Copy and Paste

Anda bebas mengambil content blog ini, tapi mohon sebutkan alamat blog ini dalam tulisan Anda.

You are free to copy the content of my blog. However, please let your readers know my blog as your source.

Senin, 28 September 2009

Umang-umang

Seneng deh punya binatang piaraan. Tergantung keuangan dan budaya masing-masing, biasanya orang seneng ikan, kucing, anjing, kelinci, dan burung. Jenis lainnya masih banyak, tapi nggak sepopuler ikan dkk. Kami di rumah punya kucing. Yang dulu namanya Cingi, masih sering dikenang, walaupun sudah nggak ada. Baca deh ceritanya di artikel Kucing Kami. Penggantinya Cing-cing, kucing betina mirip dengan Cingi. Mungkin emak si Cingi. Selain Cing-cing, kami juga punya beberapa umang-umang.

Tahu umang-umang nggak? Pak Bahari temen kantor yang orang Jawa Barat menamakannya kumang. Ada juga yang menamakannya klomang. Bahasa Inggris untuk hewan ini adalah hermit crab. Awalnya waktu pindahan dari Bekasi ke BSD, saya suatu hari ke ITC bersama anak-anak. Terus lewat di lapak-lapak penjual tanaman dan hewan peliharaan. Umang-umang langsung mengingatkan masa kecilku dulu. Bedanya, yang di ITC, cangkangnya dihias dan dicat biar menarik. Katanya ngambilnya di Papua. Ukurannya bermacam, dari yang kecil, sedang, sampai yang besar. Hiasan cangkangnya juga sangat bervariasi. Umang-umangnya sendiri ada yang berwarna merah (strowberi), hitam, abu-abu, dan yang paling unik ungu. Sekalian yang ungu itu paling mahal.

Pertama kali beli tiga ekor jenis strowberi. Anak-anak menamakannya Petir, Bola, dan Pohon, sesuai corak hiasan cengkerangnya. Karena belum tahu cara miaranya, akhirnya si Petir dan si Bola mati. Terus saya beli lagi dua ekor jenis strowberi. Anak-anak nggak beri nama, tapi warnanya pink dan biru. Terus yang biru dan si Pohon mati. Setelah itu, saya beli beberapa lagi, sehingga sekarang jumlahnya sembilan. Waktu beli, saya nanya kenapa mudah mati. Katanya umang-umang nggak tahan panas, padahal makannya gampang. Pepaya, semangka, melon, nanas, kotoran kucing (ups maaf), semut, rumputan, dan daun-daunan.

Umang-umang suka masuk ke dalam pasir. Pernah si Pohon dan yang warnanya pink hilang lama, tapi tiba-tiba muncul. Waktu itu nggak sadar kalau mereka masuk ke pasir. Mungkin dia masuk ke pasir karena kepanasan. Sekarang saya selalu sempatkan menyiram bak pasir kami supaya pasir tetap lembab dan nggak terlalu panas di siang hari. Umang-umang juga suka memanjat dan bersosialisasi. Makanya kalau miara umang-umang, jangan cuma satu. Bisa stres dia. Satu lagi yang unik, yaitu mengenai rumahnya. Rumah umang-umang sebenarnya dari hewan lain. Baru-baru ini kami mendapati satu umang-umang kecil kami pindah rumah ke cangkang yang lebih gede (rumah si Pohon yang sudah mati).

Berikut ini beberapa fotonya. Lucu kan?

Berlindung di balik pot...

Sudah sembunyi di dalam pasir, koq masih ketahuan juga sih...

Menjelajah dulu ah...

Asyik tinggi...

Asyik juga...

Baca juga artikel berikut:
http://id.shvoong.com/exact-sciences/biology/1785144-tips-singkat-memelihara-umang-umang/

Selengkapnya.....

Minggu, 20 September 2009

Selamat Iedul Fitri 1430H

TaqobbalalLahu minna wa minkum
Taqobbal ya Karim
Kullu am wa antum bikhoirin
Minal aidin wal faizin
Ied mubarok
Selamat iedul fitri
Mohon maaf lahir dan batin

Selengkapnya.....

