Copy and Paste

Anda bebas mengambil content blog ini, tapi mohon sebutkan alamat blog ini dalam tulisan Anda.

You are free to copy the content of my blog. However, please let your readers know my blog as your source.

Selasa, 29 Juli 2008

Batman: Ksatria Hitam

Akhirnya saya nonton juga film Batman terbaru yang dibintangi Christian Bale. Di bioskop. Dua alasannya. Pertama, saya kepincut dengan Batman Begins yang mengubah citra film Batman sebelumnya. Serius, cerdas, dan berkelas. Saran saya buat Anda yang sudah nonton The Dark Knight tapi belum Batman Begins, cari deh filmnya, biar ceritanya nyambung, seperti janji Ms Dawes ke Bruce yang akhirnya nggak kesampaian. Biar Anda tahu juga bahwa Batman tidak lahir sendirian, tapi dari sebuah tim. Makanya Anda akan tahu kedudukan Mr Fox sebagai CEO dari Wayne Enterprise, di samping kedudukan Gordon dan Pembantu Setia Keluarga Wayne. Anda juga akan tahu bagaimana Bruce Wayne menggagas dan mengembangkan peralatan-peralatannya.

Saya katakan di atas bahwa ada dua alasan saya nonton The Dark Knight. Satunya lagi adalah cerita kawan-kawan kantor yang nonton film ini barengan. Kalau nggak salah sampai berduapuluhan lebih. Komentar umumnya adalah serius. Wow, artinya sama dong dengan Batman Begins. Begitu saya pikir. Terus ada juga komentar bahwa film ini nggak cocok buat anak-anak, karena kelakuan Joker yang keterlaluan banget. Jadi, sebelum saya bawa film ini ke rumah, ada baiknya dilihat dulu di bioskop. Nggak tahunya di bioskop banyak orangtua yang membawa anak kecil (ini patut disayangkan karena film ini memang untuk dewasa - Y Pan). Kejutan lainnya adalah saya ketemu sama Rini dan suaminya. Hehehe, istri saya ngeledek: kamu ketahuan... na ne na na na.

Ada beberapa hal negatif dari film ini. Pertama, betul kata Ginanjar, Joker keterlaluan banget. Saya ngeri membayangkan anak-anak meniru aksinya mengancam orang lain dengan pisau di muka, khususnya mulut, sembari becanda memberitahu kenapa senyumnya tampak demikian lebar. Kedua, yah... seperti film Amerika lainnya, kehidupan bersama tanpa pernikahan dianggap hal wajar, walaupun konten seksual film ini termasuk minimal. Hanya ada dua kali tayangan c**man yang dilakukan. Pertama Bruce dan Rachel dan kedua Harvey dan Rachel. Catatan negatif ketiga adalah aksi kekerasan sang pahlawan Batman menggebuki para penjahat lebih divisualisasi, tapi menurut hemat saya masih OK, asalkan tidak ditonton anak-anak.

Nilai-nilai positifnya gimana? Film ini menurut saya menghadirkan nilai kepahlawanan yang tinggi. Realitas juga dihadirkan dengan cerdas. Dalam masyarakat Gotham, selalu ada kebaikan dan kejahatan. Kedua kubu sama-sama bekerja keras mengatasi yang lain. Memang sebagian besar orang adalah orang biasa, yaitu orang baik-baik yang rindu pahlawan tapi mereka sendiri lebih fokus pada diri sendiri dan keluarga masing-masing. Bahkan seorang polisi yang sedang bertugas menunjukkan sifat manusianya ketika di bawah tekanan Joker untuk meledakkan satu rumah sakit. Anggota keluarganya ternyata sedang dirawat.

Yang menarik adalah bagaimana orang-orang yang peduli berupaya membantu dengan menggunakan topeng Batman. Kemampuan mereka masih di bawah mafia, apalagi Joker. Anyway, mereka hanya ingin membantu. Sudah bagus itu! Dampaknya cukup negatif buat Batman tapi. Justru mereka ngerepotin aja. Ada juga realitas kemunafikan dan mental korup. Penegak hukum tertentu justru bekerja untuk mafia, dan mereka di bawah kendali Gordon yang naik pangkat dua kali dalam dua film Batman. Tantangan yang berat, seperti yang dialami Harvey Dent, bisa membuat tokoh yang kokoh berbalik 180 derajat.

Memang nggak mudah mengusung kebaikan dan kebenaran. Lebih nggak mudah lagi mengubah masyarakat yang sakit. Lihat juga ringkasan buku Our Iceberg is Melting. Kondisi ini bisa bikin Batman atau Harvey kesepian. Sangat kesepian. Risikonya? Bisa lunturnya keyakinan. Bisa-bisa pindah agama. Orang baik yang moderat, seperti Fox, sangat kuatir ketika kekuasaan Maha Mengetahui kegiatan rakyat Gotham berada di dalam genggamannya. Cukup sekali! Itupun dalam kondisi darurat Batman butuh bantuan petunjuk dalam aksinya yang luar biasa. Bagaimanapun muramnya keadaan, optimisme tetap ada. Kebaikan ada di hati masyarakat biasa, bahkan para narapidana, yang diuji Joker lewat eksperimen sosial yang kelewat batas.

