baik untuk tuntutan transparansi, pendukung keputusan, atau bahkan pelaksanaan proses bisnis. Sebagian pengamat menilai keduanya saling bersaing, tapi pada praktiknya masing-masing memiliki kemampuan di bidang tertentu yang paling cocok dan tidak di bidang lainnya. Bahkan di area persinggungan antara keduanya, XBRL dan MDM tidak bersifat murni eksklusif satu sama lain. Kami menyarankan perusahaan-perusahaan untuk mulai meneliti XBRL dan MDM dan mengembangkan keahlian terkait untuk menggunakan keduanya.

Pandangan
Satu tantangan manajemen informasi yang akan dihadapi organisasi-organisasi di tahun-tahun mendatang adalah persoalan kapan harus menggunakan XBRL dan kapan MDM. Ventana Research berpendapat untuk kasus tertentu pilihannya demikian jelas (bahkan jikapun ada beberapa pengecualian) dan untuk kasus-kasus tertentu lainnya baik XBRL maupun MDM dua-duanya dapat dijadikan solusi. Kami sih tidak percaya situasi akan tetap statis karena pilihan-pilihan teknologi, teknik, perangkat, dan aplikasi akan terus menerus berkembang. Sementara kami memandang pendukung masing-masing mengkampanyekan keunggulan satu atas yang lainnya, proses seleksi akan menghasilkan yang terbaik. Sebagai contoh, pada banyak kasus, perusahaan akan menggunakan MDM untuk menfasilitasi proses penandaan (tagging) XBRL terhadap data. Sebaliknya, XBRL mempunyai "master data" -nya sendiri dalam bentuk ”tanda-tanda” (tags). Perluasan XBRL yang spesifik untuk satu perusahaan tentunya harus dikelola sebagaimana item master data lainnya, khususnya karena MDM memainkan fungsi utama dalam mengelola berbagai hirarki data dan struktur bisnis lainnya. Nah, menurut kami, organisasi-organisasi perlu mengembangkan kemampuan pada dua teknologi ini. Lebih cepat, lebih baik.

Di satu sisi, kami meyakini XBRL adalah pilihan yang jelas bilamana data harus di-shared dengan pihak luar organisasi dan tujuannya adalah untuk mengeliminasi (atau mengurangi semaksimal mungkin) kerja atau upaya terkait dengan pengambil data eksternal kemudian penggunaannya untuk suatu keperluan proses bisnis. Tanda-tanda data (data tags) memastikan sistem komputer memahami konteks dari informasi secara jelas dan konsisten, apapun tujuan penggunaan data itu. Jika tanda-tanda (tags) itu sesuai dengan standard eksternal tertentu (misalnya berlaku nasional atau bahkan internasional – Y Pan), konteks data akan bersifat universal dan persisten. XBRL biasanya dikaitkan dengan data finansial karena saat ini kebanyakan proyek terlihat berada di area pelaporan keuangan (financial reporting) perusahaan untuk memenuhi kewajiban regulatoris tertentu. Namun demikian, data yang telah ditandai secara XBRL (mungkin dalam Bahasa Indonesia sebaiknya disebut “data XBRL” saja – Y Pan) dapat digunakan untuk proses bisnis apapun yang membutuhkan pertukaran atau sharing informasi. Kemampuan sharing tersebut sangat bernilai jika data yang terlibat sangat besar dan reguler, ketika data harus dipertukarkan antara banyak partisipan dalam suatu proses bersama (seperti pada proyek rekayasa atau konstruksi), atau ketika diperlukan straight-through processing. Pendek kata, penerapan XBRL yang paling mungkin di luar pelaporan keuangan adalah pada area electronic data interchange (EDI), karena XBRL dapat langsung memenuhi kebutuhan dan struktur data terkait EDI.

Di sisi lain, informasi yang sangat granular (detil – Y Pan) yang digunakan hanya di dalam suatu perusahaan lebih sesuai dan lebih efisien dikelola dengan MDM. Pembuatan dan pemeliharaan (terutama pemeliharaan) daftar item data yang konsisten lintas waktu dan lintas unit kerja suatu organisasi besar (misalnya data pelanggan tertentu, produk individual tertentu, tiap-tiap komponen CoA, dll) akan lebih mudah dikelola dengan MDM. Contoh, sebagian data harus dikelola pada level sangat detil, sementara XBRL tidak mudah memastikan eliminasi duplikasinya. Perusahaan-perusahaan cenderung memilih pengelolaan struktur akun di GL yang mereka miliki sehingga pentotalan dan pengelompokan mengikuti suatu standard internal tertentu (contoh, metode spesifik untuk mengelola hirarki data pelanggan) atau standard eksternal tertentu (seperti level detil yang paling rendah pada laporan keuangan berbasis XBRL).

Ukuran perusahaan agaknya akan memiliki dampak terhadap pilihan antara XBRL dan MDM. Perusahaan kecil – mungkin yang memiliki kurang dari 10.000 pegawai dan pastinya yang memiliki kurang dari 2.500 pegawai – kemungkinan tidak memiliki sumber daya yang cukup atau tidak memiliki kebutuhan MDM. Perusahaan-perusahaan kecil tersebut kemungkinan memiliki lingkungan manajemen informasi yang lebih sederhana dan akan lebih fokus pada pengembangan sumber daya dan keahlian terkait XBRL untuk keperluan pelaporan internal, pelaporan eksternal, dan eksekusi proses.

Penilaian
Ventana Research menilai semua perusahaan, terutama korporasi Global 2000, harus mulai mengembangkan kemampuan XBRL dan MDM di dalam unit kerja keuangan (finance) dan TI-nya. Manajemen informasi merupakan satu persoalan dari persoalan-persoalan yang menekan organisasi / unit TI pada saat ini (2006 dan kemungkinan besar masih sampai hari ini – Y Pan). Kesulitan dalam pengelolaan konsistensi data intra- dan inter- unit kerja dan organisasi mendorong naiknya biaya, menyebabkan lambatnya pelaporan internal dan eksternal, dan menghambat penerapan proses bisnis yang lebih efektif dan efisien. Pada saat ini, keahlian XBRL dan MDM kelihatannya baru sebagai suatu yang nice to have, tapi kami menduga adopsi XBRL dan MDM oleh perusahaan-perusahaan akan segera bertambah cepat, seiring dengan pemahaman yang lebih baik mengenai nilai bisnis sebenarnya dari kedua teknologi ini. Kami menyarankan perusahaan-perusahaan untuk segera memulai pilot programs / projects dengan sasaran yang moderat sekaligus cukup berarti bagi perusahaan.

Lihat juga artikel terkait:
Master Data Management
Arsitektur Sistem Informasi

Selengkapnya.....

Minggu, 22 November 2009

Monster Kecil

Kupu-kupu adalah makhluk kecil yang indah. Warnanya sering memukau. Coraknya apa lagi. Ia laksana batik yang digoreskan oleh kebijaksanaan alam. Proses metamorfosalah yang paling bertanggung jawab melahirkan makhluk cantik dari seekor ulat yang buruk rupa. Hikmah apa yang mau diajarkan Allah pada kita? Banyak, tapi bukan itu yang mau kita bahas... Sebaliknya, tema kita adalah makhluk kecil yang cantik tiba-tiba dianggap sebagai monster paling berbahaya. Lho, di mana? Di film SpongeBob!

Suatu hari, Sandy Tupai kedatangan dua sahabatnya, SpongeBob dan Patrick Bintang Laut. Rupanya hari itu, dia membawa beberapa makhluk darat ke rumah kapsulnya di BikiniBottom. Salah satunya seekor ulat kecil. Setelah perkenalan, walaupun buruk rupa, si ulat terlihat lucu bagi SpongeBob dan Patrick. Karena itu, mereka berdua sama sekali tidak keberatan menjaga si ulat, selama Sandy pergi.

Sepeninggal Sandy, SpongeBob dan Patrict mengajak si ulat bermain. Asyik sekali. Malahan terlalu asyik, sehingga mereka berdua sepakat hari itu adalah hari terindah yang pernah mereka alami. Setibanya waktu malam, Sandy tak kunjung pulang, mau nggak mau SpongeBob dan teman gemuknya pulang meninggalkan si ulat di rumah kapsul Sandy. Di dalam botol selai sih. Pasti aman. Begitu pikir keduanya.

Nah, pagi-pagi sekali SpongeBob dan Patrick pergi ke rumah Sandy untuk bermain lagi. Tak dinyana, si ulat sudah tidak ada lagi. Yang ada di dalam botol selai adalah seekor kupu-kupu cantik. Sayang mereka berdua tidak mengetahui proses metamorfosa yang terjadi dalam semalam. Sandy pun lupa menginformasikannya. Ketika si kupu-kupu kecil mengajak bermain seperti hari sebelumnya, baik SpongeBob maupun Patrick ketakutan setengah mati. Mungkin karena antenanya atau matanya atau entahlah. Mereka belum pernah melihat makhluk itu!

Yang menarik dari kisah ini adalah teror yang dialami SpongeBob dan Patrick secara individual sebetulnya hanya permulaan dari kerusakan masif di BikiniBottom. Jika makhluk tak dikenal itu berada di botol selai tempat si ulat tidur malam sebelumnya, sementara si ulat sudah tidak ada, KESIMPULAN yang dapat diambil adalah makhluk aneh itu sudah membinasakan si ulat. Telah ketakutan sebelumnya, SpongeBob dan Patrick mengambil kesimpulan lanjutan bahwa kupu-kupu itu adalah monster.

Selanjutnya, bukan perkara sulit buat SpongeBob dan Patrick untuk membuat seluruh isi BikiniBottom panik. Kemudian, kepanikan masal itu lebih mudah lagi menyebabkan kerusakan masif. Sebetulnya kerusakan itu dibuat sendiri oleh penduduk BikiniBottom. Si monster kecil hanya perlu menampakkan diri untuk men-trigger kepanikan di alam pikiran, kemudian di alam nyata, dan selanjutnya di alam kerusuhan dan kerusakan. Tidak seorang pun warga BikiniBottom berani melumpuhkan si monster kecil.

Akhirnya Sandy kembali dari daratan ke BikiniBottom. Ia cemas melihat kerusakan BikiniBottom. Ia heran melihat semua orang lari tunggang langgang, menyebabkan kerusakan, dan kemudian ngumpet. Ketika ia melihat kupu-kupu cantik di dalam gelembung, betapa senangnya ia mengetahui ulatnya sudah mewujud menjadi makhluk cantik. Ia kemudian memasukkannya ke dalam botol selai untuk dibawa pulang ke rumah kapsul. Tercenganglah ia ketika seluruh warga menyambutnya bak pahlawan super...

