Copy and Paste

Anda bebas mengambil content blog ini, tapi mohon sebutkan alamat blog ini dalam tulisan Anda.

You are free to copy the content of my blog. However, please let your readers know my blog as your source.

Minggu, 09 Maret 2008

Analisa Greenspan atas Dunia

Kalau kita pernah membaca tulisan Plato berjudul The Republic yang menceritakan kehebatan pemikiran gurunya, yaitu Socrates, kita akan dengan mudah mengaitkan pemikiran Socrates dengan Karl Marx. Sebuah negara yang adil (a just state) menurut Socrates dapat diwujudkan kalau ia dipimpin kaum filsuf yang memikirkan dan merencanakan seluruh aspek kehidupan masyarakat negara. Elemen masyarakat yang lain, yakni kaum ksatria dan kaum pedagang atau pekerja harus berfungsi sesuai labelnya, dan ketiga golongan tidak saling overlap dalam fungsinya. Untuk mengakomodasi 'kenaikan kelas' dalam masyarakat, kaum filsuf yang memimpin negara bahkan harus merencanakan perkawinan di dalam masyarakat, sementara anak-anak diurus dan dibesarkan semuanya oleh negara, kemudian diamati, dan direncanakan fungsinya di masa yang akan datang, termasuk perkawinan generasi baru tersebut. Ngeri dengan ide utopis seperti ini? Mewujudkan surga di dunia? Hm...

Pandangan Adam Smith pasti tidak diinspirasi pemikiran Socrates tentang a just state. Dia pasti diilhami suatu masyarakat egaliter yang di dalamnya tiap individu berhak berinisiatif apa saja sesuai kepentingan dan aspirasi masing-masing. Praktik masyarakat seperti itu mungkin tidak akan kita jumpai di Inggris masa itu ataupun daratan eropa yang sangat monarkis. Juga mungkin tidak kita jumpai di masyarakat Cina, Jepang, India masa lalu yang semuanya juga berbentuk kerajaan. Lalu dari mana inspirasi Adam Smith? Dari filsuf Yunani lainnya? Mungkin Anda tahu? Yang pasti ide baru disusun berdasarkan ide-ide sebelumnya. Jadi, saya pribadi kurang sepakat dengan pemaksaan ide bahwa Adam Smith adalah Bapak Ilmu Ekonomi. Apalagi perilaku ekonomi dan pasar adalah praktik purba ummat manusia. Di masyarakat zaman dahulu yang tidak didominasi kekuasaan kerajaan dan regulator ekonomi kita dapat jumpai kekuatan dan kekuasaan pasar, juga perdagangan bebas, yang kini seolah-olah merupakan pemikiran orisinal Adam Smith seorang.

Kembali ke buku The Age of Turbulence, kita akan dapati bagian-bagian akhirnya berisi analisa Greenspan terhadap setiap belahan dunia dalam menerima atau menolak kapitalisme dan globalisasi atau sekaligus menerima (sebagian) dan menolak (sebagian). Akhirnya buku ditutupnya dengan ramalam apa yang akan terjadi terhadap kapitalisme, khususnya di Amerika. Sebelum menganalisa belahan dunia lain, Greenspan membahas terlebih dulu kutub kaum konservatif dan kaum liberal di Amerika, yang masing-masing diwakili Partai Republik dan Partai Demokrat. Kaum konservatif, termasuk Greenspan sendiri di dalamnya, adalah pendukung berat kapitalisme ala Adam Smith. Pemerintah harus diperkecil perannya. Swasta yang dibiarkan gede. Kaum ini bahkan telah lama mengupayakan swastanisasi social security yang merupakan salah satu produk The New Deal warisan Administrasi FTR yang seorang demokrat. Reformasi kesehatan di Amerika juga diarahkan oleh kaum konservatif ke arah swastanisasi murni.