Joker. Joker. Joker. Seorang teman mengatakan harusnya judul film ini bukan Batman, tapi Joker, karena peran sentral tokoh ini dalam tiap alur skenario. Mungkin saja sih, tapi kebaikanlah yang harus ditonjolkan, walaupun kebaikan dan kebenaran itu harus diusung di bawah tanah, di balik topeng. Adapun Joker, menurut hemat saya adalah tokoh yang memang riil: setan atau iblis itu sendiri yang harus senantiasa diperangi.

Selengkapnya.....

Kamis, 24 Juli 2008

Pelayanan KRL: Membaik Nggak?

Barusan saya dicegat sebentar sama Pak Direktur, padahal waktu keberangkatan KRL saya sudah mepet. Kebetulan hari ini saya buru-buru pulang karena ada janji pertemuan di tempat sahabat. "Pulang An? Naik KRL?" Saya sambut dengan anggukan. Kemudian beliau bertanya berapa lama sampai ke Bekasi, terus dari stasiun naik apa lagi. Tentu jawaban saya positif semua, dan karena positif saya jawab dengan riang. Terus beliau mengatakan dari dulu layanan KRL untuk kelas menengah seharusnya mulai digarap.

Intinya adalah peluang bisnis layanan KRL sangat baik. Demikian beliau. Kalau menggarapnya bagus, barangkali beban subsidi untuk kereta ekonomi dapat lebih ditutupi. Emang sih, dengan uang 1000 perak saya bisa sampai ke Rangkas. Justru itu kata beliau. Nggak masuk akal kalau lebih fokus ke kelas ekonomi. Pak Bahari yang ikutan ngobrol mengiyakan setelah beliau berkeras bahwa bagi sebagian masyarakat uang 1000-5000 sangat berarti. Karena waktu tambah mepet, saya buru-buru minta izin.

Eh, nggak tahunya Ginanjar - anggota roker Serpong - nyalib saya dari belakang. Waktunya ternyata lebih mepet. Nyatanya waktu sampai di Stasiun Tanah Abang, kereta dia udah kabur duluan, terpaksa dia ngambil alternatif lain. Kalau nggak salah, naik yang ekonomi saja katanya. Bisa dibayangin naik ekonomi yang tiketnya sangat nggak wajar itu. Beberapa kali saya naik KRL dan kereta disel ekonomi. Luar biasa! Sayang saya nggak berani ngambil foto suasananya. Ntar dikirain apa gitu. Bagaimanapun mestinya PT KA membenahi pelayanan yang masih kurang baik.

Anyway, saya nggak mau dikatakan nggak obyektif. Jadi, peningkatan pelayanan harus ditulis juga. Misalnya hari ini. Kotak Harta (treasure box) yang selama ini saya nantikan akhirnya muncul juga. Ini fotonya. Kemauan PT KA berinteraksi dengan pelanggannya harus diacungi jempol.



Coba deh gunakan layanan KRL CARE CENTER ini:
Call center: 021-3807777
SMS center: 9559
Web: www.krljabotabek.co.id (tambah asyik aja)
Fax: 021-3807777
Email: pelanggan@krljabotabek.co.id
PO BOX: 9559 JKT (coba perhatiin nomor-nomor cantiknya)

Nah, tunggu apa lagi. Ayo, stop naik mobil sendiri untuk kerja. Naik KRL aja!

Selengkapnya.....

Rabu, 23 Juli 2008

Our Iceberg is Melting

Pernahkah kita merasa puas dengan cara kerja selama ini? Bagus deh kalau ya, tapi perlu diwaspadai kalau sampai timbul perasaan semuanya selalu baik-baik saja. Perasaan puas yang negatif menimbulkan kejumudan. Akibatnya perbaikan sulit dilakukan. Jangankan dilakukan, dipikirkan saja nggak. Padahal seringkali kondisi tanpa perbaikan bukan berarti kondisinya begitu-begitu saja. Kenyataannya adalah terjadi entropi atau penurunan kondisi. Makanya pesan Nabi: rugi orang yang kondisinya sama seperti kemarin, tanpa perbaikan.

Di sini, saya mencoba belajar dari Kotter, pakar perubahan, yang menulis buku Our Iceberg is Melting. Kalau Anda mau belajar juga, langsung aja baca bukunya. Paling setengah hari sudah kelar, karena bukunya dikemas dalam bentuk cerita ringan: kisah tentang koloni pingguin yang menghadapi tantangan cuaca. Tapi kalau nggak punya waktu, bisa ikuti ringkasannya berikut ini.

Cerita buat Balita - Our Iceberg is Melting 1
Cerita buat Balita - Our Iceberg is Melting 2
Cerita buat Balita - Our Iceberg is Melting 3
Cerita buat Balita - Our Iceberg is Melting 4
Cerita buat Balita - Our Iceberg is Melting 5

Selengkapnya.....

Selasa, 22 Juli 2008

Cerita buat Balita - Our Iceberg is Melting 5

Sebagaimana diungkap di episode sebelumnya, kawanan pingguin yang telah menyadari rumah mereka, gunung es, bisa hancur menghadapi tantangan resistensi yang tidak ringan. Tokoh No-No yang berstatus sebagai anggota dewan pimpinan terus menyebarkan kesan negatif. Belakangan setelah taktik disesuaikan, keadaan menjadi terbalik. Pengaruh No-No hampir hilang, sementara para pendukung reformasi kembali meningkat semangatnya.