Satu kisah SpongeBob di atas tetaplah cerita anak-anak, tapi coba renungkan. Pernahkah kita mengalaminya? Karena ketidaktahuan, kita memproduksi phobia. Mulanya individual dan kecil, tapi kemudian membesar dan selanjutnya terkadang merusak. Pernahkah? Di rumah? Di komunitas? Di kantor? Atau bahkan di level negara dan dunia? Saya...... pernah! Makanya ketika nggak sengaja nonton cerita ini bersama anak-anak, saya terpingkal-pingkal sendiri, mentertawakan diri. Anak-anak nggak ngerti, sementara istri menegur seperti biasa: "Ayah, ayah. Anak-anak aja ga ketawa!"

Selengkapnya.....

Selasa, 17 November 2009

Qurban Memaknai Syukur

Asal kata syukur adalah syakaro. Kiasannya adalah rumput atau ternak yang tumbuh subur atau gemuk dengan air yang seadanya atau kondisi apa adanya. Di dalam surat al kautsar, digambarkan bahwa Allah memberikan ni'mat yang sedikit (a'to) di sisi Allah tetapi bagi manusia sangat banyak (kautsar). Untuk perbandingan saja, kautsar jauh lebih banyak dari kastiir yang artinya sudah sangat banyak lho.

Maksud a'to (sedikit) di sisi Allah sebagaimana gambaran setetes air laut yang jatuh dari satu jari yang baru dicelup di lautan. Yang sedikit tersebut lebih sering diburu manusia di dunia, padahal ni'mat yang jauh lebih banyak adalah seluas dan sedalam lautan dibandingkan setetes airnya. Ni'mat seluas dan sedalam lautan itu diberikan Allah untuk penduduk surga. Maksud kautsar (hampir tak terbatas) memang banyak sekali hingga tak dapat dihitung, bahkan jika seluruh manusia bekerja sama menghitungnya.

Dikisahkan bahwa manusia terkaya, yaitu Nabi Sulaiman, suatu hari ingin menyediakan makanan untuk seluruh makhluk di bumi, untuk satu hari saja. Beliau mengerahkan seluruh pasukannya dari golongan manusia dan golongan lainnya untuk menghitung kebutuhan seluruh makhluk. Tibalah saatnya niatan beliau dilaksanakan. Ternyata masih ada ikan nun yang belum tersurvey. Satu kali buka mulut, ikan nun mengkonsumsi berton-ton makanan. Ikan itupun mengeluh kepada Allah, "Mengapa rizkiku hari ini sedikit banget?" Tersungkurlah Nabi Sulaiman.

Untuk mensyukuri ni'mat Allah yang tak terhitung itu, di dalam surat al kautsar kita diperintahkan mendirikan shalat dan berqurban. Artinya menjaga hubungan vertikal dengan Allah dan hubungan horizontal dengan sesama. Karena disandingkan dengan shalat, qurban pasti memiliki arti yang luar biasa. Dengan makna luhur itu, qurban itu mesti dilakukan dengan cara terbaik. Hewan qurbannya pun harus yang terbaik, antara lain cukup umur dan sehat.

Syarat-syarat hewan qurban dan tatacara melaksanakan qurban itu sendiri diatur demikian lengkap sesuai dengan spiritnya. Misalnya seorang yang bermaksud berqurban dilarang memotong rambut dan kuku sejak hilal dzul-hijjah hingga qurban terlaksana. Selain itu, persiapan harus sangat matang. Tempat penyembelihan harus dibedakan dari tempat menguliti dan memotong-motong. Wow, indahnya, hewan qurban intinya harus disayang-sayang.

Dalam suatu hadist, diberitakan Rasulullah mencela seseorang yang mengasah goloknya di depan hewan qurban. Kita harus berempati jangan sampai hewan qurban itu memiliki perasaan disembelih berkali-kali. Menyembelih hewan qurban di depan hewan qurban yang lain juga dilarang. Oh, bukannya hewan tidak berperasaan. Tidak! Hewan qurban itu punya perasaan juga yang harus dijaga.

Secara filosofis, ibadah qurban sangat tinggi nilainya sebagaimana kita ketahui dari teladan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Wajar saja jika tatacaranya diatur demikian istimewa. Dibalik aturan fiqh yang demikian istimewa itu terdapat nilai luhur berqurban yang sesungguhnya. Kita harus senantiasa menghilangkan sifat-sifat rendah, seperti egois, rakus, nggak tahu diri, dan lain-lain. Demi apa? Ya... demi cinta kepada Allah yang Maha Tinggi. Nah, dalam pengertian ini, berqurban dapat dilakukan kapan saja.

Ilustrasinya, kalau ada keinginan membeli mobil baru, sementara tetangga sedang sakit keras, dan di tangan ada uang 100 juta. Dengan spirit berqurban, keinginan mobil baru di-qurban-kan untuk memenuhi kebutuhan mengatasi sakit parah. Kan, pada orang-orang yang sakit, apalagi sakit parah, Allah 'menunggu' kita untuk menjenguk-Nya. Memang sih, masih banyak contoh-contoh lain yang bisa diceritakan, namun rasanya cukuplah bahasan ini sampai di sini. Kalau belum puas, silakan hubungi Ustadz Habiburrahman*.


* Artikel ini diadaptasi dari materi pengajian warga di tempat kami hari ahad lalu yang disampaikan Ustadz Habiburahman. Beliau sedang menyusun disertasinya untuk gelar doktor di UIN.

Selengkapnya.....

Senin, 26 Oktober 2009

Komunikasi Lancar Informasi Benar

Segera setelah dilantik, Menkominfo yang baru menyampaikan kepada publik slogan "komunikasi lancar, informasi benar" yang diusung oleh beliau. Nggak banyak pejabat eksekutif, apalagi menteri, yang fasih berpantun, seperti yang satu ini. Karena kemahirannya berpantun itu, nggak heran kalau beliau cepat banget mengeluarkan slogan terkait kementerian yang dipimpinnya.

Apa sih maksud beliau dengan komunikasi lancar? Kemudian informasi benar? Terlebih lagi komunikasi lancar, informasi benar? Apa maksudnya jika komunikasi lancar, maka informasi benar? Banyak pertanyaan yang dapat diajukan. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul justru menunjukkan keberhasilan awal dari slogan itu, yaitu awareness. Nggak cukup di situ. Agar benar-benar berhasil, slogan itu (anggaplah ia sebagai visi) harus dijabarkan lebih lanjut melalui komunikasi misi, strategi, dan program-program kerja nyata yang konsisten.

Sering ada kritik agar substansi lebih dikedepankan daripada simbol. Bener sih, tapi dari pengalaman pribadi, saya menyimpulkan simbol dapat digunakan sebagai sarana komunikasi yang sangat efektif. Ambillah contoh rambu-rambu lalu lintas. Semuanya simbol. Anak-anak sering bertanya apa sih S yang dicoret, P yang dicoret, P aja, dan lain-lain. Nggak cukup sekali ngejelasinnya.

Begitu simbol sudah terinternalisasi, wow betapa efektifnya dia. Bahkan tanda lampu yang menyala, sudah cukup membuat anjing Pavlov memproduksi liur, karena mengira makanan segera diberikan. Di kantor, terasa banget manfaat simbol dalam perkara komunikasi. Kami menggunakan jargon KISS (keep it simple Sir, atau orang lain lebih senang menerjemahkannya keep it simple stupid) dalam upaya perbaikan sistem-sistem informasi agar lebih efektif dan efisien.

Kami memlesetkan KISS (yang juga berarti koordinasi-integrasi-sinergi-simplifikasi dalam strategi komunikasi massa yang saya pelajari dari Effendi Gazali di TV) menjadi KSS: koordinasi-sinergi-simplifikasi. Tujuan akhirnya tentu simplifikasi pada waktunya, setelah kondisi lebih kondusif sebagai hasil garapan strategi koordinasi dan sinergi.

Kembali ke slogan "komunikasi lancar, informasi benar" saya kira Menkominfo perlu mengerjakan PR agar simbol ini efektif. Strategi yang sempat dijelaskan di media massa akhirnya perlu dijabarkan menjadi program-program kerja nyata yang didukung kebijakan yang jelas dan dapat diterima publik.

Pertama, komunikasi lancar mensyaratkan upaya menghilangkan hambatan-hambatan komunikasi. Bila perlu, saluran-saluran baru mesti diciptakan. Program komputerisasi desa perlu dilanjutkan dan diperluas. Secara umum, untuk menekan biaya, para operator terkait harus didorong untuk bekerja sama dalam membangun dan menggunakan infrastruktur bersama. Biaya ICT yang makin murah dan terjangkau, apalagi lewat media mobile, akan memastikan slogan komunikasi lancar terwujud nyata.

Kedua, informasi benar mensyaratkan kesiapan kultur, di samping kesiapan regulasi. Pertanyaan mengenai siapa yang dapat mengklaim bahwa suatu informasi benar atau salah perlu disikapi dengan bijak. Nggak mesti dengan jawaban hitam putih. Pendekatan otoriter agaknya semakin sulit diterapkan, walaupun kita masih melihat praktiknya di negara tertentu. Saya pribadi menilai ada area yang perlu regulasi keras dan ada yang tidak perlu regulasi keras - tepatnya mungkin tidak bisa diregulasi sehingga nggak perlu.

Slogan informasi benar ini memang lebih rumit dibandingkan komunikasi lancar. Problem budaya lebih efektif didekati dengan edukasi. Ini nggak berarti hasilnya baru kelihatan setelah lama sekali. Kunci jawabannya ada pada program-program kerja edukasi yang sistematis di satu sisi dan agresif di sisi yang lain. Butuh dana? Iyalah, sama seperti solusi untuk slogan komunikasi lancar. Kata dosen saya dulu di Bandung (ungkapan rada sombong sih - Y Pan), seorang insinyur harus memecahkan masalah dengan sumber daya yang terbatas. Kalau menggunakan sumber daya nggak terbatas, nggak usah insinyur juga bisa.

