Copy and Paste

Anda bebas mengambil content blog ini, tapi mohon sebutkan alamat blog ini dalam tulisan Anda.

You are free to copy the content of my blog. However, please let your readers know my blog as your source.

Rabu, 27 Mei 2009

Emas Putih dan Hitam

Dalam neraca perusahaan, selalu ada sisi kiri dan kanan. Sisi kiri untuk aset, sementara sisi kanan untuk beban dan modal (tepatnya ekuitas). Kalau aset tumbuh lebih tinggi dari beban, dapat dipastikan modal perusahaan terus berkembang. Artinya untung! Di sisi kiri, aset diurutkan dari yang nggak berisiko sampai dengan yang berisiko tinggi. Bisa juga urutannya dilihat berdasarkan likuiditas, tapi istilah ini terlalu teknis buat tulisan ini.

Pada dasarnya, semakin ke bawah urutan suatu aset, semakin tidak menentu kualitasnya dalam mendukung peruntungan. Aset yang dinilai paling menunjang peruntungan adalah uang kas. Dekat dengan kategori kas adalah emas. Dengan emas atau uang kas, perusahaan bisa belanja aset lain untuk mengungkit peruntungannya. Soalnya kalau uang atau emas tidak diputar, nggak akan ada yang tumbuh. Segitu-gitu aja.

Dengan belanja aset produktif, peruntungan perusahaan bisa meningkat. Pasti? Nggak juga. Karena itu, belanja aset bisa jadi mimpi buruk. Bukan untung, malah buntung. Aset yang dibeli ternyata bisa jadi hampa atau bahkan jadi beban dalam semalam atau bahkan dalam hitungan detik. Lihat saja gelembung kredit global yang tadinya ditulis di sisi kiri sebagai aset. Gelembung itu tiba-tiba pecah dan bahkan melahirkan beban buat lembaga-lembaga keuangan, kemudian negara, kemudian masyarakat.

Sebaliknya, di dalam masyarakat, apresiasi terhadap emas selalu tinggi. Nggak puas dengan emas kuning, orang berhias dengan emas putih. Dalam film animasi anak-anak, serial MRICO, dijelaskan bagaimana emas mendapatkan penilaian yang tinggi seperti itu. Saya nggak akan mengelaborasinya di sini. Realitanya, emas memang tetap dinilai tinggi. Apapun itu, emas adalah bahan mineral dari dalam bumi pemberian Allah Swt.

Uniknya, dalam masyarakat modern, banyak yang meramalkan bahwa nilai kekayaan bakal tidak menggunakan emas lagi sebagai standard. Ini sinkron dengan penerapan uang fiat sebagai alat pembayaran. Uang fiat adalah uang kertas yang tidak dijamin sama sekali dengan emas. Kerabat saya di kampung sering heran, lho dari mana kertas itu mendapatkan nilainya. Tentu saja jawaban gampangnya dari kepercayaan. Secara nasional, kepercayaan itu tumbuh dari seberapa produktif suatu negara. Penurunan nilai tukar uang, misalnya rupiah terhadap dollar atau yen, menunjukkan negara penerbit rupiah kalah produktif dari negara penerbit dollar maupun yen, dan yang nggak produktif itu adalah kita.

Pertanyaan lanjutannya adalah dari mana produktivitas tumbuh. Seperti tadi, emas atau uang kas yang didiamkan tidak akan pernah tumbuh. Kalau ia diputar, peruntungan bisa punya kans. Nah, untuk memutarnya itu perlu pengetahuan dan keahlian. Kalau kita jago dagang, kita bisa membeli murah dan menjual mahal. Itulah peruntungannya. Kalau kita jago membuat sesuatu, kita pun bisa menambah peruntungan. Menanam karet? Hmm... Bahkan dengan hanya kenal orang yang tepat atau dengan senyuman sekalipun, peruntungan bisa diangkat. Semuanya itu perlu ilmu.

Jadi nggak salah dong dikatakan bahwa peruntungan lebih ditentukan pengetahuan dan keahlian daripada kepemilikan terhadap uang atau emas atau warisan sumber daya alam. Orang yang bener-bener jago bisa menggunakan uang orang lain untuk peruntungannya. Sistem keuangan modern lebih-lebih sangat memungkinkan itu. Nah, di sini letak jebakannya. Terlalu mengagungkan pengetahuan dan kemampuan ada bahayanya. Suatu yang nggak nyata (intangible), seperti pengetahuan, bisa bernilai positif atau negatif.