Kamis, 17 September 2009

HDE - Sindiran atau Renungan

Di penghujung Ramadhan, merenungi lagi catatan dari sahabat Julian di bawah ini, yang saya ambil bulet-bulet dari note di akun facebook-nya (sesudah dapet izin tentunya).

Pernahkah kamu merasa ragu terhadap nilai-nilai yang saat ini kamu pegang? Pernahkah kamu berpikir tidak ada gunanya lagi mempertahankan nilai-nilai tersebut karena kamu lihat setiap orang malah melakukan sebaliknya? Hati-hati, mungkin kamu terkena Harvey Dent Effect (HDE).


Pernahkah kamu merasa ragu terhadap nilai-nilai yang saat ini kamu pegang? Pernahkah kamu berpikir tidak ada gunanya lagi mempertahankan nilai-nilai tersebut karena kamu lihat setiap orang malah melakukan sebaliknya? Hati-hati, mungkin kamu terkena Harvey Dent Effect (HDE).

Kemarin malam aku diskusi dengan Husni, teman dekatku di Asrama Salman, tentang hal ini. Istilah HDE sendiri aku tahu dari Husni.

Harvey Dent adalah tokoh protagonis dalam salah satu kisah Batman, yang kemudian menjadi penjahat bernama Two Face gara-gara dihasut oleh Joker. Kisah ini bisa dilihat di film The Dark Knight. Joker memang berniat sekali melakukan hal ini karena punya satu tujuan: membuat orang tidak percaya lagi pada penegakan hukum di Gotham City. Joker bukan hanya ingin menebarkan kejahatan di Gotham City. Ia menginginkan lebih. Ia ingin setiap orang tidak percaya lagi akan adanya kebenaran. Dasar orang gila.

Harvey Dent adalah orang yang sangat terkenal di Gotham City. Sebagai seorang jaksa yang berkali-kali menjebloskan para penjahat ke penjara, ia bisa disebut sebagai ikon perlawanan terhadap kriminalitas di Gotham City. Apa jadinya kalau orang seperti Harvey Dent malah melakukan kejahatan yang dikutuk oleh publik? Orang-orang baik akan kecewa dan putus asa. Inilah target Joker.

Upaya Joker hampir berhasil, namun akhirnya digagalkan oleh Batman. Batman bersedia menanggung semua kesalahan Harvey Dent, sehingga nama Harvey Dent tetap dikenang sebagai pahlawan, sementara dirinya dianggap sebagai penjahat. Kepercayaan penduduk Gotham City terhadap para penegak hukum pun terselamatkan.

What is the moral of this story?

Mari kita mulai dengan mengambil contoh dari kehidupan kita sehari-hari. Apa yang kamu pikirkan kalau kamu melihat hal-hal seperti ini:

1. juara kelas di kampus kamu ketahuan mencontek,
2. boss kamu bolos, atau
3. dosen kamu merokok :)

Kamu pasti sangat kecewa. Mungkin marah. Bagaimana kalau hal ini terjadi pada lingkup yang lebih luas? Kota, misalnya, seperti kisah Harvey Dent. Atau bahkan negara. Kita bisa kehilangan figur yang kita teladani dan kehilangan arah.

Walaupun kamu menganggap diri kamu cuma orang biasa, bukan berarti kamu terhindar sepenuhnya dari kemungkinan menjangkiti orang-orang terdekat kamu dengan HDE, lho, khususnya pada orang-orang yang menjadikan dirimu sebagai teladan. Mungkin adikmu, adik kelasmu, atau orang yang kamu pimpin dalam lingkup sekecil apapun.

Mmm...kuncinya adalah sadar akan peran sosial yang sedang kamu mainkan. Tidak semudah seperti mengatakannya, sih. Tapi selalu mungkin :)

So, what to do know?

Just be yourself. Keep your value and trust yourself. At least there will be someone who keep your value. You.

That's all from me and I would be very thankful if you add another things to do after reading this note :)

Selengkapnya.....