Masih terkait informasi benar, di area yang harus diregulasi, pemerintah HARUS membuat aturan riil yang efektif. Edukasi bagus dalam hal ini, tapi nggak cukup. Ambillah contoh perusahaan yang telah go public. Apa iya, pemerintah nggak ambil pusing jika perusahaan mengeluarkan informasi ke publik seenak-udelnya? Apa iya CEO-nya dibiarkan cuci tangan jika ternyata informasi itu terbukti salah? Untuk perusahaan-perusahaan yang risikonya tinggi, misalnya lembaga-lembaga keuangan, urgensi regulasi ini ikut tinggi juga.

Untuk lembaga publik, gimana? Perlu regulasi nggak? Tentu... Alasannya mirip dengan di atas. Intinya adalah lembaga-lembaga, baik publik maupun swasta, yang berurusan dengan kepentingan orang banyak harus dipastikan transparan dan akuntabel dalam mengeluarkan informasi ke publik. Masyarakat berhak mendapatkan yang terbaik!

Selamat bertugas Pak Tif. Semoga Anda berhasil menebar sebanyak-banyak manfaat buat negeri tercinta di bidang tugas kementerian Anda, amin.

Selengkapnya.....

Senin, 12 Oktober 2009

Masalah Air

Bangun sebelum subuh nggak mudah. Hanya orang tertentu saja yang mampu melakukannya secara konsisten. Pagi tadi, saya mulai terjaga jam 4.00. Wah bakal nggak sempat shalat malam nih. Begitu saya pikir. Masih ada niat. Sementara badan saya tetap ngajak tidur, sampai kedengaran adzan subuh. Pada saat yang sama, istri saya teriak dari kamar mandi, “Ayah ada masalah air lagi!” Masya Allah masalah air lagi. Spontan saya bangun dan ngecek pompa sedot, bak penampungan, dan pompa dorong.



Kedua pompa masih hidup. Buru-buru saya matiin. Syukurlah. Kalau nggak, bisa-bisa mesti diservis lagi. Masalahnya pompa sedot air sumur sama sekali tidak menghisap air. Akibatnya penampungan di atas kosong karena mungkin dari kemarin sore air dipake terus. Di samping bocor tentu saja! Karena kami nggak pake bak mandi, terpaksa saya gunakan segalon air mineral Vit untuk memancing air dari sumur. Habis segalon, air nggak kehisap juga. Akhirnya buru-buru saya ke tempat Mbak Ika, buat shalat subuh terus minta air ledeng sebanyak empat galon untuk mancing lagi.

Sibuk deh pokoknya. Nggak berhasil lagi. Bahkan setelah coba mancing lagi dengan tambahan empat galon air. Anak-anak mulai panik dan diarahkan untuk mandi di rumah budenya. Alhamdulillah tinggal deket saudara banyak untungnya. Waktu sudah jam 6.30 dan anak-anak mulai berangkat sekolah, saya sadar jatah cuti harus kepake lagi untuk emergency ini, huhuhu…

Sambil menenangkan diri dan mengelap keringat yang bercucuran, saya mulai memutar akal. Pertama, saya telepon Pak Wawan, tukang pompa yang memasang bak penampungan kami dan pernah membantu menyelesaikan masalah pompa dorong kami. Karena baik nggak ketulungan, Pak Wawan memberikan konsultasi yang sangat berharga. Kemungkinan kelep di dalam sumur nggak berfungsi. Begitu penjelasannya. Rupanya kesimpulan itu diambilnya dari keterangan saya yang nggak penuh-penuh ngisi air pancingan. Dua kali empat galon. Lagi! Eh, ditambah air Vit di awal jadi total sembilan.

Pak Wawan juga berjanji akan mengupayakan temannya di “toko” untuk datang. Setelah agak tenang, saya baru telepon ke kantor. Lewat Mas Tony, saya minta izin. Saya juga menitipkan beberapa agenda pekerjaan hari ini. Sebelumnya, waktu nelpon Pak Mika, Koordinator Tim kami, beliau nggak ngangkat. Siangan dikit, Pak Mika nelpon ke saya dan saya minta maaf karena memutuskan nggak masuk padahal sudah banyak agenda dengan beliau. Ya iya lah, ini kan menyangkut hajat hidup orang banyak. Begitu komentar Emma, teman di facebook.

Saya kemudian mandi di rumah ayahanda tercinta. “Wah, ada kelemahannya juga ya,” komentar beliau mengenai sistem “pengairan” di rumah kami. Diskusi merembet ke alternatif pake air PAM. Di BSD sih bagus, tapi harganya itu loh. Diskusi juga merembet ke wilayah pribadi. Kelihatannya semua baik-baik saja, kecuali masalah air kami. Setelah itu, istri saya giliran mandi di tempat Mbak Ika. Teteh yang biasa nyuci nggak bisa nyuci dan bantuin beres-beres aja. Terus dia minta ijin pulang. Lalu kami sarapan soto mie di Pasar Modern BSD. Lumayan…

Nungguin Pak Wawan lama juga. Beberapa kali saya telepon. Rupanya lagi pada sibuk. Jam 12 seperti yang dikatakannya lewat begitu saja. Akhirnya setengah satu, saya telepon lagi. Juga ke toko tempat ia bekerja. Ternyata tukang pompa dan sumur di toko Pak Joni lagi sibuk ke pelanggan yang lain. Saya memutuskan untuk cari alternatif lain. Kebetulan, alhamdulillah, sehari sebelumnya ada brosur iklan di pagar dari Mulya Technical Service, melayani berbagai servis, seperti kulkas, AC, pompa, dll, dll. Kata orang bijak sih nggak ada yang kebetulan. Mungkin sudah saatnya saya kenalan dengan Pak Mulya.

Di pembicaraan telepon Pak Mul memberikan analisa yang sama dengan Pak Wawan. Ia berjanji datang jam 1.30 siang. Segera bekerja. Ia periksa pompa sedot dan coba memancing. Ah, ternyata memang mesti dibongkar. “Di mana titiknya, Pak?” tanyanya. Saya tunjukkan satu titik di antara pintu dapur dan pintu gudang. Titik itu sudah saya tanyakan informasinya pagi tadi ke Pak Rifky, arsitek rumah kami, dan juga Pak Gimin, tukang besi pembangunan rumah kami. Sebetulnya yang paling tahu adalah Pak Oman, mandor tukang dulu, tapi beliau udah pulang ke Bandung dan belum balik lagi.

“Pak, keramiknya mesti dihancurin,” katanya. Apa boleh buat. Dengan mantap, saya minta beliau mulai bekerja. Setelah dua biji keramik dihancurin, pipa mulai diangkat keluar. Kurang lebih dua puluh meter ke bawah. Bisa dibayangin kalau saya yang ngerjain sendiri. Mungkin seminggu gak kelar-kelar. Belum tentu berhasil lagi. Di tangan profesional yang berpengalaman, pekerjaan selesai efektif dan efisien. Wah, kalau pekerja dan pejabat di sektor publik dan privat semuanya kayak Pak Mul, betapa hebatnya negeri ini.

Sekarang saatnya mencoba hasil kerja Pak Mul. Mudah-mudahan beres…

Selengkapnya.....

Senin, 28 September 2009

Umang-umang

Seneng deh punya binatang piaraan. Tergantung keuangan dan budaya masing-masing, biasanya orang seneng ikan, kucing, anjing, kelinci, dan burung. Jenis lainnya masih banyak, tapi nggak sepopuler ikan dkk. Kami di rumah punya kucing. Yang dulu namanya Cingi, masih sering dikenang, walaupun sudah nggak ada. Baca deh ceritanya di artikel Kucing Kami. Penggantinya Cing-cing, kucing betina mirip dengan Cingi. Mungkin emak si Cingi. Selain Cing-cing, kami juga punya beberapa umang-umang.

Tahu umang-umang nggak? Pak Bahari temen kantor yang orang Jawa Barat menamakannya kumang. Ada juga yang menamakannya klomang. Bahasa Inggris untuk hewan ini adalah hermit crab. Awalnya waktu pindahan dari Bekasi ke BSD, saya suatu hari ke ITC bersama anak-anak. Terus lewat di lapak-lapak penjual tanaman dan hewan peliharaan. Umang-umang langsung mengingatkan masa kecilku dulu. Bedanya, yang di ITC, cangkangnya dihias dan dicat biar menarik. Katanya ngambilnya di Papua. Ukurannya bermacam, dari yang kecil, sedang, sampai yang besar. Hiasan cangkangnya juga sangat bervariasi. Umang-umangnya sendiri ada yang berwarna merah (strowberi), hitam, abu-abu, dan yang paling unik ungu. Sekalian yang ungu itu paling mahal.

Pertama kali beli tiga ekor jenis strowberi. Anak-anak menamakannya Petir, Bola, dan Pohon, sesuai corak hiasan cengkerangnya. Karena belum tahu cara miaranya, akhirnya si Petir dan si Bola mati. Terus saya beli lagi dua ekor jenis strowberi. Anak-anak nggak beri nama, tapi warnanya pink dan biru. Terus yang biru dan si Pohon mati. Setelah itu, saya beli beberapa lagi, sehingga sekarang jumlahnya sembilan. Waktu beli, saya nanya kenapa mudah mati. Katanya umang-umang nggak tahan panas, padahal makannya gampang. Pepaya, semangka, melon, nanas, kotoran kucing (ups maaf), semut, rumputan, dan daun-daunan.

Umang-umang suka masuk ke dalam pasir. Pernah si Pohon dan yang warnanya pink hilang lama, tapi tiba-tiba muncul. Waktu itu nggak sadar kalau mereka masuk ke pasir. Mungkin dia masuk ke pasir karena kepanasan. Sekarang saya selalu sempatkan menyiram bak pasir kami supaya pasir tetap lembab dan nggak terlalu panas di siang hari. Umang-umang juga suka memanjat dan bersosialisasi. Makanya kalau miara umang-umang, jangan cuma satu. Bisa stres dia. Satu lagi yang unik, yaitu mengenai rumahnya. Rumah umang-umang sebenarnya dari hewan lain. Baru-baru ini kami mendapati satu umang-umang kecil kami pindah rumah ke cangkang yang lebih gede (rumah si Pohon yang sudah mati).

Berikut ini beberapa fotonya. Lucu kan?

Berlindung di balik pot...

Sudah sembunyi di dalam pasir, koq masih ketahuan juga sih...

Menjelajah dulu ah...

Asyik tinggi...

Asyik juga...

Baca juga artikel berikut:
http://id.shvoong.com/exact-sciences/biology/1785144-tips-singkat-memelihara-umang-umang/

Selengkapnya.....