Lho, koq ada pengetahuan yang bernilai negatif? Bisa dong. Manusia tidak pernah dapat mencapai pengetahuan dan kemampuan sempurna. Di situ justru letak serunya. Dengan kekurangan, ada peluang perbaikan terus menerus. Yang ketahuan negatif secara ilmiah (atau praktis pragmatis, supaya lebih longgar - Y Pan) bisa dikoreksi menjadi positif. Agak serius dikit, secara filosofis, kemustahilan adanya pengetahuan sempurna mudah ditunjukkan. Lihat deh pemikiran filsuf Popper dan Soros... ya George Soros.

Apalagi agama, seperti Islam yang saya ketahui, sudah wanti-wanti bahwa Allah hanya menurunkan sedikit sekali ilmu kepada manusia. Negative intangibles artinya bisa terjadi. Ini belum memasukkan faktor negatif sifat setan dalam diri manusia, yang bisa sengaja curang. Maksudnya? Ya, bukan mustahil ada pihak jahat yang sengaja memproduksi dan menyebarluaskan pengetahuan yang salah. Ketika pengetahuan itu mendominasi, pihak jahat tersebut bisa mengambil keuntungan sendiri darinya.

Buru-buru loncat ke kesimpulan (karena tulisan udah kepanjangan - Y Pan), aset-aset nyata (tangibles) tetap penting. Apalagi emas sebagai aset yang paling lancar. Penguasaan terhadap emas, secanggih apapun pengetahuan yang dikuasai, tetap utama. Kesimpulan ini setidaknya benar hingga saat ini. Lihat aja sepak terjang saudara emas putih. Harganya kembali merangkak naik, eh meroket lagi. Pengetahuan belum mampu menciptakan energi alternatif yang lebih murah daripada emas hitam itu. Alternatif lain, seperti energi nuklir, masih tergantung sumber daya alam yang dianugerahkan Allah kepada negeri-negeri yang beruntung. Kita pun menjadi saksi bagaimana perang dikobarkan untuk menguasainya!

Baca juga:
Kekuatan Uang
Kelemahan Uang

Selengkapnya.....

Rabu, 20 Mei 2009

Oh Ustadz

Kemarin siang, alhamdulillah, bisa dengerin kuliah zuhur di masjid kantor. Pemberi kuliah adalah Ustadz Miftah Farid. Beliau menyampaikan materi mengenai masjid. Ada masjid kuba, masjid dua kiblat, masjid jin, masjid dirar, dll. Sambil membaca catatan Mas Shiddieq mengenai Kazakhstan, saya mencermati kuliahnya yang disampaikan dengan gaya yang sama sejak dulu zaman saya kuliah di Bandung. Memangnya nggak ada yang beda?

Dulu terus terang saya menganggap gaya beliau serius. Sekarang juga begitu, tapi ada perasaan lain. Apa dulu hati ini susah disentuh ya? Sekarang, dengan cara yang sama, bahasa hati beliau mampu menarik perhatian hatiku. Ya... mungkin ini semua proses. Materi-materi ruhani yang disampaikan dengan konsisten kemungkinan sedikit demi sedikit terakumulasi, sehingga materi dan gaya yang sama lebih mudah dicerna dan diterima.

Tentu ini bukan prestasi beliau semata. Terima kasih kepada semua guru, ustadz, sahabat, dan keluarga yang nggak capek-capek menjalankan, mengajak, dan mendorong proses perbaikan. Mudah-mudahan amal yang dilakukan mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah Swt.

Balik ke Kiai Miftah, ada lagi yang lain dari beliau. Dengan seriusnya, beliau menyelipkan canda segar di dalam ceramah. Saya nggak tahu bagaimana dengan jamaah lain yang mengikuti, tapi buat saya candanya sungguh serius lucu! Berikut kutipannya.