Akhirnya, tim pencari gunung es baru menemukan kandidat tempat tinggal yang bagus. Profesor ditugaskan untuk meninjau bersama para sukarelawan penjelajah. Sebenarnya beliau nggak menyukai tugas itu, tapi apa boleh buat demi keselamatan koloni. Profesor menggunakan beberapa kriteria untuk memastikan gunung es yang baru benar-benar cocok untuk tempat tinggal mereka, antara lain sebagai berikut. Gunung es yang baru harus memiliki dinding-dinding pelindung. Ia juga harus berdekatan dengan lokasi yang kaya ikan.

Setelah dipastikan, dibuatlah rencana pindahan. Ketika pindahan akhirnya dilakukan, beberapa masalah kecil timbul. Misalnya ada sebagian kecil pingguin yang tersesat, tapi masih bisa diselamatkan. Di tempat baru, mereka memulai hidup baru, dan yang paling penting adalah mereka berhasil memecahkan mitos bahwa mereka harus tinggal di tempat yang sama selamanya. Kawanan pingguin adalah tempat tinggal mereka. Tempat tinggal mereka adalah koloni. Tidak begitu lagi. Mereka mampu berubah dan beradaptasi.

Setelah kepindahan yang pertama, kebiasaan mencari tempat tinggal baru seperti kawanan camar tetap diteruskan. Tim penjelajah pencari gunung es baru menjadi tim yang terhormat. Kawanan pingguin selalu mencari kemungkinan mendapatkan tempat tinggal terbaik pada tiap masa dan situasi. Kawanan sudah tidak resah lagi kalau harus pindah. Mereka terus mengembara. Terus beradaptasi!

Sekian!

Selengkapnya.....

Senin, 21 Juli 2008

Cerita buat Balita - Our Iceberg is Melting 4

Beberapa kali saya menawarkan ke Hanif untuk melanjutkan dongeng pingguin, tapi masih belum terlaksana. Ketika Louis dan timnya sibuk mencari solusi atas permasalahan kemungkinan hancurnya tempat tinggal mereka, Hanif sudah punya solusi. Solusi anak kecil. Mungkin itu sebabnya minatnya agak berkurang. Seandainya nanti minatnya muncul lagi dan saya punya kesempatan, tentu akan saya ceritakan terusan dongeng ini ke Hanif dan Ahmad. Ngomong-ngomong apa sih solusinya?

Sambil berbisik, Hanif mengatakan dia tahu apa solusinya (kata solusi ini saya jelaskan agak lama supaya dia ngerti - Y Pan). Buat aja gunung es baru! Wah hebat saya bilang. Namun, bagaimana solusi sesungguhnya yang ditemukan Louis dan tim? Idenya bermula dari burung camar yang melayang-layang dan kemudian hinggap di gunung es. Fred yang pertama kali menangkap kejadian yang nggak biasa ini. Dia melapor ke tim. Berlima mereka mendekati si camar. Buddy disuruh maju untuk menyapa. Akhirnya mereka ngobrol banyak. Ternyata kawanan camar selalu berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain.

Apakah mengembara solusinya? Kan pingguin itu sudah sejak lama tinggal di gunung es yang mereka tempati sekarang. Dinding-dindingnya melindungi koloni dari hembusan kencang anging dingin. Mereka akan bersyukur banget ketika ada badai. Tempat tinggal mereka sangat ideal untuk berlindung. Bukan itu saja tapi. Gunung es mereka juga berada di kawasan yang ikannya berlimpah. Lalu bagaimana mungkin ide pindahan bisa masuk akal? Tepatnya masuk perasaan? Bagaimana mungkin menyampaikan solusi ini ke kawanan yang sudah sangat nyaman dengan kondisi saat ini.

Dalam kondisi tak menentu, No-No seperti kelihatan di mana-mana. Selalu saja sentimen negatif dari kubunya terdengar nyaring. Tim yang dipimpin Louis memutuskan untuk menjaga perasaan mendesak dan krisis yang sudah mulai disadari. Untuk itu, dibuatlah pahatan-pahatan di berbagai dinding es yang ada. Pesannya kurang lebih mengingatkan bahwa gunung es mereka berpotensi hancur dalam waktu dekat dan seperti kawanan camar mereka harus mencari rumah baru. Pesan-pesan itu ada di mana-mana, mungkin untuk mengimbangi No-No dan gengnya.

Selain berkampanye, tim lima - Louis, Alice, Fred, Profesor, dan Buddy - mulai mencari para sukarelawan untuk mencari rumah baru. Para sukarelawan ini akan bertugas seperti burung camar yang pernah diskusi sama mereka. Dicari yang muda-muda tentu. Dan kuat untuk menjelajahi medan yang berat dan luas. Masalah lainnya adalah bahwa para pingguin pencari itu tidak dapat melaksanakan tugas mereka sehari-hari seperti biasa. Tugas mereka yang terpaksa ditinggalkan adalah mencari ikan untuk mereka dan keluarga. Sebelumnya, belum pernah ada pingguin yang memberi makan pingguin lain, kecuali kepada anak-anaknya saja.