Rabu, 16 September 2009

Master Data Management

Pengetahuan sangat menentukan bagi keberhasilan suatu organisasi, profit maupun nonprofit. Pengetahuan bahkan boleh jadi merupakan sumber daya yang lebih menentukan daripada sumber daya lain, termasuk kapital. Contoh: negara maju tidak selalu kaya sumber daya alam, sebaliknya negara yang kaya sumber daya alam banyak yang masih berkembang. Pengetahuan eksplisit yang bisa disebarkan melalui berbagai media disebut informasi yang di bawahnya didukung oleh data. Sederhananya, kualitas data dan informasi menentukan kualitas pengetahuan dan akhirnya kualitas organisasi.

Salah satu permasalahan yang dihadapi banyak organisasi adalah data dikelola sendiri-sendiri oleh berbagai unit fungsional dan struktural di dalam suatu organisasi. Pengelolaan yang bersifat enterprise-wide belum menjadi praktik yang matang. Ini dapat menyebabkan perusahaan tidak memiliki data yang akurat mengenai pelanggan, produk, dan akunnya, di samping data lain. Contoh: seorang pelanggan berhubungan dengan berbagai divisi penjualan suatu perusahaan. Pada unit A, misalnya dia direkam sebagai Muhammad Arif, Jl Abdul Muis, Gang Masjid I, RT 01/01, No 389, Jakarta. Pada unit penjualan B, misalnya dia direkam sebagai M. Arief, Jl Abd Muis, Gg Masjid I, RT 01/01, No 389. Umpamakan ybs merupakan pelanggan rutin dengan pembelian cukup besar. Karena dianggap sebagai orang yang berbeda, perlakuan terhadap ybs bisa jadi tidak semestinya, yang menyebabkan penjualan ke ybs tidak optimal.

Untuk kasus dunia perbankan, contoh Informasi Debitur sepertinya cukup mengena. Karena satu orang debitur dapat direkam di dalam sistem sebagai orang-orang yang berbeda, perlakuan terhadap ybs boleh jadi tidak tepat. Ketika masalah ini serius di skala mikro dan masif di skala makro, risiko bagi organisasi atau perusahaan boleh jadi sangat tinggi. Oleh karena itu, inisiatif kualitas data / informasi sudah menjadi perhatian perusahaan-perusahaan di Amerika dan di dunia dalam beberapa tahun terakhir, akan tetapi hasil inisiatif tersebut kelihatannya masih belum maksimal karena problem utama berupa pengelolaan (governance) master data yang bersifat silo, tidak terintegrasi dengan baik secara enterprise-wide, bahkan di Amerika.

Gambaran umum ke depan adalah aspek teknis Master Data Management (MDM) tidak dapat dipisahkan dari aspek governance yang meliputi kebijakan, leadership, proses, dan budaya. Salah satu tantangan pada aspek budaya adalah bagaimana melakukan paradigm shift from data ownership to data stewardship. Artinya personil yang menangani data dan informasi akan memberikan nilai yang jauh lebih besar ketika orientasinya tidak pada memiliki data dan informasi yang dikelolanya tetapi lebih pada melayani stakeholder dalam rangka memberikan kualitas data dan informasi terbaik. Tentu dengan catatan data dan informasi hanya diberikan kepada stakeholder yang berhak mendapat akses.

Beberapa prediksi ke depan terkait perkembangan MDM adalah sebagai berikut. Pertama, data governance akan menjadi kewajiban regulatoris di beberapa negara. Oleh karena itu, kemampuan organisasi dalam data governance akan menjadi obyek audit, dan ini terjadi terlebih pada lembaga-lembaga keuangan yang secara natural memiliki risiko yang tinggi (contoh: kasus Madoff). Kemampuan perusahaan dalam mengelola data stakeholder dan data akun yang berkualitas tinggi dapat mengurangi risiko terjadinya kasus seperti itu. Kedua, data akan diperlakukan sebagai aset di neraca perusahan sebagai intagible. Semakin tinggi kualitas data, semakin tinggi nilainya sebagai aset di neraca. Ketiga, kalkulasi risiko akan lebih banyak diotomasi. Keempat, peranan CIO akan lebih banyak pada akuntabilitas terhadap kualitas data dan informasi. Kelima, personil akan mempunyai tanggung jawab yang lebih banyak dalam proses governance yang bersifat enterprise. Kurang lebih demikianlah prediksi IBM.