Nama masjid hendaknya menunjukkan tempat yang dinamai memang masjid. Walaupun dari Al Qur'an, nama Al Baqoroh jangan dong dijadikan nama masjid. Masak ada Masjid Sapi Betina. Mungkin pernah ada ya masjid bernama demikian. Bukan di Arab pasti. Kenapa nggak Al Fatihah, surat pembuka? Atau kalau pewakafnya bernama Imron, dinamai Masjid Ali Imron. Kalau masjid tersebut untuk perempuan, bolehlah dinamai An Nisa. Boleh juga nama-nama dengan awal Al lainnya, kecuali nama seperti Al Kohol dan Al Pukat.

Sebenarnya menara nggak ada di zaman Nabi. Tapi karena Bilal, muadzin Nabi, dan muadzin-muadzin setelahnya selalu naik ke tempat yang tinggi, akhirnya dibuatlah menara agar jangkauan panggilan bisa lebih jauh. Kalau dulu Bilal selalu menghadapkan panggilannya ke segala arah, kini cukup ke arah kiblat saja, karena sudah ada speaker yang diarahkan ke segala penjuru. Terus mengenai pahala muadzin, Kiai Miftah menyindir masjid yang muadzinnya tidur terus. Soalnya pake kaset. Ya, begitulah yang dapet pahala adalah kasetnya.

Terus kegiatan apa yang dilakukan di masjid. Semuanya boleh, kecuali yang dilarang. Pertama, transaksi bisnis. Lobi bisnis? Boleh, tapi transaksinya di luar. Kedua, junub. Makanya di masjid nggak boleh ada kamar yang disediakan khusus untuk manten, hehehe. Orang junub hanya boleh lewat saja, misalnya karena nggak ada jalan lain, kecuali harus lewat masjid. Kalau kegiatan seni? Boleh, asal nggak mengganggu kegiatan yang mestinya dilakukan di situ.


Begitulah Ustadz Miftah Farid. Masih banyak canda serius tapi segar dari beliau dalam kuliah zuhur kemarin itu, tapi cukuplah beberapa kutipan di atas sebagai penggoda agar Anda lain kali hadir sendiri di majelis beliau.

Nah, koq bisa ya para ustadz ceramah sambil melucu? Mungkin para ustadz seperti Pak Miftah berusaha menjalankan contoh Nabi untuk berlaku lembut. Sekiranya hati para ustadz keras, tentu jamaah pada kabur. Kalau kita cermati lagi, Pak Miftah dan ustadz lainnya nampak berusaha berinteraksi secara seimbang. Nggak serius mulu. Kemudian, beliau memprioritaskan nasihat yg penting dan sederhana dalam menyampaikannya. Selain itu, beliau mengapresiasi kecerdasan pendengarnya, jadi bahasa yang dipake nyambung.

Hikmah apalagi ya yang bisa dipetik dari kuliah Pak Miftah? Oh, mungkin sikap santun! Beliau terlihat menghindari menantang jamaah. Misalnya, ayo siapa yang berani bertaruh...? Eh apaan ini? Nggak mungkin lah. Kritik dan masukan? Ada itu, di situ justru inti dari ceramah, tapi beliau tidak terlalu langsung menyampaikannya dan tidak terlalu pedas mengkritiknya. Nggak kayak kita ya? Kalau ngelihat anggota jamaah salah dikit aja, ngomongnya sampai ke seberang lautan.

Oh, Ustadz, mudah-mudahan kami bisa meneladani Anda!

Selengkapnya.....

Kamis, 14 Mei 2009

Kelemahan Uang

Kaka pernah menolak tawaran City untuk hengkang dari AC Milan. Padahal iming-iming uang yang bakal diterimanya luar biasa besar. Toh dia tetap memilih di Milan. Ini satu contoh ketika uang tiba-tiba lumpuh di hadapan kita. Ada juga ungkapan dari the Beatles: (you) can't buy me looove.. ove! Iya ya, masak cinta bisa dibeli dengan uang.

Contoh lainnya lagi terjadi pada seorang sahabat nabi. Tawaran menggiurkan dari penguasa pasar untuk menjual seluruh barang dagangannya dengan harga luar biasa tinggi ditolaknya mentah-mentah. Pada saat paceklik itu, bisa saja ia mengikuti kehendak sebagian pelaku pasar tamak yang menyimpan motif menimbun sehingga barang-barang makin langka. Ternyata..? Ya, uang sama sekali nggak ada artinya dibandingkan balasan yang diharapkan beliau dari Allah Swt.