Minggu, 20 September 2009

Selamat Iedul Fitri 1430H

TaqobbalalLahu minna wa minkum
Taqobbal ya Karim
Kullu am wa antum bikhoirin
Minal aidin wal faizin
Ied mubarok
Selamat iedul fitri
Mohon maaf lahir dan batin

Selengkapnya.....

Kamis, 17 September 2009

HDE - Sindiran atau Renungan

Di penghujung Ramadhan, merenungi lagi catatan dari sahabat Julian di bawah ini, yang saya ambil bulet-bulet dari note di akun facebook-nya (sesudah dapet izin tentunya).

Pernahkah kamu merasa ragu terhadap nilai-nilai yang saat ini kamu pegang? Pernahkah kamu berpikir tidak ada gunanya lagi mempertahankan nilai-nilai tersebut karena kamu lihat setiap orang malah melakukan sebaliknya? Hati-hati, mungkin kamu terkena Harvey Dent Effect (HDE).


Pernahkah kamu merasa ragu terhadap nilai-nilai yang saat ini kamu pegang? Pernahkah kamu berpikir tidak ada gunanya lagi mempertahankan nilai-nilai tersebut karena kamu lihat setiap orang malah melakukan sebaliknya? Hati-hati, mungkin kamu terkena Harvey Dent Effect (HDE).

Kemarin malam aku diskusi dengan Husni, teman dekatku di Asrama Salman, tentang hal ini. Istilah HDE sendiri aku tahu dari Husni.

Harvey Dent adalah tokoh protagonis dalam salah satu kisah Batman, yang kemudian menjadi penjahat bernama Two Face gara-gara dihasut oleh Joker. Kisah ini bisa dilihat di film The Dark Knight. Joker memang berniat sekali melakukan hal ini karena punya satu tujuan: membuat orang tidak percaya lagi pada penegakan hukum di Gotham City. Joker bukan hanya ingin menebarkan kejahatan di Gotham City. Ia menginginkan lebih. Ia ingin setiap orang tidak percaya lagi akan adanya kebenaran. Dasar orang gila.

Harvey Dent adalah orang yang sangat terkenal di Gotham City. Sebagai seorang jaksa yang berkali-kali menjebloskan para penjahat ke penjara, ia bisa disebut sebagai ikon perlawanan terhadap kriminalitas di Gotham City. Apa jadinya kalau orang seperti Harvey Dent malah melakukan kejahatan yang dikutuk oleh publik? Orang-orang baik akan kecewa dan putus asa. Inilah target Joker.

Upaya Joker hampir berhasil, namun akhirnya digagalkan oleh Batman. Batman bersedia menanggung semua kesalahan Harvey Dent, sehingga nama Harvey Dent tetap dikenang sebagai pahlawan, sementara dirinya dianggap sebagai penjahat. Kepercayaan penduduk Gotham City terhadap para penegak hukum pun terselamatkan.

What is the moral of this story?

Mari kita mulai dengan mengambil contoh dari kehidupan kita sehari-hari. Apa yang kamu pikirkan kalau kamu melihat hal-hal seperti ini:

1. juara kelas di kampus kamu ketahuan mencontek,
2. boss kamu bolos, atau
3. dosen kamu merokok :)

Kamu pasti sangat kecewa. Mungkin marah. Bagaimana kalau hal ini terjadi pada lingkup yang lebih luas? Kota, misalnya, seperti kisah Harvey Dent. Atau bahkan negara. Kita bisa kehilangan figur yang kita teladani dan kehilangan arah.

Walaupun kamu menganggap diri kamu cuma orang biasa, bukan berarti kamu terhindar sepenuhnya dari kemungkinan menjangkiti orang-orang terdekat kamu dengan HDE, lho, khususnya pada orang-orang yang menjadikan dirimu sebagai teladan. Mungkin adikmu, adik kelasmu, atau orang yang kamu pimpin dalam lingkup sekecil apapun.

Mmm...kuncinya adalah sadar akan peran sosial yang sedang kamu mainkan. Tidak semudah seperti mengatakannya, sih. Tapi selalu mungkin :)

So, what to do know?

Just be yourself. Keep your value and trust yourself. At least there will be someone who keep your value. You.

That's all from me and I would be very thankful if you add another things to do after reading this note :)

Selengkapnya.....

Rabu, 16 September 2009

Master Data Management

Pengetahuan sangat menentukan bagi keberhasilan suatu organisasi, profit maupun nonprofit. Pengetahuan bahkan boleh jadi merupakan sumber daya yang lebih menentukan daripada sumber daya lain, termasuk kapital. Contoh: negara maju tidak selalu kaya sumber daya alam, sebaliknya negara yang kaya sumber daya alam banyak yang masih berkembang. Pengetahuan eksplisit yang bisa disebarkan melalui berbagai media disebut informasi yang di bawahnya didukung oleh data. Sederhananya, kualitas data dan informasi menentukan kualitas pengetahuan dan akhirnya kualitas organisasi.

Salah satu permasalahan yang dihadapi banyak organisasi adalah data dikelola sendiri-sendiri oleh berbagai unit fungsional dan struktural di dalam suatu organisasi. Pengelolaan yang bersifat enterprise-wide belum menjadi praktik yang matang. Ini dapat menyebabkan perusahaan tidak memiliki data yang akurat mengenai pelanggan, produk, dan akunnya, di samping data lain. Contoh: seorang pelanggan berhubungan dengan berbagai divisi penjualan suatu perusahaan. Pada unit A, misalnya dia direkam sebagai Muhammad Arif, Jl Abdul Muis, Gang Masjid I, RT 01/01, No 389, Jakarta. Pada unit penjualan B, misalnya dia direkam sebagai M. Arief, Jl Abd Muis, Gg Masjid I, RT 01/01, No 389. Umpamakan ybs merupakan pelanggan rutin dengan pembelian cukup besar. Karena dianggap sebagai orang yang berbeda, perlakuan terhadap ybs bisa jadi tidak semestinya, yang menyebabkan penjualan ke ybs tidak optimal.

Untuk kasus dunia perbankan, contoh Informasi Debitur sepertinya cukup mengena. Karena satu orang debitur dapat direkam di dalam sistem sebagai orang-orang yang berbeda, perlakuan terhadap ybs boleh jadi tidak tepat. Ketika masalah ini serius di skala mikro dan masif di skala makro, risiko bagi organisasi atau perusahaan boleh jadi sangat tinggi. Oleh karena itu, inisiatif kualitas data / informasi sudah menjadi perhatian perusahaan-perusahaan di Amerika dan di dunia dalam beberapa tahun terakhir, akan tetapi hasil inisiatif tersebut kelihatannya masih belum maksimal karena problem utama berupa pengelolaan (governance) master data yang bersifat silo, tidak terintegrasi dengan baik secara enterprise-wide, bahkan di Amerika.

Gambaran umum ke depan adalah aspek teknis Master Data Management (MDM) tidak dapat dipisahkan dari aspek governance yang meliputi kebijakan, leadership, proses, dan budaya. Salah satu tantangan pada aspek budaya adalah bagaimana melakukan paradigm shift from data ownership to data stewardship. Artinya personil yang menangani data dan informasi akan memberikan nilai yang jauh lebih besar ketika orientasinya tidak pada memiliki data dan informasi yang dikelolanya tetapi lebih pada melayani stakeholder dalam rangka memberikan kualitas data dan informasi terbaik. Tentu dengan catatan data dan informasi hanya diberikan kepada stakeholder yang berhak mendapat akses.

Beberapa prediksi ke depan terkait perkembangan MDM adalah sebagai berikut. Pertama, data governance akan menjadi kewajiban regulatoris di beberapa negara. Oleh karena itu, kemampuan organisasi dalam data governance akan menjadi obyek audit, dan ini terjadi terlebih pada lembaga-lembaga keuangan yang secara natural memiliki risiko yang tinggi (contoh: kasus Madoff). Kemampuan perusahaan dalam mengelola data stakeholder dan data akun yang berkualitas tinggi dapat mengurangi risiko terjadinya kasus seperti itu. Kedua, data akan diperlakukan sebagai aset di neraca perusahan sebagai intagible. Semakin tinggi kualitas data, semakin tinggi nilainya sebagai aset di neraca. Ketiga, kalkulasi risiko akan lebih banyak diotomasi. Keempat, peranan CIO akan lebih banyak pada akuntabilitas terhadap kualitas data dan informasi. Kelima, personil akan mempunyai tanggung jawab yang lebih banyak dalam proses governance yang bersifat enterprise. Kurang lebih demikianlah prediksi IBM.

Terkait penerapan MDM di organisasi-organisasi, tingkat kematangannya berbeda-beda. Menurut MDM Institute, pada tingkatan awal (anarchy / basic), master data dikelola mengikuti aplikasi tertentu sesuai proyek-proyeknya masing-masing. Pada tingkatan kedua (feudalism / foundational), master data dikelola mengikuti standard dan metode tertentu serta menggunakan perangkat dan prosedur yang bersifat lintas proyek dan aplikasi. Pada tingkatan ketiga (monarchy / advanced), pengelolaan master data di-drive oleh bisnis sementara data dan metadata di-share bersama lintas sumber. Tingkatan terakhir (federalism / distinctive), master data dikelola secara moduler mengikuti aturan compliance tertentu dengan roles dan responsibilities yang jelas secara organization-wide. Model tingkat kematangan alternatif mengikuti model SMM Carnegie-Mellon (Initial, Managed, Defined, Quantitatively Managed, Optimized), tetapi intinya sama dan tantangannya adalah bagaimana mengoptimalkan pengelolaan master data ke tingkat terbaik.

Ketika suatu organisasi ingin meningkatkan pengelolaan MDM-nya, faktor yang menentukan selain isu-isu governance di atas adalah kualitas konsultan yang direkrut. Pertama, konsultan tersebut harus memiliki metodologi data governance. Kemudian, ia harus memiliki model data yang sesuai dengan industri atau organisasi. Selanjutnya, konsultan ybs harus memiliki pengalaman SOA (service-oriented architecture). Terakhir, yang tidak kalah pentingnya, pengalaman konsultan ybs menggunakan produk MDM yang ada di pasar dan pengalaman mengerjakan proyek MDM itu sendiri.

