Copy and Paste

Anda bebas mengambil content blog ini, tapi mohon sebutkan alamat blog ini dalam tulisan Anda.

You are free to copy the content of my blog. However, please let your readers know my blog as your source.

Rabu, 16 Juli 2008

Jalur Selatan Menuju Solo

Perjalanan kami ke Surakarta memberi banyak pelajaran ke saya pribadi. Mengemudi ke luar kota telah jadi hobi saya sejak dulu, dan perjalanan ini kembali menjadi pelampiasan hobi. Jalur selatan kembali menjadi pilihan ke arah Yogya karena relatif lebih sepi dibanding jalur utara. Lagian tol Cipularang bikin perjalanan dari rumah ke Cilenyi bisa cuman satu setengah jam. Enak nyetirnya. Enak juga berhenti di rest areanya kalau perlu. Panggilan alam buat anak kecil, seperti Ahmad dan Hanif, nggak kuasa ditunda terlalu lama.

Selepas itu, jalur Nagrek-Garut-Tasik bisa juga jadi ajang tes kemampuan nyalip di rute yang agak sulit. Waktu kemarin lewat sana, sebelumnya saya sudah isi tangki mobil sebagian dengan Pertamax Plus. Tambah enak buat nyalib. Dibanding enam bulan lalu, jalur Nagrek-Garut lebih mulus. Mungkin Gubernur Jabar lalu cepet-cepet membenahi jalan menyongsong Pilkada. Apa lacur ternyata pendatang baru yang muda-muda lebih banyak dipilih warga.

Tasik seperti biasa membuat hati tenang saat nyetir. Soalnya baru mau ngebut, sudah kebaca kalimat-kalimat thoyibah. Masya Allah, memang kota santri. Yang paling lega kalau ketemu kalimat Alhamdulillah. Tandanya tantangan baru lewat yang ditempuh dengan Allahu Akbar. Gimana nggak tenang coba. Tapi dasar manusia, saya selalu tergoda untuk sedikit memacu kendaraan dengan alasan kapan sampainya kalau terus-terusan nguntit kura-kura atau keong.

Yang mengesankan tentunya Ciamis Manis. Rapi dan bersih. Pasti dapat adipura batin saya (bener nggak ya?). Kalau nggak percaya ini beberapa fotonya yang diambil saat perjalanan pulang. Waktu pergi sibuk terperangah dan mengagumi sih. Mestinya Bekasi mencontoh Ciamis nih. Gimana Pak Mochtar? Udah belajar belum dari Pemda Ciamis?


Seperti perjalanan kami yang lalu, setelah Banjar dan masuk Jawa Tengah, kami istirahat di Pring Sewu. Poster-posternya sepanjang sekian puluh kilo (mungkin seratus lebih ya kalau dihitung total dari arah Tasik dan dari arah Cilacap) jadi hiburan tersendiri saat mengemudi. Heran sudah berkali-kali ketemu posternya, tetap aja bikin riang dan tidak membosankan. Warna oranye dan kuning serta sedikit merah kayaknya memberi efek positif sekaligus negatif, yaitu atraktif sekaligus nafsu makan, hehehe.

Hanif dan Ahmad seneng banget di Pring Sewu, baik waktu perjalanan pergi maupun pulang. Soalnya pramusajinya ramah-ramah dan mau diajak main sama anak kecil. Mereka masing-masing dapat dua botol cairan sabun-busa untuk membuat gelembung-gelembung. Istri aja yang sewot kalau cairannya tumpah di jok mobil. Lainnya, mereka dapet kartu sulap (saya nggak terlalu memperhatikan - Y Pan). Kesimpulannya, marketing restoran ini serius dan bagus mengemas program dan alat. Makanannya? Enak-enak (sayang nggak difoto - Y Pan). Minumannya aja yang nggak terlalu istimewa. Demikian kata istri saya.

Jalan di wilayah Jawa Tengah, khususnya Kabupaten Cilacap, nggak terlalu mulus deh. Ada lima titik jalan ambles. Kondisi Cilacap memang mungkin nggak menguntungkan. Kalau ntar pas lebaran masih belum beres, kasian juga tuh para pemudik. Kan Cilacap bisa belajar dari Tasik dan Garut. Medannya bahkan lebih berat. Jalan membaik hanya setelah mendekati DIY. Di DIY tentu juga. Koq bisa beda? Ya begitulah. Ada Jateng, ada DIY. Ada Bekasi, ada Ciamis. Ada Indonesia, ada Singapura. Itu semua tergantung bagaimana mempraktikkan manajemen yang baik.

Di Yogya, kami menginap di tempat adik saya, pasangan dokter Adi-Betty. Anak mereka yang pertama dan kedua di bawah Rani, jadi nggak nyambung, tapi yang ketiga seumur dengan Hanif dan Ahmad. Rame! Bahkan yang besar-besar ikutan juga. Besoknya, kami terus ke Solo. Cuma satu setengah jam. Lalu? Ngurus Rani masuk Assalaam (tapi ini cerita lain - Y Pan).

Tidak ada komentar:

addthis

Live Traffic Feed