Mungkin kita juga pernah memiliki pengalaman serupa, meskipun tingkatnya masih rendahan. Di hadapan kita tergeletak sekarung uang. Entah dari mana. Saya yakin kita nggak serta merta menginginkannya, karena kita tahu itu bukan hak kita. Keyakinan terhadap nilai-nilai tertentu membuat uang kembali tidak berdaya. Yah, walaupun banyak juga yang kepleset, pasti ada di antara kita yang nggak mau menggadaikan keyakinan hanya sekedar untuk uang. Uang bisa tidak berarti. Itulah kelemahannya!

Bagaimana dengan sistem keuangan dunia? Apakah di konteks ini bisa juga kita demonstrasikan kelemahan inheren dari uang? Nah sebelum cakupan diskusi kita terlalu luas, mari cermati temuan peneliti, Kathleen Vohs bersama rekan-rekannya. Perilaku manusia cenderung berubah ketika sedang berpikir mengenai uang. Lebih individualis dan menolak bantuan, apalagi memberi bantuan. Lihat artikel sebelumnya, Ongkos Uang Yang Tersembunyi. Lho, bukannya ini berarti uang punya kekuatan dahsyat dalam mengubah perilaku?

Justru itu! Kekuatan seseorang atau sesuatu bisa menjadi sumber kelemahannya, walaupun nggak selalu. Ah, masak? Ya sudah kalau nggak setuju, tapi ceritanya begini...

Andaikan uang bener-bener bebas nilai. Penggunaannya oleh manusia lah yang bikin masalah atau memberi manfaat. Andaikan manusia betul-betul rasional dan mulia. Pasti penggunaan uang betul-betul dalam rangka memberi nilai tambah. Positif! Jika ada yang nyeleneh, anggaplah manusia secara keseluruhan akan memberikan koreksi, sehingga bisa dikatakan tidak akan ada penyimpangan sistematis. Penggunaan uang jadi nggak perlu terlalu dikendalikan.

Kondisi tanpa kendali? Ya itu yang diciptakan Greenspan. Ia menampik begitu saja (lihat artikel sebelumnya, Menggugat Warisan Greenspan) pengendalian derivatif yang punya potensi penggandaan uang secara nggak wajar. Beliau yakin sekali akan kekuatan invisible hand lewat mekanisme pasar dalam mengkoreksi perilaku buruk penggunaan uang. Hasilnya sudah sama-sama kita ketahui (lihat artikel sebelumnya Krisis Ekonomi AS dan Global). Lho apa yang salah? Ini dia, mungkin di sini kita bisa merasakan lagi kelemahan uang!

Ketika dibiarkan tanpa kendali, uang akan tumbuh terus menerus secara sistematis, lewat proses penggelembungan. Analogi meniup atau menggelembungkan balon kayaknya cukup pas. Sebaliknya, dulu waktu emas menjadi standard, sebelum maupun sesudah Bretton Woods (lihat artikel Kekuatan Uang), suplai uang bener-bener terkendali, bahkan terkekang. Balon ekonomi nggak bisa cepat besar. Sebentar menggembung, sebentar kempes. Begitu seterusnya.

Sebagian pemimpin negara-negara di dunia nggak sreg dengan keterbatasan laju penggelembungan balonnya masing-masing. Wah, apa pasal? Rakyatnya yang terus tumbuh karena beranak pinak akan kena dampak dari kempesnya ekonomi. Banyak yang nganggur dan nggak makan. Bahkan, seandainya balon ekonomi nggak tumbuh, populasi rakyat tetap tumbuh dan menambah masalah sosial. Pemimpin negara kemudian kena batunya. Oh gitu, tapi pertanyaan kritis yang bisa diajukan mungkin sbb.

Pertama, apakah pengekangan suplai uang lewat cadangan emas memang selalu buruk dan selalu tidak mampu mengejar pertumbuhan populasi?

Kedua, apakah pelonggaran suplai uang yang menjadi karakter inflasioner dari Bretton Woods System saat ini tidak punya risiko kebablasan akibat kecurangan-kecurangan, sampai balon ekonomi meletus... eh meledak?

