Copy and Paste

Anda bebas mengambil content blog ini, tapi mohon sebutkan alamat blog ini dalam tulisan Anda.

You are free to copy the content of my blog. However, please let your readers know my blog as your source.

Senin, 10 November 2014

Big Data: Big Problem

Di artikel sebelumnya, Big Data: Big Promise, saya sudah sampai pada penjelasan bagaimana para pembisik berkolaborasi dalam memberikan suplai bisikan ke tuannya. Dengan model SECI dari Nonaka-Takeuchi, kita bisa mengelompokkan kegiatan kolaborasi para pembisik dalam empat kegiatan: sosialisasi, eksternalisasi, kombinasi, dan internalisasi. Di artikel itu juga saya sudah menyinggung dalam melakukan empat kegiatan itu, khususnya internalisasi, para pembisik memerlukan data yang diaksesnya dari data warehouse, database, atau DARI MANA SAJA.


Huruf kapital yang digunakan untuk frasa DARI MANA SAJA mencerminkan agitasi dan intimidasi, karena memang jika kita masih big bingung dengan big promise dari big data, tidak perlu terlalu lama menyimpulkan kita menghadapi big problem. Eits... jangan buru-buru. Sebelumnya, mungkin kita perlu meninjau kebalikannya, little data: little problem, dulu.


Dari dulu, buku-buku maupun konsultan suka sekali dengan gambar piramida. Mungkin karena bentuknya memberi kesan kokoh, maka model ini menggoda untuk digunakan. Lagipula Piramida adalah salah satu keajaiban dunia. Dasar piramida mewakili data yang diperoleh dari sumbernya. Masih mentah, raw data. Tengah-tengah piramida hingga puncaknya mewakili hasil pengolahan data dari dasar piramida, untuk menghasilkan informasi bahkan pengetahuan. Di puncak piramida, sang tuan sudah menunggu asupan dari bawah untuk mengambil tindakan atau keputusan!



Kalau piramida itu digunakan untuk menggambarkan sistem informasi atau aplikasi, maka dasarnya adalah transaction processing systems, tengahnya management information systems, dan atasnya decision support systems atau executive information systems. Keren kan? 

Ini dia masalahnya. Keren sih keren, tapi secara pribadi, gambar itu tidak saya sukai. Pertama, ada nuansa bahwa dasar piramida harus terisi utuh dulu sebelum tengah-tengah dan puncak piramida dapat dibangun. Seorang teman kantor, dulu juga saya pernah, ngomong bagaimana mungkin kita bisa membuat MIS dan EIS yang bagus kalau kualitas TPS kita masih rendah, malah banyak yang manual. Sekarang saya tidak sependapat dengan pandangan ini.

Kedua, piramida itu memang terkesan kokoh, tapi tidak menampilkan unsur manusia secara tepat, padahal manusia adalah elemen terpenting dalam suatu sistem informasi, khususnya sistem informasi konsumsi pimpinan strategis. Pembisik-pembisik itu tidak tergambar di piramida. Akhirnya saya bikin model saya sendiri. Staf saya menyebutnya belah ketupat terbelah awan. Hahahaha.

Ini gambar belah ketupat terbelah awan ala saya.



Lho koq dasar piramida yang kokoh dihilangkan? Iya, menurut saya harus dihilangkan. Kekokohannya hanya ilusi. Tumpuan sistem informasi modern tetap saja pada orang-orangnya, yaitu para pembisik. Bagian bawah yang runcing mewakili filosofi saya bahwa untuk mengintegrasikan data dari berbagai sumber diperlukan pendekatan one bite at a time. Ini tidak berarti harus satu sumber saja pada satu saat, tapi integrasikanlah beberapa sumber yang telah tersedia. Ada pertimbangan manageability. Pilihlah yang signifikan. Pake hukum Paretto. Ga perlu kita menunggu semua TPS lengkap dan berkualitas, baru bikin enterprise data warehouse.