Dari sisi teknis infrastruktur, produk MDM yang tersedia di pasar sangat beragam. Pada satu ekstrem, solusi registri banyak diminati karena lebih mudah diimplementasikan dengan tingkat resistensi yang lebih rendah. Pada ekstrem yang lain, solusi operasional atau transaksional merupakan solusi paling ideal, walaupun lebih sulit diterapkan. Di antara keduanya, ada solusi-solusi kombinasi yang boleh jadi cocok untuk kasus-kasus tertentu. Di antara solusi-solusi yang baik, masih terdapat rentang antara solusi miopik dan jangka panjang. Pada solusi miopik, master data yang dikelola masih bersifat sangat spesifik entitas tertentu saja, misalnya pelanggan saja atau produk saja atau akun saja. Pada solusi jangka panjang, master data yang dikelola sudah bersifat multi-entitas dan multi-domain, mencakup pelanggan, produk, akun, dan lain-lain (mencakup hampir semua parti).

Kesimpulannya, MDM akan menjadi salah satu penentu kualitas data dan informasi di suatu lembaga. Keberhasilan penerapan MDM tergantung sekali pada faktor leadership dan governance, di samping faktor pengalaman konsultan dan produk MDM yang dipilih. Nah, jika MDM telah berjalan baik di suatu perusahaan atau lembaga, dapat dikatakan perusahaan atau lembaga tersebut telah memiliki perangkat yang efektif untuk memastikan kualitas data dan informasi yang menjadi asetnya.

Lihat artikel terkait:
Arsitektur Sistem Informasi

Selengkapnya.....

Senin, 07 September 2009

Cerita Jenaka

1. Suatu ketika terjadi kecelakaan di jalan. Kelihatannya jatuh korban. Serius! Masyarakat sekitar mulai berkerumun untuk melihat. Seorang wartawan datang. Dengan sedikit tipu muslihat, dia berhasil menerobos kerumunan. Caranya? Dia mengaku bapak korban. Spontan massa memberi jalan. Sesampainya di depan korban, pucat pasilah dia. Korban ternyata seekor anak monyet.

2. Masyarakat mengidap penyakit. Lho penyakit apa? Penyakit daun kering! Wah, jenis penyakit apa itu? Mudah dikumpulkan, sulit diikat, berisik, dan mudah dibakar! O-o.

3. Seorang pemuda mengendarai motor tengah malam. Di perempatan, lampu merah menunggu. Kadung! Ia terobos aja, sementara polisi bersiap menyetopnya. SIM? Ada Pak! STNK? Ada Pak! Lalu kenapa Saudara melanggar lampu merah? Maaf Pak, saya nggak tahu ada Bapak.

4. Negara ibarat kapal besar. Salah satu penumpang ngebolongi kapal. Nggak tahu deh kenapa. Mungkin itu jalan singkat mendapatkan air. Harusnya penumpang yang lain mencegahnya. Kebetulan temennya lewat deket situ, lalu bertanya. Kamu lagi ngebolongi kapal ya? Iya! Kayaknya saya bisa ikutan nih. Begitulah negara ini...

5. Pulang umumnya menyenangkan. Habis jalan-jalan, capek, kemudian pulang. Senang! Setelah bekerja setengah mati, kemudian pulang ke rumah. Senang! Masyarakat juga punya tradisi mudik lebaran. Senang! Tapi waktu ditanya senang nggak pulang ke Rahmatullah, biasanya kita nggak langsung jawab. Takut kecepetan!

Demikianlah beberapa cerita jenaka yang disampaikan KH Zainuddin MZ di masjid kantor dalam rangka peringatan Nuzulul Qur'an hari ini. Setelah sekian lama nggak muncul di mimbar masjid kami, mungkin karena kesibukannya di dunia politik, kehadiran beliau disambut cukup hangat. Ustadz-ustadz kondang lain yang diundang belakangan ini di antaranya KH Abdullah Gymnastiar (sayang waktu itu pas saya keluar kota) dan KH Anwar Sanusi. Wah, charging-nya lumayan alhamdulillah.

Balik ke KH Zainuddin MZ, kesan saya gaya entertaining beliau belum berubah. Memang ada risiko pesan komprehensif da'wah malah nggak nyampe. Bahkan walau kerangka utuh khotbahnya cukup kuat, tetep nggak lengket karena ada risiko guyonan justru lebih atraktif buat audiens. Bagi saya ceramah tadi cukup mengena. Mudah-mudahan audiens yang lain kena juga.

Di akhir ceramah kiai sejuta umat ini, memasukkan pesan utama pentingnya keyakinan dan orientasi akhirat. Dengan teratasinya KUMAN (kurang iman), penyakit bangsa berupa KUDIS (kurang disiplin), KURAP (kurang rapi), dan KUTIL (kurang teliti) insya Allah akan teratasi. Nah, sebagai perantau di dunia ini, niscaya kita akan pulang. Selama merantau, kita ambil yang perlu dan kita nikmati yang boleh. Nggak berlebihan.

Cerita-cerita itu? Ya, fungsinya memang sebagai pelumas ceramah, biar lebih smooth. Hanya itu? Nggak! Lebih dari itu, banyak hikmah yang dapat dicerna melalui simbol dan perumpamaan.

Selengkapnya.....

Jumat, 04 September 2009

KD dan AA'

Kemarin kita menyaksikan fenomena alam yang cukup menegangkan. Ketika dua lempeng bumi beradu di kedalaman bumi, goncangannya beberapa saat terasa di permukaan. Kita yang mengalaminya, terutama yang sedang berada di struktur rentan gempa seperti gedung-gedung tinggi, berlarian bak anai-anai panik berusaha menyelamatkan diri. Memang ada kejadian alam yang lebih mengerikan, tapi gempa kemarin itu sudah cukup membuat kita pucat pasi. Sendirinya begitu, saya kemudian menelepon ke rumah di kawasan Serpong dan mendengarkan kecemasan yang sama saat-saat goncangan. Bisa sangat tragis, seperti gempa besar di San Francisco dan tsunami di Aceh, kejadian alam kemarin sepertinya masih jauh lebih kecil ukurannya dalam Skala Richter dibandingkan gempa sosial dalam keluarga KD dan Anang.

Lho, koq? Iya lah, dibandingkan liputan gempa yang berpusat di Tasik, liputan peristiwa tragis dalam keluarga KD dan Anang dijamin lebih banyak. Memang problem keluarga itu sebelumnya pernah terdengar di permukaan publik, namun dasar saya jarang mengikuti berita selibritis, saya nggak pernah serius mengikutinya. Sampai Selasa pagi yang lalu. Beberapa koran dan tabloid yang dijajakan di Stasiun Rawabuntu menebar headline kata CERAI dengan huruf-huruf besar dan warna merah mencolok. Layar TV dan ruang dengar kita pun dijejali beribu kata CERAI yang dikelilingi kata-kata bernuansa ketidaksetiaan di sana sini. Oh, memang kebanyakan (atau semua – mungkin lebih tepatnya) kita nggak pernah tahu kejadian yang sebenarnya. Untuk mendapatkan ”kebenaran” yang dapat diterima, kita masih perlu waktu. Kebenaran sejati hanya dapat diketahui di Hari Pembalasan tentunya.

Melayangkan ingatan ke paras mukanya yang hampir selalu senyum di layar kaca, saya terenyuh menghadapi kenyataan mengenai Aa’ Gym dan gempa sosial yang menimpa keluarganya, yang hingga sekarang masih terasa goncangannya di masyarakat luas. Terus terang saya termasuk penggemar beliau. Ketika ia berusaha keras menjelaskan what’s going on with his family, saya nggak terlalu ambil pusing juga. Mungkin banyak ibu-ibu penggemar beliau pernah terlanjur memendam persepsi kalau ia tidak akan melakukan poligami berdasarkan ceramah-ceramah sebelumnya. Bagi saya, selama yang dilakukannya tidak bertentangan dengan hukum agama dan negara, pendapat umum OK-lah dianggap sebagai feedback. Sayang, seribu kali! Ia mesti berhadapan langsung dengan hukuman sosial yang level dan intensitasnya mungkin kurang layak. Sampai-sampai seluruh stasiun TV melakukan boikot terhadapnya, dengan atau tanpa instruksi.

Nah, kalau kita bandingkan tiga peristiwa ini, apa sih pelajaran yang bisa kita petik. Pertama, kayaknya gempa sosial bisa lebih dahsyat efeknya dibandingkan gempa bumi. Korban gempa sosial, walaupun nggak langsung berdarah-darah, bisa lebih banyak. Pelan-pelan tapi serius. Dalam jangka panjang, mungkin bisa juga berdarah-darah. Untuk kasus tertentu sampai ke perang saudara. Kembali ke tiga kasus tadi, minimal para pedagang yang biasa mangkal di DT terpaksa beroperasi di tempat lain, dengan penjualan yang seret. Betapa banyak pegawai yang mencangkul di lingkaran DT terpaksa diistirahatkan? Memang... di setiap kesulitan ada kemudahan. Misalnya, ketika tsunami kecil terjadi di Situ Gintung, banyak pihak justru kegiatan ekonominya berputar lebih kenceng. Contoh lain, lengsernya Aa’ dari layar kaca memberi kesempatan kepada da’i-da’i baru untuk muncul. Lainnya, perang di Iraq dan Afghanistan memberikan demikian banyak lapangan kerja di negeri Paman Sam. Dst.

Terus apa lagi pelajarannya? Ini ni yang mungkin lebih menarik... Hukuman sosial tidak selalu berbanding lurus dengan tingkat kesalahannnya. Kalau Aa’ Gym melakukan poligami, ”dihukum berat” oleh masyarakat, akankah kita mendapati KD ”dihukum lebih berat” oleh masyarakat karena adanya pria lain ketika Anang masih menjadi suaminya yang sah? Misalnya, akankah kita melihat boikot dilakukan oleh media masa, elektronik maupun cetak, terhadapnya? Akankah seseorang di atas sana mengistruksikan media untuk melakukan boikot? Akankah para EO menghindari KD? Akankah ...? Masih banyak lagi deh deretan pertanyaannya. Bisa-bisa kalau diteruskan, sampe kelupaan gempa Tasik sudah makan korban nyawa lima puluhan!

Selengkapnya.....

Selasa, 25 Agustus 2009

Kenangan Lama

Setiap orang punya kenangan. Kalau nggak, mungkin dia sedang sakit. Amnesia. Kenangan kita tentu berbeda-beda. Ada yang didominasi kenangan manis. Tidak sedikit yang sebaliknya. Nah, kalau ditanya apa kenangan termanis Anda, banyak yang akan menjawab ibu.