Terkait penerapan MDM di organisasi-organisasi, tingkat kematangannya berbeda-beda. Menurut MDM Institute, pada tingkatan awal (anarchy / basic), master data dikelola mengikuti aplikasi tertentu sesuai proyek-proyeknya masing-masing. Pada tingkatan kedua (feudalism / foundational), master data dikelola mengikuti standard dan metode tertentu serta menggunakan perangkat dan prosedur yang bersifat lintas proyek dan aplikasi. Pada tingkatan ketiga (monarchy / advanced), pengelolaan master data di-drive oleh bisnis sementara data dan metadata di-share bersama lintas sumber. Tingkatan terakhir (federalism / distinctive), master data dikelola secara moduler mengikuti aturan compliance tertentu dengan roles dan responsibilities yang jelas secara organization-wide. Model tingkat kematangan alternatif mengikuti model SMM Carnegie-Mellon (Initial, Managed, Defined, Quantitatively Managed, Optimized), tetapi intinya sama dan tantangannya adalah bagaimana mengoptimalkan pengelolaan master data ke tingkat terbaik.

Ketika suatu organisasi ingin meningkatkan pengelolaan MDM-nya, faktor yang menentukan selain isu-isu governance di atas adalah kualitas konsultan yang direkrut. Pertama, konsultan tersebut harus memiliki metodologi data governance. Kemudian, ia harus memiliki model data yang sesuai dengan industri atau organisasi. Selanjutnya, konsultan ybs harus memiliki pengalaman SOA (service-oriented architecture). Terakhir, yang tidak kalah pentingnya, pengalaman konsultan ybs menggunakan produk MDM yang ada di pasar dan pengalaman mengerjakan proyek MDM itu sendiri.

Dari sisi teknis infrastruktur, produk MDM yang tersedia di pasar sangat beragam. Pada satu ekstrem, solusi registri banyak diminati karena lebih mudah diimplementasikan dengan tingkat resistensi yang lebih rendah. Pada ekstrem yang lain, solusi operasional atau transaksional merupakan solusi paling ideal, walaupun lebih sulit diterapkan. Di antara keduanya, ada solusi-solusi kombinasi yang boleh jadi cocok untuk kasus-kasus tertentu. Di antara solusi-solusi yang baik, masih terdapat rentang antara solusi miopik dan jangka panjang. Pada solusi miopik, master data yang dikelola masih bersifat sangat spesifik entitas tertentu saja, misalnya pelanggan saja atau produk saja atau akun saja. Pada solusi jangka panjang, master data yang dikelola sudah bersifat multi-entitas dan multi-domain, mencakup pelanggan, produk, akun, dan lain-lain (mencakup hampir semua parti).

Kesimpulannya, MDM akan menjadi salah satu penentu kualitas data dan informasi di suatu lembaga. Keberhasilan penerapan MDM tergantung sekali pada faktor leadership dan governance, di samping faktor pengalaman konsultan dan produk MDM yang dipilih. Nah, jika MDM telah berjalan baik di suatu perusahaan atau lembaga, dapat dikatakan perusahaan atau lembaga tersebut telah memiliki perangkat yang efektif untuk memastikan kualitas data dan informasi yang menjadi asetnya.

Lihat artikel terkait:
Arsitektur Sistem Informasi

Selengkapnya.....

Senin, 07 September 2009

Cerita Jenaka

1. Suatu ketika terjadi kecelakaan di jalan. Kelihatannya jatuh korban. Serius! Masyarakat sekitar mulai berkerumun untuk melihat. Seorang wartawan datang. Dengan sedikit tipu muslihat, dia berhasil menerobos kerumunan. Caranya? Dia mengaku bapak korban. Spontan massa memberi jalan. Sesampainya di depan korban, pucat pasilah dia. Korban ternyata seekor anak monyet.

2. Masyarakat mengidap penyakit. Lho penyakit apa? Penyakit daun kering! Wah, jenis penyakit apa itu? Mudah dikumpulkan, sulit diikat, berisik, dan mudah dibakar! O-o.