Situasi makin penuh tantangan. No-No tambah nyaring, sementara pingguin-pingguin yang semula mendukung reformasi mulai ragu. Bahkan guru-guru TK secara nggak sengaja menyebarkan ketakutan kepada pingguin-pingguin balita. Para balita itu sering bermimpi buruk. Lebih parah lagi, beberapa sukarelawan malah menyerah karena tekanan lingkungan. Bisa dari peer. Bisa dari pasangan. Untuk menjawab tantangan-tantangan ini, tim menugaskan Profesor untuk terus menguntit No-No kemana perginya. Beliau mempertanyakan terus pendapat No-No, hingga yang bersangkutan kewalahan.

Upaya lain yang dilakukan adalah berdiskusi dengan para guru TK untuk mengetahui penyebab wabah mimpi buruk. Setelah diketahui bahwa ada pesan tertentu yang nggak sengaja menciptakan perasaan negatif, tim bersama para guru merancang program yang mendorong sikap positif. Diharapkan justru para balita yang berasa positif dapat menularkannya ke para orangtua. Bahkan dikesankan di TK bahwa para balita dapat membantu menanggulangi krisis. Diadakan bazar di mana para orangtua harus menyetor beberapa ikan sebagai tiketnya. Ikan-ikan yang terkumpul digunakan untuk memberi makan para sukarelawan yang ada di tim pencari rumah baru.

Yang baru lainnya adalah pemberian penghargaan kepada para pahlawan. Anggota tim pencari rumah baru yang kembali dari perjalanan pencarian panjang disambut meriah dan dikalungi medali-medali sebagai tanda pahlawan, selain disuguhi ikan-ikan yang lezat. Situasi kembali berbalik. No-No hampir nggak ditemukan lagi di mana-mana. Wabah mimpi buruk berhenti. Para sukarelawan kembali semangat, bahkan lebih semangat dari sebelum-sebelumnya. Para orangtua mau berkorban untuk memberi makan para pingguin sukarelawan pencari gunung es baru. Guru dan murid TK senang bisa membantu, sekecil apapun.

Nah, selanjutnya gimana? Episode terakhir dapat Anda ikuti pada artikel berikutnya deh.

Selengkapnya.....

Jumat, 18 Juli 2008

Cerita buat Balita - Our Iceberg is Melting 3

Jurus dongeng pingguin kembali saya keluarkan ketika baby-sitting dua balita kami. Istri saya berada di dalam masjid, mendengarkan pembicara dalam silaturahmi dengan pengurus Yayasan Assalaam. Saya berada di koridor. Sengaja saya pilih posisi itu agar dua jagoan kami yang masih kecil-kecil gampang dievakuasi kalau diperlukan. Mulanya mereka berlarian di koridor. Saya tawarkan lanjutan dongeng pingguin. Mereka duduk dan mendengarkan dengan penuh minat.

Percobaan Fred, si pingguin muda yang hobi mengamati, membuktikan teorinya benar. Beberapa saksi melihat sendiri botol yang telah diisi air, ditutup dengan tulang ikan yang pas, dan diletakkan di tempat paling dingin di gunung es mereka ternyata betul-betul pecah. Air yang membeku di dalam botol memang memuai. Sesuai teori Fred. Ketua dewan pimpinan memutuskan untuk mengumumkan temuan ini ke semua anggota koloni.

Sebagian paham, sebagian berusaha untuk paham, sebagian lagi nggak ngerti, sebagian lagi nggak percaya sama sekali, dan mungkin ada juga yang nggak mau tahu. Saya nggak sebutkan prosentase dalam bertutur ke Hanif dan Ahmad. Yang penting mereka tahu bahwa reaksi kawanan berbeda-beda. Salah satu reaksinya begini. "Dari dulu saya nggak suka sama Fred. Sekarang saya baru tahu kenapa." Yang lainnya seperti ini. "Ah, dulu kan sudah ada yang mengusulkan penggunaan lem super dari lemak paus. Itu aja lah. Gitu aja repot."

Beberapa elit menemui Louis. Mereka mendesak agar sebagai ketua Louis segera menyelesaikan masalah ini. Seorang diri saja. Itu sebabnya Louis dipilih sebagai ketua. Tentu ini nggak mungkin. Nggak ada super man. Jadi, dia mengumpulkan beberapa orang. Yang pertama dia sendiri. Kemudian Alice, lalu Fred. Beliau juga melibatkan seorang cerdas dan berpengetahuan luas yang biasa dipanggil Profesor. Lalu seorang yang paling disukai dalam kawanan, Buddy, juga dilibatkan. Buddy selain ramah juga sangat tampan. Mungkin itu juga sebabnya orang mudah suka sama dia (tapi hati-hati lo, nggak selamanya luar sama dengan dalam - Y Pan).

Segera setelah tim terbentuk, mereka mulai bekerja. Itupun setelah masing-masing bertanya-tanya atau menyimpan kegalauan di hati. Mereka memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, tapi kebijaksanaan Louis dalam memilih membuat tim yang terbentuk menjadi sangat kuat. Nggak semua anggota sih menyadari itu, tapi minimal Profesor paham betul alasan logis pemilihan anggota oleh Louis. Lalu tibalah mereka pada saat membingungkan ketika tidak dapat menyatukan pandangan kira-kira solusi apa yang paling pas.