Nah, mungkin jawaban terhadap dua pertanyaan ini bisa mengantar kita kepada 'pembuktian' perasaan adanya kelemahan uang. Nggak peduli Poundsterling, Dollar, apalagi Rupiah.

Lihat artikel terkait:
Kekuatan Uang

Selengkapnya.....

Jumat, 08 Mei 2009

Kekuatan Uang

Nggak ada uang, abang ditendang. Sebaliknya, punya uang, abang disayang. Bener kan? Hehehe... Nggak semua perempuan (dan laki-laki) begitu sih. Contohnya kamuuuu... mau mencintaiku apa adanya.

Bagaimanapun, uang memang punya kekuatan. Suka atau tidak. Waktu Ketua RW kami masih hidup, dia sungguh punya pengaruh kuat di lingkungan. Tanpa uang aja, Ketua RW sudah cukup disegani. Apalagi duitnya banyak. Beliau sempat membangun beberapa kios di dekat pendopo. Katanya, masing-masing kios diserahkan pengelolaannya ke masing-masing RT. Wah, ada apa ini? Waktu itu, RT kami jadi curiga. Lagian posisi kios merugikan sebagian warga. Nah, walaupun sudah diprotes, tetep aja pembangunan jalan. Di sebelahnya, malahan dijadikan tempat cucian mobil. Sumber uangnya? Jangan tanya deh. Nggak tahu!

Kalau cerita level dunia, di abad modern ini, Inggris secara alamiah pernah menjadi pusat keuangan dunia. Sterling pernah menjadi alat tukar antar negara di kawasan Eropa. Lho koq bisa? Ya itu tadi, Sterling sebagai uang punya kekuatan dan dibandingkan uang negara-negara tetangganya ia sangat dominan. Asal kekuatan itu dari mana? Ya asalnya dari penguasaan Inggris Raya atas sumber-sumber ekonomi yang waktu itu diwakili oleh gunungan emas. Karena kekuatan itu pula, Inggris mempunyai hak istimewa untuk memberikan utang ke negara-negara lain.

Kenapa repot Denmark, misalnya, mengkonversi mata uangnya ke Sterling? Pertama, untuk perdagangan antar negara. Kan duit yang digunakan mesti bisa ditukar antar mata uang yang berbeda. Pegangannya ya itu... Sterling. Alternatif lain, pegangannya emas! Setiap negara memiliki cadangan emas yang mem-backup mata uangnya dengan rate atau tarif tertentu. Nah, dengan kemampuan konversi seperti itu, apakah lewat emas atau lewat Sterling, Denmark bisa berdagang dengan negara-negara Eropa lainnya. Kedua, konversi mata uang diperlukan untuk memungkinkan investasi lintas negara. Penjelasannya masih senada sih dengan yang pertama. Dagang dan investasi mirip banget. Investasi bisa dibilang dagang juga. Yang ketiga dan terakhir, mirip dengan yang kedua, alasan perlunya konversi adalah adanya hutang piutang antar negara, sebagaimana si abang juga suka ngutangin atau ngutang ke tetangga.

Begitulah Inggris. Ia negara kuat secara ekonomi dan militer. Namun demikian, kehidupan selalu berubah tak terduga. Karena perang, Inggris bukannya menumpuk emas sehingga punya dua gunung emas, tapi malah menumpuk hutang ke... siapa lagi kalau bukan Amerika Serikat, rivalnya sejak masa kolonisasi benua kaum Indian. Sterling kehilangan kekuatannya setelah Perang Dunia II. Giliran abang ini untuk ditendang? Ya, begitulah sejarah membuktikan. Dampaknya apa? Weleh, perdagangan dan investasi antar negara terganggu. Inggris nggak mampu lagi menjadi cukong dunia! Balik ke emas dong. Nggak bisa lagi karena negara-negara nggak mau mengkerut atau mengecil ekonominya, walaupun ketika tekor terus: banyak impor (konsumsi) tapi sedikit ekspor (produksi). Kalau nggak pake emas, pertumbuhan bisa ditiup terus. Dengan hati-hati tapi. Kalau nggak, bisa meletus.

