Copy and Paste

Anda bebas mengambil content blog ini, tapi mohon sebutkan alamat blog ini dalam tulisan Anda.

You are free to copy the content of my blog. However, please let your readers know my blog as your source.

Kamis, 14 Mei 2009

Kelemahan Uang

Kaka pernah menolak tawaran City untuk hengkang dari AC Milan. Padahal iming-iming uang yang bakal diterimanya luar biasa besar. Toh dia tetap memilih di Milan. Ini satu contoh ketika uang tiba-tiba lumpuh di hadapan kita. Ada juga ungkapan dari the Beatles: (you) can't buy me looove.. ove! Iya ya, masak cinta bisa dibeli dengan uang.

Contoh lainnya lagi terjadi pada seorang sahabat nabi. Tawaran menggiurkan dari penguasa pasar untuk menjual seluruh barang dagangannya dengan harga luar biasa tinggi ditolaknya mentah-mentah. Pada saat paceklik itu, bisa saja ia mengikuti kehendak sebagian pelaku pasar tamak yang menyimpan motif menimbun sehingga barang-barang makin langka. Ternyata..? Ya, uang sama sekali nggak ada artinya dibandingkan balasan yang diharapkan beliau dari Allah Swt.

Mungkin kita juga pernah memiliki pengalaman serupa, meskipun tingkatnya masih rendahan. Di hadapan kita tergeletak sekarung uang. Entah dari mana. Saya yakin kita nggak serta merta menginginkannya, karena kita tahu itu bukan hak kita. Keyakinan terhadap nilai-nilai tertentu membuat uang kembali tidak berdaya. Yah, walaupun banyak juga yang kepleset, pasti ada di antara kita yang nggak mau menggadaikan keyakinan hanya sekedar untuk uang. Uang bisa tidak berarti. Itulah kelemahannya!

Bagaimana dengan sistem keuangan dunia? Apakah di konteks ini bisa juga kita demonstrasikan kelemahan inheren dari uang? Nah sebelum cakupan diskusi kita terlalu luas, mari cermati temuan peneliti, Kathleen Vohs bersama rekan-rekannya. Perilaku manusia cenderung berubah ketika sedang berpikir mengenai uang. Lebih individualis dan menolak bantuan, apalagi memberi bantuan. Lihat artikel sebelumnya, Ongkos Uang Yang Tersembunyi. Lho, bukannya ini berarti uang punya kekuatan dahsyat dalam mengubah perilaku?

Justru itu! Kekuatan seseorang atau sesuatu bisa menjadi sumber kelemahannya, walaupun nggak selalu. Ah, masak? Ya sudah kalau nggak setuju, tapi ceritanya begini...

Andaikan uang bener-bener bebas nilai. Penggunaannya oleh manusia lah yang bikin masalah atau memberi manfaat. Andaikan manusia betul-betul rasional dan mulia. Pasti penggunaan uang betul-betul dalam rangka memberi nilai tambah. Positif! Jika ada yang nyeleneh, anggaplah manusia secara keseluruhan akan memberikan koreksi, sehingga bisa dikatakan tidak akan ada penyimpangan sistematis. Penggunaan uang jadi nggak perlu terlalu dikendalikan.

Kondisi tanpa kendali? Ya itu yang diciptakan Greenspan. Ia menampik begitu saja (lihat artikel sebelumnya, Menggugat Warisan Greenspan) pengendalian derivatif yang punya potensi penggandaan uang secara nggak wajar. Beliau yakin sekali akan kekuatan invisible hand lewat mekanisme pasar dalam mengkoreksi perilaku buruk penggunaan uang. Hasilnya sudah sama-sama kita ketahui (lihat artikel sebelumnya Krisis Ekonomi AS dan Global). Lho apa yang salah? Ini dia, mungkin di sini kita bisa merasakan lagi kelemahan uang!

Ketika dibiarkan tanpa kendali, uang akan tumbuh terus menerus secara sistematis, lewat proses penggelembungan. Analogi meniup atau menggelembungkan balon kayaknya cukup pas. Sebaliknya, dulu waktu emas menjadi standard, sebelum maupun sesudah Bretton Woods (lihat artikel Kekuatan Uang), suplai uang bener-bener terkendali, bahkan terkekang. Balon ekonomi nggak bisa cepat besar. Sebentar menggembung, sebentar kempes. Begitu seterusnya.

Sebagian pemimpin negara-negara di dunia nggak sreg dengan keterbatasan laju penggelembungan balonnya masing-masing. Wah, apa pasal? Rakyatnya yang terus tumbuh karena beranak pinak akan kena dampak dari kempesnya ekonomi. Banyak yang nganggur dan nggak makan. Bahkan, seandainya balon ekonomi nggak tumbuh, populasi rakyat tetap tumbuh dan menambah masalah sosial. Pemimpin negara kemudian kena batunya. Oh gitu, tapi pertanyaan kritis yang bisa diajukan mungkin sbb.

Pertama, apakah pengekangan suplai uang lewat cadangan emas memang selalu buruk dan selalu tidak mampu mengejar pertumbuhan populasi?

Kedua, apakah pelonggaran suplai uang yang menjadi karakter inflasioner dari Bretton Woods System saat ini tidak punya risiko kebablasan akibat kecurangan-kecurangan, sampai balon ekonomi meletus... eh meledak?

Nah, mungkin jawaban terhadap dua pertanyaan ini bisa mengantar kita kepada 'pembuktian' perasaan adanya kelemahan uang. Nggak peduli Poundsterling, Dollar, apalagi Rupiah.

Lihat artikel terkait:
Kekuatan Uang

Tidak ada komentar:

addthis

Live Traffic Feed