Pada saat semuanya saling ngotot apa yang harus jadi arah selanjutnya, kewibawaan Louis main dengan cantiknya. Juga kebijaksanaannya, tentu. Mari kita bersenang-senang, berburu ikan! Demikian Louis. Semua kegirangan dan menjadi lebih rileks. Pada waktu yang tepat, Louis kembali mengumpulkan tim dan meminta semuanya mengamati hal-hal yang nggak biasa. Nggak normal. Ada yang melihat-lihat laut, bawah laut, atas laut, sampai atas beneran - langit. Mereka mencari petunjuk. Fred - pingguin muda yang kreatif - melihat burung camar melayang-layang di atas gunung es.

Fred nggak tahu apakah burung camar itu berguna, tapi dia memberi tahu yang lain. Ada yang baru! Ada yang nggak biasa! Apa yang terjadi selanjutnya? Yah nggak bisa langsung diteruskan karena Hanif tiba-tiba minta cerita diganti mengenai nenek sihir. Terpaksa ganti topik dulu. Saya tanya sama dia apa itu nenek sihir. "Punya sapu terbang," katanya. Terus saya pelesetkan ke arah jin yang berasal dari api, eh dianya nyamber ke arah malaikat-malaikat, termasuk Penjaga Neraka dan Penjaga Surga. Hanif nggak mau ke neraka. Begitulah katanya sebelum mengajak saya jalan-jalan. Sudah nggak betah...

Selengkapnya.....

Kamis, 17 Juli 2008

Cerita buat Balita - Our Iceberg is Melting 2

Pada kesempatan genting lain, saya melanjutkan dongeng mengenai pingguin ke Ahmad dan Hanif agar mereka nggak terlalu gaduh bermain. Maklumlah balita! Fred, si pingguin pendiam, tahu bahwa persoalan gunung es tempat tinggal mereka tidak bisa sembarangan diungkap. Di koloni, ada yang disebut dewan pimpinan yang berjumlah sepuluh. Ketuanya adalah Louis, tapi Fred nggak merasa nyaman menyampaikan masalah ke beliau. Anggota dewan pimpinan yang lain ada yang terkenal berpikiran terbuka dan mau mendengarkan pingguin muda.

Fred akhirnya memutuskan menemui anggota dewan pimpinan yang bernama Alice itu. Selain mau mendengar, Alice juga terkenal selalu membuat sesuatu terjadi (getting things done). Alice heran atau bahkan takjub dengan penjelasan Fred. Mata hatinya makin terbuka ketika Fred mengajaknya meninjau gunung es mereka dari arah bawah laut. Menelusuri kanal-kanal dan gua-gua yang terbentuk karena pencairan.

Alice pun percaya pada teori Fred bahwa ketika membeku, bagian luar kanal-kanal akan membeku duluan. Bagian dalamnya belakangan dan ketika terjadi akan memuai dan menyebabkan hancurnya gunung es mereka. Setelah yakin, Alice berkata yang lain juga harus tahu. Alice berencana mengadakan pertemuan dengan dewan pimpinan dengan agenda mendengarkan Fred. Dia berpesan pada Fred untuk bersiap. Juga bersiap mengantisipasi penolakan. Fred jadi gugup.

Pada saatnya, Fred terpaksa juga bicara pada semua. Rapat diadakan di tempat yang tinggi. Naiknya aja susah. Louis membuka rapat dan menyilakan Alice menyampaikan halnya. Setelah menjelaskan secara ringkas, Alice menyilakan Fred memberi penjelasan lengkap. Kembali Fred menjelaskan teorinya bahwa gunung es mereka bisa hancur ketika musim dingin tiba. Ia menggunakan alat peraga berupa sebongkah es sebagai model gunung es mereka. Alice mendukung penuh dan kelihatannya dewan percaya pada Fred. Demikianlah hingga No-No angkat bicara.

No-No adalah anggota senior dewan pimpinan. Dia juga bertugas meramalkan cuaca buat koloni pingguin. Ramalannya biasa meleset, tapi mungkin karena kedudukannya, nggak mudah menggantikan tokoh ini. Anggota dewan pimpinan lainnya yang semula condong pada Fred sekarang malah berbalik menentang. Bisa aja teori Fred salah katanya. Bisa aja air di dalam kanal dan gua tidak membeku saat musim dingin. Bisa aja kalaupun membeku, itu tidak akan bikin gungung es hancur. Bisa aja dst, dst, dstnya... Fenomena yang dilihat Fred adalah hal biasa. Sudah seperti itu dari dulu. Nggak ada yang perlu dikuatirkan.

Alice marah bukan kepalang. Gunung es ini memang rumah mereka sejak dulu, tapi dibutuhkan kebodohan tak terkira untuk berpendapat seperti No-No. Alice berpaling pada Fred yang kebingungan dan makin tertekan. Bukannya bertahan, Fred malah bilang dengan tidak meyakinkan bahwa dia perlu waktu untuk membuktikan. Halah, aneh banget. Alice pikir Fred gimana gitu. Gimana sih lo? Atau... Maksud loh? Mungkin kira-kira begitulah di dalam hatinya.