Suatu hari saya sendirian kedinginan di balik selimut. Walaupun matahari sudah tinggi, udara dingin menusuk tetap nggak mau pergi. Sebenarnya di luar sana begitu banyak kesibukan kota. Ada yang belajar. Ada yang jualan. Ada yang bersenang-senang. Ada juga yang cuma menghabiskan waktu yang membeku, sambil menunggu belas kasih sesama. Karena sudah bosan keliling-keliling di tengah kebisingan, saya mencoba menghangatkan diri di kamar.

Walau sudah mencoba berdzikir terus, mata nggak menemukan juga tempat istirahatnya. Biasanya saya akan teruskan saja berdzikir dengan harapan besar menemukan ketenangan dan kasih sayang-Nya. Tiba-tiba keadaan berubah.

Aneh sekali. Perasaan nggak aman mencekam kesadaran. Was-was akan jatuh dari tepi jurang. Was-was terhadap ancaman ular besar yang menyelinap ke kamar. Situasi benar-benar aneh. Sulit dilukiskan dengan kata-kata. Ular itu bisa saja jin lewat. Jurang di depan mata bisa saja risiko-risiko yang mengendap mendekat.

Mungkin... Mungkin kenangan rasa aman di dalam rahimnya membuatku memanggil-manggil dia. Dan dia datang memberi rasa aman. Sudah lama sekali tidak bersua dengannya.

Ya Allah pertemukanlah kami di dalam surga-Mu, amin.

Selengkapnya.....

Selasa, 28 Juli 2009

Allahu Akbar

Saya berkendara menuju rumah ayahanda tercinta untuk mengantarkan makanan. Kebetulan hari itu, ada arisan di rumah, sehingga makanannya cukup spesial. Sehabis melintas di depan masjid Al Hakim, saya belok kiri. Pas di pojok kanan saya lihat dua grup pekerja. Yang pertama adalah grup penggali tanah untuk jalur kabel fiber optic. Yang satunya lagi kelihatannya adalah grup pekerja yang merapikan trotoar di depan rumah pemberi kerja. Hati saya berdesir, takut terjadi konflik antara dua kelompok pekerja keras tersebut karena lokasi mereka sangat berdekatan.

Beberapa hari sebelumnya, saya sudah memperhatikan grup penggali tanah itu. Mereka menggunakan teknik mengebor tanah secara mendatar. Pada satu blok perumahan, galian hanya dilakukan pada titik-titik yang berjarak kurang lebih lima meter satu sama lain. Pengeboran dilakukan mendatar dari satu titik galian ke titik berikutnya. Dugaan saya, jalur yang dibor kemudian dipasangi casing. Soalnya di lokasi kerja sering saya amati ada pipa-pipa peralon seukuran kabel jumbo.



Para pekerja bor mendatar ini sangat rajin. Setiap saya jalan kaki ke masjid untuk shalat Isya, mereka kedapatan masih bekerja dengan rajin. Gimana shalatnya? Gitu saya pikir. Apalagi peralatan mereka sangat minim. Kalau di Amerika pekerja seperti ini dilengkapi sepatu boot, pakaian kerja lengkap, sarung tangan, dan helm, para pekerja bor datar ini hanya menggunakan celana pendek, tanpa alas kaki. Dengan segala kekuatan fisik dan kesabaran, mereka bekerja dengan sangat tekun.



Selang beberepa meter dari pengkolan, saya tiba di rumah ayahanda. Pintunya terbuka, tapi pintu terali besi plus kawat nyamuk terkunci. Saya memberi ucapan salam, tapi tidak terdengar jawaban. Saya mulai ragu, jangan-jangan beliau tidak di rumah. Wah bagaimana ini makan siangnya. Saya coba telepon, tapi nggak diangkat. Pada saat yang sama, saya mendengar keributan dari arah pekerja-pekerja tadi. Sepertinya ada suara teriakan-teriakan. Wah jangan-jangan ada yang berkelahi. Saya menahan diri. Dalam hitungan detik, teriakan-teriakan berubah menjadi Allahu Akbar. Berkali-kali. Bahkan kemudian disusul dengan la ilaha illalLah.

Saya menghentikan percobaan nelepon. Saya lalu mengintip sekilas dari balik pagar. Beberapa orang menuju lokasi keributan, termasuk satpam di pos yang tidak jauh dari situ. Pekerja-pekerja bor datar nampak berusaha menarik rekannya dari lubang galian. Inna lilLahi. Saya pikir rekan mereka kejepit sesuatu. Selang beberapa saat, dari dalam rumah di pojokan seseorang membawa kantong plastik dan menyerahkannya ke pekerja. Ada plastik lagi. Saya merasa kasihan banget dengan yang kejepit. Teriakan frustasi berkali-kali terdengar sampai mereka berhasil mengeluarkannya.

Beberapa saat kemudian baru saya sadar kejadian sesungguhnya. Seorang saksi yang lebih dulu di lokasi menjelaskan bahwa salah seorang pekerja kena sengatan listrik dan tidak bisa dikeluarkan dari lubang. Tubuh hitam berlumpur itu dibaringkan di tanah. Rekannya yang juga berbaju lumpur berusaha membuatnya sadar. Tubuhnya digoncangkan. Kepalanya digelengkan. Dadanya ditekan-tekan. Namanya dipanggil-panggil. Tangisan mulai terdengar. Sedih. Pedih. Perih. Menyesal!



Rasanya hati ini ikut menangis. Oh Allah, alangkah berat cobaan yang Engkau timpakan pada hambaMu. Oh Allah, ampunilah dia yang mungkin banyak melewatkan waktu shalat selama bekerja keras untuk diri dan keluarganya. Oh Allah, terutama ampunilah kami! Oh Allah, pimpinlah kami untuk memperbaiki keadaan ini.

Artikel terkait:
Karakter Pemimpin

Selengkapnya.....

Senin, 13 Juli 2009

Para Pendosa Jalanan

Untunglah ada masa depan dan akhirat. Untunglah hidup tidak hanya satu titik saat ini saja. Untunglah hidup berupa series of events. Ketika pada satu kejadian kita belum beruntung, masih ada harapan masa depan kan berbalik membela. Terlebih lagi situasi dilematis sering mendorong orang berbuat curang. Kalau hidup hanya a one-shot fortune, niscaya pada situasi dilematis semua orang berbuat curang, seperti dicontohkan pada kasus the prisoners' dilemma.

Keadilan Tuhan... Itulah harapan setiap insan. Syaratnya adalah keyakinan yang teguh. Kalau ragu akan adanya balasan Tuhan, kembalilah kita ke suatu kehidupan one-shot fortune. Seolah-olah kepentingan kita hanya di sini dan pada saat ini juga. Pemuasan kepentingan sempit jangka pendek sesaat ini sungguh menjadi satu-satunya kepentingan. Mudah-mudahan kita terhindar dari lemahnya keyakinan yang membuat kita mudah berbuat pelanggaran.

Contoh sederhana adalah perampasan hak di jalan raya. Hampir sebulan silam, saya berkendara ke arah Puncak, dalam rangka mengikuti acara rihlah lulusan Generasi X SDIT Thariq bin Ziyad Bekasi di Wisma Mulyasari. Dari sekolahan, kami berangkat sekitar jam 8.30, tiba jam11.30. Tol Jagorawi dapat dinikmati, tapi begitu mau keluar di Gadog, terasa banget suasana padat dan macet. Sekolahan pada bikin acara di Puncak. Sekedar tip, ke Puncak pada awal musim liburan, walaupun hari kerja, perlu dihindari ATAU sabar perlu dikarungi sebanyak-banyaknya.

Lho di mana cerita perampasan haknya? Sabar... ini baru mau dimulai. Mungkin Anda sudah tahu, kalau lagi rame, lalulintas di area Puncak diatur buka-tutup searah dari atas dan bawah bergantian. Masalahnya kadang mengambil ruas kanan jalan dilakukan tanpa aba-aba petugas. Memang enak sih. Jika sudah ada yang mimpin duluan ngambil ruas kanan ketika lagi macet, para pendosa jalanan lainnya dipastikan akan ikutan. Daripada ngantri. Begitu jalan berpikirnya. Akibatnya ya deadlock kayak di foto-foto berikut ini.





Perlu diketahui bahwa kejadian deadlock pada foto di atas hanya beberapa puluh meter dari Polsek Cisarua! Kami tertahan sejam hanya di sini. Gimana solusinya? Kelihatannya petugas mengurai masalah dengan mengosongkan terlebih dahulu ruas kanan jalan, sehingga arus dari arah berlawanan akhirnya bisa berangsur jalan. Itupun harus dibantu tukang ojek dan anggota masyarakat sekitar. Nah, siapa yang paling dirugikan? Para pengantri di ruas yang seharusnya! Yang paling diuntungkan? Para pendosa jalanan.



Kira-kira apa yang akan terjadi pada kesempatan lain? Para pendosa akan mengulangi pelanggarannya, sementara yang tadinya ngantri dengan baik cenderung murtad dan menjadi pendosa jalanan juga. Soalnya perilaku yang salah malah mendapat reward. Perilaku yang baik malah dikasih hukuman, harus ngantri jauh lebih lama daripada para pendosa.

Untunglah ada akhirat. Orang yang punya keyakinan mantap tidak akan terpengaruh. Keadilan Tuhan akan tegak! Demikian jalan pikirannya. Ya, insya Allah! Hanya saja seharusnya Keadilan Tuhan harus ditegakkan juga oleh pihak berwenang di dunia ini. Itu kalau kita mau maju. Itu kalau pihak berwenang risih dengan merosotnya perilaku berlalulintas. Para pendosa itu harus ditilang semuanya. Gimana caranya? Ah itu masalah teknis. Banyak jalan menuju Roma.

Apa ada untungnya buat pihak berwenang menegakkan aturan? Wah, koq jadi nanya begitu? Kan itu sudah kewajibannya bikin masyarakat tertib dan saling menghormati! Kalau suasana kacau lebih menguntungkan petugas, gimana? Ah masak sih. Nggak jujur itu. Kalaupun demikian, kita nggak usah kuatir. Toh Keadilan Tuhan akan tegak juga pada akhirnya.

Baca cerita terkait lainnya:
Karakter Pemimpin
Musim Libur Tiba
Batman Ksatria Hitam

Selengkapnya.....

