Copy and Paste

Anda bebas mengambil content blog ini, tapi mohon sebutkan alamat blog ini dalam tulisan Anda.

You are free to copy the content of my blog. However, please let your readers know my blog as your source.

Sabtu, 24 Mei 2008

Mengenai Kebangkitan Nasional

Dalam kolom Resonansi harian Republika, Syafii Maarif pernah menulis momen pembentukan Budi Utomo (BU) tidak kuat menurut sejarah untuk dijadikan tonggak kebangkitan nasional. Alasannya BU didirikan tidak berdasarkan semangat kebangsaan Indonesia. Itu satu. Alasan lainnya antara lain ada alternatif tonggak, misalnya Sumpah Pemuda 1928. Saya tidak akan berdebat dengan beliau, tapi entah mengapa kesan saya membaca kolom tersebut cenderung negatif. Mungkin karena keterbatasan ruang untuk memberikan analisis lebih banyak, beliau terpaksa terlalu menekankan poin beliau sendiri, tanpa empati terhadap pendapat alternatif.

Perasaan negatif muncul kembali ketika beliau mengungkapkan tanda Indonesia di ambang kebangkrutan nasional. Mungkin maksud beliau baik. Tentunya demikian, agar penguasa berbuat lebih banyak untuk memperbaiki keadaan. Saya merasa Ustadz Syafii Maarif seharusnya dapat menyampaikan substansi yang sama dengan cara yang lebih elegan. Gaya komunikasi yang saya sukai memang suka dikritik teman kantor. Apa nggak bisa lebih tegas? Begitulah, saya yakin bahwa ketegasan sikap dapat ditunjukkan dengan cara santun dan elegan.

Kembali ke topik, anehnya, perasaan saya cenderung positif ketika poin yang kurang lebih sama disampaikan oleh DR Yudi Latief dalam khutbah Jum'at di kantor. Saya bukan penggemar tokoh ini. Saya bahkan agak skeptis karena curiga beliau membawa paham yang terlalu liberal. Ini memang aneh. Saya perhatikan betul setiap kata dalam khutbahnya. Lebih baik dari khutbah beliau sebelumnya di waktu lalu. Dengan ta'awudz model audzubillahissami..,, hamdalah, syahadah, sholawat yang minimal, tapi lebih baik dari sebelumnya, beliau menyampaikan poinnya. Ditunjang dengan fakta sejarah yang kaya, yang saya tidak sempat mengecek semua kebenarannya, poin beliau terasa menyengat. Penyemaian semangat kebangkitan menurut beliau terjadi jauh sebelum BU. Dipelopori oleh para ulama dan guru. Wajar katanya, karena dengan mayoritas penduduk muslim, madrasah dan ulama menjadi pusat reformasi.

Pak Yudi Latief juga mengungkapkan peranan Syarikat Dagang Islam dalam meneruskan semangat kebangkitan di awal abad 20. Sukarno mengaku sebagai murid politik Cokroaminoto. Nilai-nilai Islam yang egaliter menjadi ruh kebangkitan. Islam mengajarkan semua orang sederajat. Yang membuat orang mulia adalah ilmu pengetahuannya dan takwanya tentu saja, demikian Pak Yudi Latief sembari mengutip ayat pendukung. Penjajahan atau eksploitasi manusia atas manusia harus dihapuskan. Nah, menurut beliau Indonesia kemudian menjadi inspirasi buat negara-negara terjajah lainnya.

Untuk betul-betul bangkit, Indonesia khususnya kaum muslimin harus bertanya dengan bahasa yang telah asing dalam keseharian. Alih-alih bertanya who wins (pertanyaan politik) dan what is the bottom line (pertanyaan ekonomi), kita harus mengajukan pertanyaan what is right (pertanyaan moral). Di sinilah ruh kebangkitan sesungguhnya. Nilai luhur agama dengan demikian harus kembali menjadi inspirasi kebangkitan.

Tidak ada komentar:

addthis

Live Traffic Feed