Akhirnya Fred datang ke dewan pimpinan membawa botol gelas. Apaan tuh? Semuanya bertanya. Fred nggak tahu. Katanya benda itu ia dapat dari kakeknya dulu. Fred pikir botol itu bisa diisi air, ditutup mulutnya, kemudian diletakkan di tempat yang paling dingin di gunung es. Tempatnya agak tinggi supaya angin malam dingin yang bertiup bisa langsung kena botol. Kalau teori Fred benar, botol itu harus pecah berantakan seiring dengan membekunya air di dalam botol. Dewan setuju percobaan dilakukan.

Sementara itu, teman-teman muda Fred yang membantunya mulai berkeluh kesah. Apalagi ketika tantangan kelihatan makin menyulitkan. Ada yang berkata aneh dan bersayap. Tolong nanti ingatkan saya kenapa mau melakukan ini (membantu Fred - Y Pan). Begitulah hidup pingguin. Ternyata nggak jauh beda dengan kita. Eh, maaf... Kembali ke cerita, gimana akhirnya pembuktian Fred? Apakah botol benar-benar pecah?

Tunggu deh selanjutnya... Kemudian Hanif dan Ahmad berlari-larian lagi.

Selengkapnya.....

Cerita buat Balita - Our Iceberg is Melting 1

Suatu saat, dalam perjalanan safar yang cukup panjang, Hanif dan Ahmad sangat merepotkan. Maklum, tiba-tiba saja, mereka bisa 'teriak' minta susu atau minta temenin buang air. Kalau di rumah, nggak apa, tapi kalau di tempat umum seperti masjid, bisa bikin malu juga. Belum lagi aktivitas fisik mereka berlari-lari atau menirukan jurus-jurus kungfu. Kadang sampai bener-bener kelahi. Akhirnya, ada yang nangis.

Kalau ditemanin seorang mbak, bisa aja si mbak yang terus menguntit, menemani kemana saja. Sebaliknya, kami membiasakan berjalan bersama anak-anak, kadang kelima-limanya, tanpa si mbak. Heboh? La iya lah, masak la iya dong. Kemampuan menahan diri dan menahan malu sering harus digenjot. Gimana lagi? Balita-balita bisa berperilaku seperti bos, kecuali kalau sudah dibiasakan hanya duduk manis. Lagi-lagi, kami sebaliknya tidak menempuh pembiasaan duduk manis itu. Takut berdampak negatif.

Bagaimanapun, duduk manis pada saat tertentu buat balita menjadi suatu yang wajib. Ya begitulah hidup. Jadi sering teringat pelajaran dari Nanny 911. Nah, selain kemampuan menahan diri dan menahan malu, diperlukan juga kemampuan membuat aturan dan menegakkannya. Tegas dan konsisten. Ayo, nanti ayah hitung. Kalau nggak, kena time-out atau kursi lengket. Tapi yang mau saya ungkap di sini adalah kemampuan bercerita. Bertutur bisa sangat efektif membuat anak terkendali. Syaratnya, cerita yang dituturkan harus bagus, atraktif buat anak, dan mendidik.


Nah, ketika keadaan makin genting, saya mengeluarkan jurus bercerita. Kali itu, saya bercerita mengenai dongeng pingguin yang ditulis oleh John Kotter, pengarang buku Leading Change dan The Heart of Change, dalam buku Our Iceberg is Melting. Memang yang paling nyambung Hanif. Dia sudah empat setengah tahun. Ahmad baru tiga. Ceritanya begini...

Ada seekor pingguin yang pendiam. Tidak seperti kawanannya yang sering ngobrol, pingguin itu - Fred namanya - mempunyai hobi mengamati (lalu saya kasih ilustrasi ke Hanif apa yang dimaksud mengamati hingga melalui interaksi saya merasa dia sudah paham - Y Pan). Semua pengamatannya dia analis (sama kayak tadi, berikutnya nggak usah saya ulang-ulang ya - Y Pan) dan tulis. Hasilnya dia simpan di koper yang selalu dia bawa. Hehehe, dalam dongeng pingguin bisa punya koper. Lagian namanya juga Fred. Keren.

Fred merasa kuatir dengan temuannya. Gunung es tempat mereka tinggal di kutub selatan ternyata berisiko hancur berantakan. Bisa krisis nanti. Pingguin yang sudah tua dan yang masih kecil-kecil tentu akan mengalami masa yang sulit kalau itu terjadi (untung Hanif sudah nonton Tupi-Pingping di Benua Putih, sehingga dia sudah punya konteks kehidupan pingguin - Y Pan). Pada saat hangat, gunung es mencair dan ternyata bisa memiliki celah-celah, lorong-lorong atau kanal, sampai gua besar di dalamnya. Nah, celah dan gua itu pasti berisi air.

Memasuki musim dingin, air di kanal dan gua gunung es akan membeku. Pertama, bagian luarnya. Bagian dalam tetap cair, belum menjadi es. Justru di situ bahayanya. Ketika pada saatnya air di dalam kanal dan gua besar membeku, akan terjadi pemuaian. Akibatnya sangat fatal. Gunung es bisa hancur. Fred sangat kuatir dengan situasi itu, namun dia bingung harus ngomong ke siapa. Saya takjub mendapati Hanif seolah mengerti penjelasan dalam cerita saya ini. Bisa saja dia nggak ngerti sih, tapi yang penting dia nggak bikin gaduh sama adiknya.