Minggu, 12 Juli 2009

Liburan Usai

Musim liburan kali ini bener-bener bikin kami sibuk. Pindahan adalah kegiatan utama kami. Selain mindahin barang-barang, tentu kami harus mindahin sekolahan anak-anak. Beruntung satu orang di pesantren, jadi hanya empat yang mesti menyesuaikan diri dengan lingkungan bakal sekolah baru. Lebih beruntung lagi, tiga anak kami memang pas masuk SMP, SD, dan TK. Hanya satu yang putus di tengah: Aisyah dari kelas 3 ke kelas 4 SD.

Secara umum, musim liburan ini paling exciting sekaligus paling bikin capek dan paling menguras sumber daya. Nggak apalah. Saya pernah dapet nasihat, perubahan besar hanya dapat terjadi kalau kita mau strecth the limit. Momentum ini sekalian merupakan kesempatan untuk belajar membentuk kebiasaan baru dan belajar meninggalkan kebiasaan buruk.

Nah, kemarin kami mengantar Hanif ke sekolah untuk pengenalan dan orientasi. Mulai Senin besok, empat anak kami masuk sekolah. Semuanya pada seneng dan semangat. Alhamdulillah. Karena banyak yang mesti diurus, Kepala Urusan Rumah Tangga kami khusus meminta saya meninggalkan pekerjaan barang sehari, hari Senin ini, buat sedikit ngeringanin kerepotan.

Eh cuma sehari? Cukup? Insya Allah cukup. Lagian, hari Kamis dan Jum'atnya saya ijin cuti lagi, nganterin Rani ke pesantrennya di Solo. Insya Allah, di kelas dua nanti dia masuk kelas internasional dengan penguatan Bahasa Inggris, Bahasa Arab, dan Sains. O, betapa banyak ni'mat yang dilimpahkan Allah pada kami. Semestinya kami terus belajar pandai bersyukur.

Wah, liburan usai, padahal nggak liburan kemana-mana. Ah nggak juga. Waktu itu, kami full team jalan ke arah Puncak, nginep di Wisma Mulyasari, naik lagi ke Cilember, terus main air. Pekan lalu kami, jalan-jalan ke Taman Mini, sekalian sama sepupu-sepupu dan bude-budenya anak-anak, malahan sama Alif dan Desi yang datang dari Yogya buat ngeramein liburan. Terus pas hari pilpres, anak-anak perempuan diajak budenya ke Lippo Super Mall, bersama sepupu-sepupu mereka.

Wah, masih dikit banget! Ah, nggak juga. Di sekitar tempat tinggal kami yang baru, tinggallah yai dan dua keluarga bude anak-anak. Meskipun nggak pergi jalan-jalan, anak-anak asyik bermain di lingkungan baru bersama kerabat, anak-anak tetangga, dan kucing kami 'Emak Cingi' yang kami bawa dari Bekasi. Enaknya lagi, rumah kami menghadap taman yang lalu lintasnya nggak rame. Jadi kalau bosen ngubek-ngubek di dalam rumah atau main pasir di halaman belakang, anak-anak main sepeda mengelilingi taman.

Nah, walaupun liburan mau usai, bolehlah tetap mengharap liburan kali ini penuh manfaat, hikmah, dan berkah buat anak-anak. Ya Allah, berkahilah hidup kami dalam senang maupun susah, dan masukkanlah kami ke surgaMu bersama orang-orang yang baik.

Selengkapnya.....

Kamis, 09 Juli 2009

Karakter Pemimpin

Hari Selasa, 30 Juni, saya berdiam sebentar di masjid kantor setelah shalat zuhur. Kebetulan ada ceramah oleh Ustadz Ahmad Yani dari Khairu Ummah. Tema ceramahnya adalah karakter pemimpin yang baik. Sumber dalilnya adalah pidato inagurasi Abubakar Ash-Shiddieq, sepeninggal Rasulullah. Karena menarik, saya catat isi ceramahnya, dan mungkin ada gunanya kalau saya bagi di sini.

Pertama, tawadhu. Pemimpin yang baik tidak merasa sebagai yang terbaik. Pemimpin sombong, seperti Firaun, senantiasa takut muncul orang lain yang lebih baik dan pantas menjadi pemimpin. Firaun bahkan melakukan rekayasa untuk membunuh calon-calon pemimpin. Tentunya kita pasti ingat kisah Nabi Musa. Orang yang tawadhu tidak akan bertambah apapun baginya kecuali derajat (hadits).

Kedua, siap bekerjasama dengan siapapun. Pemimpin yang baik tolong menolong dengan yang siapa saja dalam kebaikan, tidak dalam dosa. Kerjasama merupakan keniscayaan karena pemimpin, bahkan setiap orang, tidak dapat bekerja sendirian. Nah, semangat kerjasama seperti ini terkait erat dengan sifat tawadhu sang pemimpin.

Ketiga, mengharap kritik dan saran. Bila salah, koreksilah aku. Demikian kata Abubakar, yang ditimpali oleh Umar seraya mengacungkan pedang. Abubakar tidak marah diancam dikoreksi dengan pedang karena Umar adalah sosok yang sangat dikenalnya. Makanya terkait dengan karakter siap menerima kritik dan saran, pemimpin harus berusaha mengenal kaumnya agar siap menerima koreksi.

Keempat, harus jujur (amanah). Pemimpin jujur menyelesaikan masalah dengan cepat. Sebaliknya, pemimpin pendusta justru membuat masalah berlarut-larut. Saya jadi ingat buku The Speed of Trust karya Stephen MR Covey. Baca artikel saya sebelumnya, The Speed of Trust.

Kelima, menunaikan hak rakyat yang lemah. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang pro rakyat kecil! Rakyat kecil dirampas haknya oleh Si Kuat yg Zholim. Oleh karena, pemimpin wajib mengintervensi. Ini berbeda 180 derajat dari pemimpin yang pro pasar tok.

Keenam, memberantas kezholiman rakyat yang kuat. Pemimpin yang baik berkewajiban mengambil hak yang sudah dirampas oleh Si Kuat dan mengembalikannya ke Si Lemah. Untuk melakukan ini perlu keberanian pemimpin. Contoh akibat sifat pengecut adalah ketika pihak berwajib justru takut sama preman pasar. Preman pasar melindungi pedagang yang berdagang bukan di tempatnya, bahkan sampai menutup sebagian besar badan jalan.

Ketujuh, pemimpin yang baik harus menunjukkan ketaatan. Hanya pemimpin yang taat yang pantas ditaati oleh rakyat. Ada hadits yang menyatakan tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam maksiat kepada kholik.

Nah, mari bercermin apakah pemimpin kita benar-benar memiliki ketujuh karakter di atas, seperti Abubakar, sahabat terpercaya. Kalau belum, berarti kita harus berupaya melahirkan pemimpin berkarakter. Lima tahun lagi atau sepuluh atau lima belas. Akan tetapi, pertanyaan yang lebih mendasar adalah apakah kita sendiri memilikinya, karena tiap-tiap kita hakikatnya adalah pemimpin, minimal buat keluarga dan diri kita sendiri.

Selengkapnya.....

Senin, 22 Juni 2009

Musim Libur Tiba

Libur tlah tiba. Libur tlah tiba. Hore, hore, hore... Kayaknya anak sekolah pada jalan semua. Dari TK sampe SMA sampe Perguruan Tinggi. Bahkan bimbingan belajar dan kursus Bahasa Inggris ngadain rekreasi atau rihlah bareng.

Yang duit atau waktunya pas-pasan, perginya deket-deket aja, misalnya ke Taman Mini atau Ancol atau Ragunan. Yang punya waktu dan duit agak lebih, perginya jauhan dikit, misalnya ke Puncak atau Anyer. Yang duit dan waktunya banyak, perginya ke Singapura atau Malaysia atau Umroh sekalian.

Nah, Puncak rupanya masih merupakan tujuan wisata utama. Buktinya hari ini, kami berangkat dari Bekasi jam 8.15 dan tiba di Mulya Sari di Jalan Raya Cipayung menuju Puncak jam 11.15, padahal normalnya mungkin sejam lebih dikit. Mulai dari keluar tol di Gadog, macet udah terasa. Makin ke atas makin macet dan berhentinya makin lama. Kaki ini rasanya mau copot dan nagih minta dipijet. Sayangnya yang biasa disuruh mijet sibuk juga dengan kegiatan masing-masing.

Anak-anak main sampe puas. Ibunya sibuk kumpul dengan ibu-ibu panitia lainnya ngebantu guru ngurusin acara. Di Curug Cilember, Rita dan kawan-kawannya kelas 6 SDIT Thoriq bin Ziyad main air sampe puas. Kami sekeluarga yang ikutan rombongan rihlah juga kecipak kecipuk. Aisyah malah bener-bener nyebur. Ini dia, belum sempet kaki ngasoh setelah nginjek-nginjek pedal kopling, rem, dan gas, pegelnya ditambah lagi naik turun medan Curug 7 Cilember. Biar capek, seneng rasanya lihat anak-anak puas bermain.

Nah, malem ini Rita dan kawan-kawan akan mendapatkan surat cinta dari sekolah. Lulus? Mudah-mudahan seratus persen. Dan mudah-mudahan program mabit (bermalam - Y Pan) terakhir buat anak-anak kelas 6 dengan guru-guru dan staf SDIT Thariq bin Ziyad ini penuh kesan dan hikmah buat semua. Hm... memang berpisah selalu diiringi kesedihan. Sedih berpisah dari teman-teman yang baik!

Selengkapnya.....

Jumat, 19 Juni 2009

Granada Square


Lokasinya di Kencana Loka, Sektor XII, BSD. Susunan tokonya tidak seperti susunan toko lainnya di BSD. Pertama, ukurannya lebih kecil, cenderung seperti ukuran kios. Kedua, tidak semua kios atau toko menghadap langsung ke jalan. Ada yang cuma menghadap pelataran. Ketiga, pelatarannya dibuat agak luas, sehingga bisa digunakan buat jualan kaki lima. Yang jualan di pelataran macem-macem. Ada lontong sayur, zuppa soup, roti jala, aneka jus, pakaian, keperluan sekolah, dan lain-lain.

Saya dan keluarga sering melewatinya karena di dekat situ tinggallah ayahanda tercinta dan keluarga-keluarga kakak saya. Nah, kalau sedang melewatinya, saya merasakan atmosfir mediterania karena namanya. Tampak depan bangunannya gimana ya? Berbau latin sedikit (maksa mode ON). Wajar toh karena Granada aslinya nama ibukota bangsa Moor di Andalusia-Spanyol di era keemasan. Untuk tulisan ini, yang penting standard BSD City di kawasan ini sama dengan kawasan lainnya.