Melalui lobi-lobi yang melelahkan, di konferensi Bretton Woods, para delegasi Inggris dan AS akhirnya sepakat dengan suatu jalan keluar. Harus ada pengganti Poundsterling sebagai mata uang dunia. Walaupun Inggris, dari ide John Maynard Keynes, mengusulkan bancor sebagai mata uang dunia dengan satu bank sentral dunia tunggal yang mengatur suplainya, AS nggak ambil pusing, karena nilai tawar AS dibanding Inggris lebih tinggi. Dollar akhirnya dijadikan pengganti Pound Inggris, dengan persetujuan negara-negara pengekor. Konsekuensinya AS menjadi pusat keuangan dunia baru!

Untuk mengatur sistem baru yang disebut Bretton Woods System, dibentuklah IMF dan IBRD (sekarang WB atau Bank Dunia). IMF mempunyai otoritas menjaga nilai tukar antar mata uang yang semuanya berpegang ke Dollar. Perubahan nilai tukar boleh dilakukan menurut aturan tertentu dan untuk kasus tertentu lewat persetujuan IMF. Sementara WB berfungsi memberikan pinjaman pembangunan ke negara-negara yang tertinggal. Cita-cita sistem ini mulia banget. Bahasa gaulnya: yok semuanya kita jalan dan maju bareng! Jadilah sistem ini, dengan beberapa perubahan sepanjang beberapa dekade, berlaku hingga sekarang. Sungguh? Yes, to some extent.

Ah, jadi kepanjangan deh. OK, nantikan aja artikel berikutnya Kelemahan Uang.

Selengkapnya.....

Selasa, 05 Mei 2009

Temuan Hari Ini

Masih inget sama Yuyun, temen saya, kan? Kalau sudah lupa, coba kunjungi artikel sebelumnya, Relawan Jalanan.

Hari ini, tiba-tiba, dia memburu ke arah saya dengan membawa sesuatu di tangannya. Temen-temen berkumpul... terheran-heran... dan menyaksikan ini...


Selengkapnya.....

Sabtu, 02 Mei 2009

Relawan Jalanan

Temenku Yuyun namanya. Dia seorang yang punya motivasi aktualisasi luar biasa. Buktinya ke kantor suka naik sepeda. Lho apa hubungannya? Nggak ada kali. Tapi menurutku sih begitu, dan itu nggak perlu bukti lebih jauh. Pokoknya begitu deh, walaupun Yuyun sendiri bisa nggak setuju, hehehe.

Jum'at pagi kemarin di kantor dia semangat sekali menunjukkan temuannya persis di depan ASMI. Apa sih? Tunggu dulu. Pernah dua kali sepeda motornya jadi korban di situ. Sepedanya sekali. Rupanya pengalaman buruk menjadi korban menghimpun tekadnya mulai May Day untuk menjadi relawan jalanan. Rencananya dia akan lakukan aksi hingga akhir Mei. Kemudian dia akan bikin perhitungan.

Saking semangatnya dia bercerita, saya yang tadinya sedang ngobrol dengan teman lain agak jauh dari situ tertarik juga untuk melakukan wawancara investigasi. Yuyun sih seneng aja diwawancarai, apalagi pas difoto. Ini dia fotonya.




Waktu ditanya mau diapain paku-paku yang terkumpul. Sambil bercanda dia bilang mau diloakin aja! Wah, hitungannya untung atau rugi ya? Jelas untung dong secara spirtual. Insya Allah seorang yang menyingkirkan duri dari jalan akan mendapatkan pahala. Pengorbanannya? Ah, nggak seberapa. Kan dia cuma fokus di depan ASMI. Itulah tempat paling rawan yang selalu dilewatinya. Tempat lain yang dilewati orang lain gimana? Yah... masak harus Yuyun juga. Itu ladang amal masing-masing. Kecuali kalau Bang Foke mau ngerjainnya. Semua pemilihnya bahkan yang nggak memilihnya tapi menerima kekalahan Pak Adang akan kebagian pahala.

Buat Yuyun: TERUSKAN (atau LANJUTKAN kata jargon kampanye, walau dengan pasangan yang berbeda)!

Selengkapnya.....

addthis

Live Traffic Feed