3. Seorang pemuda mengendarai motor tengah malam. Di perempatan, lampu merah menunggu. Kadung! Ia terobos aja, sementara polisi bersiap menyetopnya. SIM? Ada Pak! STNK? Ada Pak! Lalu kenapa Saudara melanggar lampu merah? Maaf Pak, saya nggak tahu ada Bapak.

4. Negara ibarat kapal besar. Salah satu penumpang ngebolongi kapal. Nggak tahu deh kenapa. Mungkin itu jalan singkat mendapatkan air. Harusnya penumpang yang lain mencegahnya. Kebetulan temennya lewat deket situ, lalu bertanya. Kamu lagi ngebolongi kapal ya? Iya! Kayaknya saya bisa ikutan nih. Begitulah negara ini...

5. Pulang umumnya menyenangkan. Habis jalan-jalan, capek, kemudian pulang. Senang! Setelah bekerja setengah mati, kemudian pulang ke rumah. Senang! Masyarakat juga punya tradisi mudik lebaran. Senang! Tapi waktu ditanya senang nggak pulang ke Rahmatullah, biasanya kita nggak langsung jawab. Takut kecepetan!

Demikianlah beberapa cerita jenaka yang disampaikan KH Zainuddin MZ di masjid kantor dalam rangka peringatan Nuzulul Qur'an hari ini. Setelah sekian lama nggak muncul di mimbar masjid kami, mungkin karena kesibukannya di dunia politik, kehadiran beliau disambut cukup hangat. Ustadz-ustadz kondang lain yang diundang belakangan ini di antaranya KH Abdullah Gymnastiar (sayang waktu itu pas saya keluar kota) dan KH Anwar Sanusi. Wah, charging-nya lumayan alhamdulillah.

Balik ke KH Zainuddin MZ, kesan saya gaya entertaining beliau belum berubah. Memang ada risiko pesan komprehensif da'wah malah nggak nyampe. Bahkan walau kerangka utuh khotbahnya cukup kuat, tetep nggak lengket karena ada risiko guyonan justru lebih atraktif buat audiens. Bagi saya ceramah tadi cukup mengena. Mudah-mudahan audiens yang lain kena juga.

Di akhir ceramah kiai sejuta umat ini, memasukkan pesan utama pentingnya keyakinan dan orientasi akhirat. Dengan teratasinya KUMAN (kurang iman), penyakit bangsa berupa KUDIS (kurang disiplin), KURAP (kurang rapi), dan KUTIL (kurang teliti) insya Allah akan teratasi. Nah, sebagai perantau di dunia ini, niscaya kita akan pulang. Selama merantau, kita ambil yang perlu dan kita nikmati yang boleh. Nggak berlebihan.

Cerita-cerita itu? Ya, fungsinya memang sebagai pelumas ceramah, biar lebih smooth. Hanya itu? Nggak! Lebih dari itu, banyak hikmah yang dapat dicerna melalui simbol dan perumpamaan.

Selengkapnya.....

Jumat, 04 September 2009

KD dan AA'

Kemarin kita menyaksikan fenomena alam yang cukup menegangkan. Ketika dua lempeng bumi beradu di kedalaman bumi, goncangannya beberapa saat terasa di permukaan. Kita yang mengalaminya, terutama yang sedang berada di struktur rentan gempa seperti gedung-gedung tinggi, berlarian bak anai-anai panik berusaha menyelamatkan diri. Memang ada kejadian alam yang lebih mengerikan, tapi gempa kemarin itu sudah cukup membuat kita pucat pasi. Sendirinya begitu, saya kemudian menelepon ke rumah di kawasan Serpong dan mendengarkan kecemasan yang sama saat-saat goncangan. Bisa sangat tragis, seperti gempa besar di San Francisco dan tsunami di Aceh, kejadian alam kemarin sepertinya masih jauh lebih kecil ukurannya dalam Skala Richter dibandingkan gempa sosial dalam keluarga KD dan Anang.