Drainase bagus. Bahkan orang dewasa normal bisa aja menelusuri jaringannya. Parkir memadai. Penerangan OK banget. Toilet umum ada. Pohon dan tanaman OK juga. Ya pokoknya, infrastrukturnya bagus dan memadai untuk pasar kecil di tepian Laut Tengah yang seolah bikin nyaman buat menikmati pemandangan indah di sekitarnya hingga ke Negeri Maghribi di Afrika Utara jika saja mata bisa menembus berpuluh-puluh mil pekatnya udara laut. Bedanya, Granada Square hanya mengenal dua musim, bukan empat musim seperti di Andalusia.

Tahun 2001, kami beli kavling dekat Granada Square. Itu karena desakan Mbak Ika. Bertahun-tahun digunakan buat anak-anak tetangga main bola, baru tahun lalu kavling mulai dibangun karena saya dapet utangan yang lumayan. Cukup? Ya, tepatnya mepet! Nah, empat pekan lalu, kami memulai proses pindahan. Mulai dua pekan lalu, kami mencoba nginep Sabtu malam. Paginya, kami coba menyusuri jalan-jalan sekitar, termasuk jajan di Granada Square itu. Roti jala kare kambing... muantap banget. Anak-anak lebih suka Zuppa soup, kecuali Hanif. Dia memang dari dulu suka kambing, bahkan sejak dalam kandungan, hehehe...

Keasyikan ini memang patut disyukuri. Tinggal berdekatan dengan keluarga besar, itu alasan pertama. Kemudian, lingkungannya asri. Terus alternatif transportasi banyak, khususnya KRL yang paling asyik. Stasiun Rawabuntu nggak jauh, kayaknya bisa ditempuh nggak sampe setengah jam jalan kaki dari rumah. Masjid Al-Hakim juga deket, bisa ditempuh paling sepuluh menit jalan kaki. Semuanya indah. Ya, semuanya... Sungguh? Ah, nggak juga.

Kembali ke Granada Square, tempat ini beberapa waktu lalu sangat rame tiap akhir pekan karena dijadikan Flohmarkt Market, pasar kecil akhir pekan, meniru Flohmarkt di daratan Eropa, khususnya sekitar Jerman. Sekarang, obyek wisata Flohmarkt di Granada Square ditutup. Khabarnya ada warga sekitar yang keberatan, karena pasar kalangan itu bikin kotor. Bahkan aroma kotoran kuda biasa merebak. Bukan cuma itu, risiko keamanan khabarnya meningkat. Ini dia, ternyata di BSD City sekalipun budaya bersih belum sepenuhnya bisa dikondisikan lewat lingkungan yang asri. Kenapa ya?




Kalau area Taman Monas kotor, terutama hari Senin setelah warga berekreasi di situ Sabtu dan Ahad, saya rasa masih bisa dimaklumi. Areanya sangat luas. Pengunjungnya padet dari berbagai lapisan masyarakat. Sementara itu, Pemerintah DKI tahu sendiri kan sudah menghadapi bejibun masalah, walaupun ini sebenernya nggak boleh dijadikan alasan (lihat artikel saya sebelumnya Kebersihan di Area Publik - Y Pan). Granada Square yang jauh lebih kecil harusnya bisa dikelola dengan baik, terutama aspek kebersihan dan keamanannya. Memang kebersihan dan keamanan berjalan seiring.

Di NYC, dulu sistem KRL-nya menyeramkan. Kotor dan nggak aman, sampai terjadi insiden Bernie Goetz. Lalu penanggung jawab keamanan stasiun dan kereta mulai kampanye kebersihan. Setiap kereta yang 'dirusak' dengan grafiti selalu dicat ulang, walaupun baru kemarin dicat. Bersih dan rapi membantu meningkatkan keamanan. Lihat deh artikel saya sebelumnya berupa ringkasan dari Bab 4 The Tipping Point karya Malcolm Gladwell. Menurut hemat saya, pengelola Granada Square mesti kayak gitu juga, tapi... oh jangan-jangan nggak ada pengelola yang bertanggung jawab. Gimana nih BSD?


Selengkapnya.....

Kamis, 11 Juni 2009

Apakah Pak Boed Neolib?

Akhir-akhir ini, banyak pengunjung blog saya masuk lantaran kata kunci Boediono atau Budiono. Terakhir saya menulis mengenai beliau ketika posisi Gubernur BI lowong ditinggal Pak Burhan. Waktu itu, saya buat polling kecil-kecilan siapa yang paling pantas menjadi Gubernur BI. Jawaban di polling waktu itu yang jauh dari ilmiah adalah Pak Boediono. Kebetulan bersamaan jumlah voternya dengan Pak Muliaman Hadad. Saya berspekulasi Pak Boed yang terpilih dan kebetulan beliau terpilih menjadi orang nomor satu BI.

Seakan menegaskan ketokohannya, Pak Boediono kembali menjadi sorotan publik setelah dipilih PD untuk mendampingi Pak SBY mengikuti pilpres 2009. Saya menduga-duga dalam hati bahwa yang paling dicari orang adalah informasi mengenai ideologi ekonomi beliau. Apakah beliau bener-bener pendukung neoliberalisme? Tentu saja di antara informasi lain terkait dengan pribadi dan keluarganya.

Di suatu acara TV, hadirlah Pak Fuad Bawazir, anggota tim sukses JK-Win, yang sekaligus menjadi pengkritik SBY Berbudi nomor wahid. Karena mantan Menkeu, Pak Fuad tentunya memiliki latar belakang yang cukup untuk berdebat mengenai ideologi ekonomi. Singkatnya, beliau menuding Pak Boediono sebagai seorang neolib. Serta merta pembawa acara memberi giliran ke pengurus teras PD yang mengikuti acara itu. Tentu pengurus teras PD ini menyanggahnya.

Bagaimana cara sanggahan disampaikan? Dengan tenang dan mantap tokoh satu ini mengatakan Pak Boediono bukan neolib, tapi seorang monetaris. Beliau merujuk ke suatu buku yang menulis mengenai Pak Boed. Nah, sebagaimana banyak orang berdebat mengenai neoliberalisme tanpa tahu maknanya, adalah ironi besar bahwa sanggahan diberikan nyata-nyata tanpa pengetahuan yang cukup. Jadi, baik pendemo di jalanan maupun pengurus teras partai sebenernya nggak ngerti persis bahan perdebatan.

Ya, yang nggak peduli langsung ganti saluran. Yang menelan perdebatan mungkin banyak yang bingung mana yang bener. Singkatnya begini, ideologi ekonomi bisa dijajarkan berbaris. Paling kiri berdiri ideologi sosialisme yang ekstremnya percaya segala hal harus diatur oleh negara, bahkan kawin sama siapa dan beranak sekalipun. Di sebelah paling kanan berdiri ideologi liberalisme yang ekstremnya setiap individu bebas melakukan apa saja. Kebebasan individu mengejar kepentingannya masing-masing diyakini menghasilkan kebaikan untuk masyarakat secara keseluruhan.

Dalam praktik, hampir nggak pernah kita jumpai yang totalitas ekstrem. Artinya, yang bisa dikatakan sebenarnya adalah ideologi A lebih kiri dari ideologi B. Artinya juga kalau ke kiri lagi, masuk jurang. Nah, istilah neoliberalisme dan monetarisme tentu perlu kita pahami posisinya dalam barisan ideologi-ideologi tadi. Di kanan? Di kiri? Atau di tengah? Menurut teori, neoliberalisme adalah penjelmaan baru dari liberalisme ala Adam Smith. Di kanan dia pro kebebasan individu atau bisa dikatakan pro pasar!

Monetarisme? Ini adalah aliran ekonomi Milton Friedman yang mengatakan ekonomi dapat dikendalikan dengan baik semata-mata dengan mengendalikan suplai uang atau uang beredar. Pengendalian lain nggak perlu, begitulah aslinya ideologi Milton Friedman, yang didukung penuh pemerintahan Reagan dan Thatcher. Artinya seorang monetaris aslinya adalah seorang liberal (kalau di Amerika disebut konservatif, diwakili Partai Republik; malah di Amerika seorang liberal agak ke kiri; istilah memang sering bikin bingung - Y Pan).

Nah menurut teori, klaim pejabat teras PD di atas ketika berdebat dengan Pak Fuad Bawazir bisa menjadi bahan tertawaan.

Lalu apakah bener Pak Boediono seorang neolib? Tentu saingan politik SBY Berbudi mati-matian mengatakannya. Wajar dalam kompetisi politik. Sebaliknya, kubu Pak Boed tentu ingin mendudukkan persoalan lebih proporsional. Sederhananya jangan sampai kesan bahwa Pak Boed hanya pro pasar atau lebih pro ke pasar daripada pro ke rakyat bener-bener jadi opini publik.

Kubu Pak Boed pastinya ingin mengatakan tuduhan para pengkritiknya terlalu berlebihan, walaupun sebagian pendukung beliau - para ekonom arus utama di kampus-kampus dan lembaga lain - merasa nggak ada yang salah dengan neoliberalisme. Kearifan Pak Boediono sebagai ekonom senior sangat terasa, terutama ketika kita bandingkan dengan fundamentalisme para ekonom arus utama yang sensi banget melihat fenomena berbaliknya arah kebijakan. Pernyataan beliau bahwa ekonomi syariah opsi serius (Republika 9 Juni 2009) kembali menegaskannya!

Jadi, apakah Pak Boed seorang neolib? Kalau dari klaim di buku bahwa beliau seorang monetaris, jawabnya YA. Sebaliknya, saya lebih senang mengamati kiprah beliau di berbagai posisi, antara lain Menkeu, Menko Perekonomian, Ketua Bappenas yang menghasilkan kebijakan yang tidak semata-mata pro pasar. Juga kiprah beliau di BI yang ramah kepada ekonomi dan perbankan syariah. Anda? Terserah deh.

Baca kisah lainnya:
Timbal Balik Kebaikan dan Kejahatan
Emas Putih dan Hitam
Kelemahan Uang
Irrationality and Improvement
Mencegah Krisis
Kebijakan Berbalik Arah

Selengkapnya.....

addthis

Live Traffic Feed