Apa yang dilakukan Fred selanjutnya? Padahal musim dingin tinggal beberapa bulan lagi. Bersambung... Toh waktu bercerita ini ke Hanif dan Ahmad, saya juga harus berhenti-berhenti dulu. Disambung kemudian. Pis...

Selengkapnya.....

Rabu, 16 Juli 2008

Jalur Selatan Menuju Solo

Perjalanan kami ke Surakarta memberi banyak pelajaran ke saya pribadi. Mengemudi ke luar kota telah jadi hobi saya sejak dulu, dan perjalanan ini kembali menjadi pelampiasan hobi. Jalur selatan kembali menjadi pilihan ke arah Yogya karena relatif lebih sepi dibanding jalur utara. Lagian tol Cipularang bikin perjalanan dari rumah ke Cilenyi bisa cuman satu setengah jam. Enak nyetirnya. Enak juga berhenti di rest areanya kalau perlu. Panggilan alam buat anak kecil, seperti Ahmad dan Hanif, nggak kuasa ditunda terlalu lama.

Selepas itu, jalur Nagrek-Garut-Tasik bisa juga jadi ajang tes kemampuan nyalip di rute yang agak sulit. Waktu kemarin lewat sana, sebelumnya saya sudah isi tangki mobil sebagian dengan Pertamax Plus. Tambah enak buat nyalib. Dibanding enam bulan lalu, jalur Nagrek-Garut lebih mulus. Mungkin Gubernur Jabar lalu cepet-cepet membenahi jalan menyongsong Pilkada. Apa lacur ternyata pendatang baru yang muda-muda lebih banyak dipilih warga.

Tasik seperti biasa membuat hati tenang saat nyetir. Soalnya baru mau ngebut, sudah kebaca kalimat-kalimat thoyibah. Masya Allah, memang kota santri. Yang paling lega kalau ketemu kalimat Alhamdulillah. Tandanya tantangan baru lewat yang ditempuh dengan Allahu Akbar. Gimana nggak tenang coba. Tapi dasar manusia, saya selalu tergoda untuk sedikit memacu kendaraan dengan alasan kapan sampainya kalau terus-terusan nguntit kura-kura atau keong.

Yang mengesankan tentunya Ciamis Manis. Rapi dan bersih. Pasti dapat adipura batin saya (bener nggak ya?). Kalau nggak percaya ini beberapa fotonya yang diambil saat perjalanan pulang. Waktu pergi sibuk terperangah dan mengagumi sih. Mestinya Bekasi mencontoh Ciamis nih. Gimana Pak Mochtar? Udah belajar belum dari Pemda Ciamis?


Seperti perjalanan kami yang lalu, setelah Banjar dan masuk Jawa Tengah, kami istirahat di Pring Sewu. Poster-posternya sepanjang sekian puluh kilo (mungkin seratus lebih ya kalau dihitung total dari arah Tasik dan dari arah Cilacap) jadi hiburan tersendiri saat mengemudi. Heran sudah berkali-kali ketemu posternya, tetap aja bikin riang dan tidak membosankan. Warna oranye dan kuning serta sedikit merah kayaknya memberi efek positif sekaligus negatif, yaitu atraktif sekaligus nafsu makan, hehehe.

Hanif dan Ahmad seneng banget di Pring Sewu, baik waktu perjalanan pergi maupun pulang. Soalnya pramusajinya ramah-ramah dan mau diajak main sama anak kecil. Mereka masing-masing dapat dua botol cairan sabun-busa untuk membuat gelembung-gelembung. Istri aja yang sewot kalau cairannya tumpah di jok mobil. Lainnya, mereka dapet kartu sulap (saya nggak terlalu memperhatikan - Y Pan). Kesimpulannya, marketing restoran ini serius dan bagus mengemas program dan alat. Makanannya? Enak-enak (sayang nggak difoto - Y Pan). Minumannya aja yang nggak terlalu istimewa. Demikian kata istri saya.

Jalan di wilayah Jawa Tengah, khususnya Kabupaten Cilacap, nggak terlalu mulus deh. Ada lima titik jalan ambles. Kondisi Cilacap memang mungkin nggak menguntungkan. Kalau ntar pas lebaran masih belum beres, kasian juga tuh para pemudik. Kan Cilacap bisa belajar dari Tasik dan Garut. Medannya bahkan lebih berat. Jalan membaik hanya setelah mendekati DIY. Di DIY tentu juga. Koq bisa beda? Ya begitulah. Ada Jateng, ada DIY. Ada Bekasi, ada Ciamis. Ada Indonesia, ada Singapura. Itu semua tergantung bagaimana mempraktikkan manajemen yang baik.

Di Yogya, kami menginap di tempat adik saya, pasangan dokter Adi-Betty. Anak mereka yang pertama dan kedua di bawah Rani, jadi nggak nyambung, tapi yang ketiga seumur dengan Hanif dan Ahmad. Rame! Bahkan yang besar-besar ikutan juga. Besoknya, kami terus ke Solo. Cuma satu setengah jam. Lalu? Ngurus Rani masuk Assalaam (tapi ini cerita lain - Y Pan).

Selengkapnya.....