Lho, koq? Iya lah, dibandingkan liputan gempa yang berpusat di Tasik, liputan peristiwa tragis dalam keluarga KD dan Anang dijamin lebih banyak. Memang problem keluarga itu sebelumnya pernah terdengar di permukaan publik, namun dasar saya jarang mengikuti berita selibritis, saya nggak pernah serius mengikutinya. Sampai Selasa pagi yang lalu. Beberapa koran dan tabloid yang dijajakan di Stasiun Rawabuntu menebar headline kata CERAI dengan huruf-huruf besar dan warna merah mencolok. Layar TV dan ruang dengar kita pun dijejali beribu kata CERAI yang dikelilingi kata-kata bernuansa ketidaksetiaan di sana sini. Oh, memang kebanyakan (atau semua – mungkin lebih tepatnya) kita nggak pernah tahu kejadian yang sebenarnya. Untuk mendapatkan ”kebenaran” yang dapat diterima, kita masih perlu waktu. Kebenaran sejati hanya dapat diketahui di Hari Pembalasan tentunya.

Melayangkan ingatan ke paras mukanya yang hampir selalu senyum di layar kaca, saya terenyuh menghadapi kenyataan mengenai Aa’ Gym dan gempa sosial yang menimpa keluarganya, yang hingga sekarang masih terasa goncangannya di masyarakat luas. Terus terang saya termasuk penggemar beliau. Ketika ia berusaha keras menjelaskan what’s going on with his family, saya nggak terlalu ambil pusing juga. Mungkin banyak ibu-ibu penggemar beliau pernah terlanjur memendam persepsi kalau ia tidak akan melakukan poligami berdasarkan ceramah-ceramah sebelumnya. Bagi saya, selama yang dilakukannya tidak bertentangan dengan hukum agama dan negara, pendapat umum OK-lah dianggap sebagai feedback. Sayang, seribu kali! Ia mesti berhadapan langsung dengan hukuman sosial yang level dan intensitasnya mungkin kurang layak. Sampai-sampai seluruh stasiun TV melakukan boikot terhadapnya, dengan atau tanpa instruksi.

Nah, kalau kita bandingkan tiga peristiwa ini, apa sih pelajaran yang bisa kita petik. Pertama, kayaknya gempa sosial bisa lebih dahsyat efeknya dibandingkan gempa bumi. Korban gempa sosial, walaupun nggak langsung berdarah-darah, bisa lebih banyak. Pelan-pelan tapi serius. Dalam jangka panjang, mungkin bisa juga berdarah-darah. Untuk kasus tertentu sampai ke perang saudara. Kembali ke tiga kasus tadi, minimal para pedagang yang biasa mangkal di DT terpaksa beroperasi di tempat lain, dengan penjualan yang seret. Betapa banyak pegawai yang mencangkul di lingkaran DT terpaksa diistirahatkan? Memang... di setiap kesulitan ada kemudahan. Misalnya, ketika tsunami kecil terjadi di Situ Gintung, banyak pihak justru kegiatan ekonominya berputar lebih kenceng. Contoh lain, lengsernya Aa’ dari layar kaca memberi kesempatan kepada da’i-da’i baru untuk muncul. Lainnya, perang di Iraq dan Afghanistan memberikan demikian banyak lapangan kerja di negeri Paman Sam. Dst.

Terus apa lagi pelajarannya? Ini ni yang mungkin lebih menarik... Hukuman sosial tidak selalu berbanding lurus dengan tingkat kesalahannnya. Kalau Aa’ Gym melakukan poligami, ”dihukum berat” oleh masyarakat, akankah kita mendapati KD ”dihukum lebih berat” oleh masyarakat karena adanya pria lain ketika Anang masih menjadi suaminya yang sah? Misalnya, akankah kita melihat boikot dilakukan oleh media masa, elektronik maupun cetak, terhadapnya? Akankah seseorang di atas sana mengistruksikan media untuk melakukan boikot? Akankah para EO menghindari KD? Akankah ...? Masih banyak lagi deh deretan pertanyaannya. Bisa-bisa kalau diteruskan, sampe kelupaan gempa Tasik sudah makan korban nyawa lima puluhan!

Selengkapnya.....

addthis

Live Traffic Feed