Tahu ga? Realitanya para pembisik sudah biasa mencukupkan diri dengan keterbatasan data yang ada dan tetap harus ngasih bisikan. Memang mereka ngedumel, tapi keluh kesahnya itu positif dan memicu kreativitas. Apatah lagi sang tuan? Dalam kondisi tidak ada data sama sekali, ketika tindakan harus diambil, tetap aja beliau buat keputusan. Memang kondisi tanpa data sama sekali adalah ekstrem. Dalam dunia nyata, kondisinya selalu di tengah-tengah. Data ada. Informasi tersedia, tapi ga sempurna. Bualan informasi sempurna hanya ada di ideologi ekonomi yang itu tuh.

One bite at a time memang menggeser tumpuan. Menggeser tanggung jawab dari aplikasi TPS dan MIS semata ke para pembisik. Itu sebabnya para pembisik itu harus digambarkan lebih eksplisit lagi di dalam model. Hingga saat ini, saya masih nyaman dengan gambar awan. Kesannya buat saya adalah magic. Ajaib... Dengan segala keterbatasan, bisnis tetap berjalan. Hidup para pembisik!

Oya, penting juga dicatat proses kolaborasi para pembisik dapat difasilitasi dengan solusi enterprise content management. Sekarang ini, minimal harus difasilitasi email, kemampuan akses secara mobile, dan integrasi dengan office. Idealnya... semua konten terkelola dengan efektif dan efisien di 'satu' tempat dan dapat ditemukan kembali dengan mudah. Kalau saja saya salah satu pembisik, saya barangkali perlu mengetahui bisikan saya di periode yang lalu apa aja, kemudian bisikan orang lain dalam menanggapi bisikan saya seperti apa. Saya mungkin perlu juga me-reuse atau me-leverage bisikan-bisikan orang lain ke dalam bisikan saya. Proses kombinasi!

Masih bersama saya? Mudah-mudahan masih ingat, meskipun artikel ini mulai kepanjangan, one bite at a time ini juga kembali ke joke yang saya lempar di atas, little data: little problem. Model belah ketupat terbelah awan  hemat saya cukup mewakili filosofi dan pendekatan ala saya di atas. Model piramida gimana? Kalau model piramida itu, little data: big problem. Manfaat terbatas, tapi masalah banyak. Cape deh. Pekerjaan ga selesai-selesai.

Nah ini saatnya kita masuk ke penjelasan yang lebih mendalam mengenai big data: big problem... Ah, katanya gambar mewakili ribuan kata. Kira-kira gambar berikut ini mampu menyampaikan pesan ga ya? 


Area baru yang merupakan wilayah big data sangat berbeda dengan area little data. Sumbernya tidak konvensional DARI MANA SAJA dan variasinya luar biasa, di samping volume dan velocity-nya berkali-kali-kali lipat, sampai mencapai APABYTE, hehehe. Area baru ini bisa seluas-luasnya area yang menjadi concern pengambil keputusan. Kalau pengambil keputusan dimaksud adalah pengambil kebijakan ekonomi yang berskala nasional dengan dampak nasional bahkan beyond, bisa dibayangkan seberapa luas area big data yang berpotensi masuk radar beliau. Lagi-lagi, peran pembisik sangat vital, bahkan lebih vital lagi.

Dengan struktur yang ga jelas, big data harus diolah sedemikian rupa oleh pembisik agar berguna. Kalau tidak begitu, cuma menuhin tempat aja, padahal keputusan tetap dapat diambil dengan data seadanya, little data. Malahan dalam perspektif tertentu, big data harus bisa ditransformasi oleh para pembisik menjadi little data yang sudah lebih jelas manfaatnya. Dalam perkataan lain, big data masih bernilai rendah. Potensinya masih harus diolah untuk menghasilkan little data yang lebih bernilai tinggi.

Akhirnya... persoalan-persoalan di atas, meskipun sudah mulai difasilitasi dengan teknologi baru, seperti Hadoop, analytics, information discovery, dan sebagainya, tetap menjadi persoalan, big problem. Barangkali yang terbesar adalah bagaimana manajemen bisa meng-upgrade para pembisiknya menjadi ahli dalam pemanfaatan big data. Ini peran baru para pembisik sebagai ilmuwan data, data scientist

addthis

Live Traffic Feed