Suasana Assalaam

Saya baru sekali-sekalinya ke Solo. Nganter Rani ke Pondok Pesantren Modern Islam Assalaam. Begitu mendekati Solo dari arah Yogya, masih di Sukoharjo, saya nanya ke istri. Alamat lengkapnya di mana sih? Eh, ternyata dokumen-dokumen disimpan di bagasi. Kebetulan kami berhenti di lampu merah dan mencari tempat stop. Di sebelah kanan ada Carrefour yang kelihatan baru buka. Terus saya beli koran lokal. Siapa tahu bisa sambil nanya. Sayang lampu keburu ijo.

Kami jalan terus dan saya memutuskan mutar balik untuk ke Carrefour. Siapa tahu bisa beli peta. Belum sempat sampai ke perempatan semula, istri melihat petunjuk ke Assalaam. Begitu besar di sebelah kanan. Waktu dari arah Yogya, harusnya petunjuk itu sudah kelihatan, tapi mungkin karena sibuk ngobrol dan debat jadinya luput. Padahal sebelumnya lagi ada pasar swalayan besar Assalaam. Ya... begitulah, nggak merhatiin jalan sih. Belakangan saya pikir mungkin juga papan petunjuknya kurang atraktif. Mungkin Assalam perlu menambah warna oranye dan kuning di papan besar itu.

Saya ambil jalan ke kanan. Setelah itu istri yang sebelumnya sudah pernah survey jadi inget kembali lokasinya. Ada Universitas Muhammadiyah. Nggak lama sampai di Assalam. Coba ke wisma dan tempat pondokan lain, ternyata penuh. Kalau nggak, kurang memadai untuk kami yang dari awal perjalanan 'direcoki' dua anak kecil yang lincah dan aktif. Akhirnya, setelah melihat-lihat Assalam dan survey pondokan di rumah penduduk, saya putuskan untuk ke Hotel Narita, sesuai rekomendasi petugas yang kami temui di Assalaam.

Berikut beberapa foto yang sempat diambil selama di dalam kampus pesantren.

Bersihnya cukup memadai. Memang bisa lebih baik lagi, tapi OK lah.





Suasana tenang juga cukup terasa. Kombinasi Solo dan pondok pesantren mungkin menambah aura ketenangan.




Belum lagi keramahan orang-orannya. Nje-nje Pak, nje. Begitulah ungkapan yang gampang terdengar.


Selengkapnya.....

Selasa, 15 Juli 2008

Mondok

Istilah mondok sering digunakan orang untuk menggantikan kata menumpang di tempat orang lain. Misalnya waktu ibunda kami perlu dirawat intensif, adik bungsu kami yang seorang dokter menyarankan agar ibu segera mondok - di rumah sakit tentunya. Saya sendiri pernah mondok di tempat sepupu waktu kuliah di Bandung. Nah, yang saya maksud mondok di sini adalah mondok di pesantren. Makanya pesantren biasanya disebut pondok pesantren.

Anak kami yang pertama, biasa kami panggil Rani, memutuskan untuk mondok. Setelah melihat beberapa alternatif, dia akhirnya memilih Pondok Pesantren Modern Islam (PPMI) Assalaam, Surakarta. Sebetulnya lokasi pondok tersebut berada di Pabelan, Kabupaten Sukoharjo, tapi emang dekat benget sih dengan perbatasan kota. Lagipula yayasan yang mengelola PPMI Assalaam aslinya berbasis di Surakarta atau Solo itu. Saya, istri, Hanif, dan Ahmad mengantarkan Rani yang mulai Ahad lalu sudah bener-bener mondok.

Walaupun tegar dan mantap, ternyata Rani sedih juga ditinggal di pondok. Bahkan malam Ahad dia akhirnya menginap bersama kami lagi di Hotel Narita, setelah sebelumnya dia memutuskan menginap di pondok. Belajar katanya. Nggak tahu kenapa, mungkin karena melihat santri lain ada yang ditemani (dikeloni - Y Pan) di kamar pondok berkapasitas dua puluh, perasaan melankolisnya muncul. Jam 11.30 malam saya jemput dia, tentunya dengan izin ustadzah penanggung jawab malam itu.

Jam 7.00 Ahad pagi, 13 Juli, saya anter lagi dia ke pondok, dan dia tidak minta kembali lagi bersama kami walaupun kelihatan seharian itu dia sedih banget. Matanya sembab. Setelah silaturahmi wali santri dengan pengurus yayasan dan pondok, kami ketemu dengan wali kelas Rani. Kelas 7C. Wali santri kemudian diberikan informasi-informasi penting, seperti nomor-nomor telepon dan tata tertib. Akhirnya kami diminta menandatangi pernyataan mengetahui dan mendukung tata tertib yang telah ditetapkan.

Sorenya, orientasi santri dimulai. Kami ikutan nonton, sampai akhirnya perpisahan nggak bisa ditunda lagi. Ayah yakin Rani pasti bisa. Ibu juga. Kira-kira begitulah pesan kami terakhir. Dengan kata-kata yang membesarkan hatinya, mengembang juga senyum manis Rani. Dan... ini semua berada di tengah hiruk pikuk suasana, khususnya yang dibuat oleh Hanif dan Ahmad. Bukan hanya pada momen itu saja, tapi mulai mereka masuk mobil saat berangkat hari Kamis, hingga mereka keluar mobil lagi kemarin sore ketika kembali ke rumah. Dasar anak kecil (tapi ini cerita lain - Y Pan)!

Selengkapnya.....

addthis

Live Traffic Feed