Copy and Paste

Anda bebas mengambil content blog ini, tapi mohon sebutkan alamat blog ini dalam tulisan Anda.

You are free to copy the content of my blog. However, please let your readers know my blog as your source.

Rabu, 20 Mei 2009

Oh Ustadz

Kemarin siang, alhamdulillah, bisa dengerin kuliah zuhur di masjid kantor. Pemberi kuliah adalah Ustadz Miftah Farid. Beliau menyampaikan materi mengenai masjid. Ada masjid kuba, masjid dua kiblat, masjid jin, masjid dirar, dll. Sambil membaca catatan Mas Shiddieq mengenai Kazakhstan, saya mencermati kuliahnya yang disampaikan dengan gaya yang sama sejak dulu zaman saya kuliah di Bandung. Memangnya nggak ada yang beda?

Dulu terus terang saya menganggap gaya beliau serius. Sekarang juga begitu, tapi ada perasaan lain. Apa dulu hati ini susah disentuh ya? Sekarang, dengan cara yang sama, bahasa hati beliau mampu menarik perhatian hatiku. Ya... mungkin ini semua proses. Materi-materi ruhani yang disampaikan dengan konsisten kemungkinan sedikit demi sedikit terakumulasi, sehingga materi dan gaya yang sama lebih mudah dicerna dan diterima.

Tentu ini bukan prestasi beliau semata. Terima kasih kepada semua guru, ustadz, sahabat, dan keluarga yang nggak capek-capek menjalankan, mengajak, dan mendorong proses perbaikan. Mudah-mudahan amal yang dilakukan mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah Swt.

Balik ke Kiai Miftah, ada lagi yang lain dari beliau. Dengan seriusnya, beliau menyelipkan canda segar di dalam ceramah. Saya nggak tahu bagaimana dengan jamaah lain yang mengikuti, tapi buat saya candanya sungguh serius lucu! Berikut kutipannya.

Nama masjid hendaknya menunjukkan tempat yang dinamai memang masjid. Walaupun dari Al Qur'an, nama Al Baqoroh jangan dong dijadikan nama masjid. Masak ada Masjid Sapi Betina. Mungkin pernah ada ya masjid bernama demikian. Bukan di Arab pasti. Kenapa nggak Al Fatihah, surat pembuka? Atau kalau pewakafnya bernama Imron, dinamai Masjid Ali Imron. Kalau masjid tersebut untuk perempuan, bolehlah dinamai An Nisa. Boleh juga nama-nama dengan awal Al lainnya, kecuali nama seperti Al Kohol dan Al Pukat.

Sebenarnya menara nggak ada di zaman Nabi. Tapi karena Bilal, muadzin Nabi, dan muadzin-muadzin setelahnya selalu naik ke tempat yang tinggi, akhirnya dibuatlah menara agar jangkauan panggilan bisa lebih jauh. Kalau dulu Bilal selalu menghadapkan panggilannya ke segala arah, kini cukup ke arah kiblat saja, karena sudah ada speaker yang diarahkan ke segala penjuru. Terus mengenai pahala muadzin, Kiai Miftah menyindir masjid yang muadzinnya tidur terus. Soalnya pake kaset. Ya, begitulah yang dapet pahala adalah kasetnya.

Terus kegiatan apa yang dilakukan di masjid. Semuanya boleh, kecuali yang dilarang. Pertama, transaksi bisnis. Lobi bisnis? Boleh, tapi transaksinya di luar. Kedua, junub. Makanya di masjid nggak boleh ada kamar yang disediakan khusus untuk manten, hehehe. Orang junub hanya boleh lewat saja, misalnya karena nggak ada jalan lain, kecuali harus lewat masjid. Kalau kegiatan seni? Boleh, asal nggak mengganggu kegiatan yang mestinya dilakukan di situ.


Begitulah Ustadz Miftah Farid. Masih banyak canda serius tapi segar dari beliau dalam kuliah zuhur kemarin itu, tapi cukuplah beberapa kutipan di atas sebagai penggoda agar Anda lain kali hadir sendiri di majelis beliau.

Nah, koq bisa ya para ustadz ceramah sambil melucu? Mungkin para ustadz seperti Pak Miftah berusaha menjalankan contoh Nabi untuk berlaku lembut. Sekiranya hati para ustadz keras, tentu jamaah pada kabur. Kalau kita cermati lagi, Pak Miftah dan ustadz lainnya nampak berusaha berinteraksi secara seimbang. Nggak serius mulu. Kemudian, beliau memprioritaskan nasihat yg penting dan sederhana dalam menyampaikannya. Selain itu, beliau mengapresiasi kecerdasan pendengarnya, jadi bahasa yang dipake nyambung.

Hikmah apalagi ya yang bisa dipetik dari kuliah Pak Miftah? Oh, mungkin sikap santun! Beliau terlihat menghindari menantang jamaah. Misalnya, ayo siapa yang berani bertaruh...? Eh apaan ini? Nggak mungkin lah. Kritik dan masukan? Ada itu, di situ justru inti dari ceramah, tapi beliau tidak terlalu langsung menyampaikannya dan tidak terlalu pedas mengkritiknya. Nggak kayak kita ya? Kalau ngelihat anggota jamaah salah dikit aja, ngomongnya sampai ke seberang lautan.

Oh, Ustadz, mudah-mudahan kami bisa meneladani Anda!

2 komentar:

Bambang Anggoro mengatakan...

memang bener sdrku,kadang materi samo yang nyampekenyo samo tapi waktu yg beda kito biso beda memahami nyo aku jugo cak itu dulu .....

Y Pan mengatakan...

Om Jenong, udah lama ngga ol di fb. Sibuk da'wah caknyo.

addthis

Live Traffic Feed