Bagaimana kalau ada kemalangan yang menimpa seseorang, misalnya pemecatan atau jatuh sakit? Asuransi adalah jawabannya. Setiap orang harus punya. Sementara, kaum liberal yang mewarisi sedikit sosialisme dan ide welfare state di Amerika tidak seradikal itu. The New Deal dari FTR itu contohnya. Orang yang lebih beruntung, terutama yang sangat kaya, diambil pajaknya oleh negara untuk membantu yang lemah. Pandangan ini menurut Greenspan adalah populisme yang bisa kontraproduktif terhadap fleksibilitas dan kekuatan pasar. Jadi, bagaimana mengatasi kesenjangan pendapatan di Amerika yang kian melebar? Jawabannya menurut Greenspan nanti ya... yang jelas bukan pajak. Beda banget dengan Krugman seperti dikemukakannya dalam The Conscience of a Liberal.

Sejauh ini menurut Greenspan, negara-negara yang menerapkan kapitalisme ala Adam Smith adalah negara-negara yang paling maju secara materi: Hongkong, Singapura, AS sendiri, Inggris, Australia, New Zealand, dan satu lagi lupa (apa ya..., inilah kelemahan 'membaca' lewat audiobook - susah nyarinya kembali). Negara-negara ini meninggalkan negara-negara eropa seperti Jerman dan Prancis. Secara umum, Greenspan menilai eropa OK-lah dalam mengadopsi kapitalisme. Cuma, dia khawatir adopsinya terlalu lambat, terutama jika dibandingkan kekuatan-kekuatan ekonomi baru. Lagi-lagi Greenspan menyalahkan paham sosialisme dan welfare state yang memang cukup mengakar di eropa, terutama eropa timur. Tapi, negara-negara eropa timur diramalkan Greenspan akan semakin cepat mengadopsi kapitalisme.

Kekuatan ekonomi selanjutnya yang secara khusus dibahas panjang lebar adalah Jepang. Walaupun Jepang sangat maju industrinya, terdapat persoalan budaya yang menghambat penerapan kapitalisme secara murni. Ini terlihat kata Greenspan ketika terjadi krisis di Jepang yang menyebabkan bank-bank rugi besar. Menurut resep mekanisme pasar biarlah koreksi pasar terjadi, tapi pemerintah Jepang melakukan intervensi karena mencegah orang Jepang bunuh diri rame-rame karena kehilangan muka. Berikutnya Cina. Walaupun negara komunis, sejatinya Cina mengadopsi kapitalisme hampir seratus persen. Memang saat ini industrinya terkonsentrasi di beberapa tempat dan mayoritas masih bersifat perakitan. Greenspan meramalkan Cina akan makin getol menerapkan kapitalisme.

India juga sama. Walaupun kental sosialismenya sejak merdeka di bawah kepemimpinan Nehru, India mulai maju dengan bisnis software dan call center outsourcing. SDM yang murah berbahasa Inggris adalah andalannya. Karena keterbatasan infrastruktur industri manufaktur, India kesulitan membangun industri diluar software dan outsourcing. Namun demikian, kapitalisme di India di masa yang akan datang akan tetap tumbuh. Namun, India harus berjuang mengatasi korupsi (di bagian lain sebelumnya, Greenspan menyatakan penerapan kapitalisme yang kolutif antara swasta dan penguasa terjadi di Indonesia masa Suharto). Di antara wilayah-wilayah lain, Amerika Latin dinilai Greenspan sebagai wilayah yang setengah hati dengan kapitalisme. Mungkin seperempat. Pemimpinnya banyak yang mengusung populisme yang kurang mendasar untuk mempertahankan kekuasaan. Demikian Greenspan.

Di bagian paling akhir bukunya, Greenspan menulis beberapa isu kapitalisme di masa yang akan datang. Di antara yang menarik adalah pernyataan mengenai kesenjangan, bahkan di Amerika, kelebihan likuiditas sistem keuangan global, dan masalah minyak bumi. Dengan optimisme tinggi (berbeda 180 derajat dengan Robert Malthus), Greenspan percaya bahwa ummat manusia di bawah kapitalisme pasar akan mencari inovasi untuk mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi. Trend yang terjadi menunjukkan produk-produk baru semakin mengecil dan semakin berkurang ketergantungannya kepada sumber daya fisik, termasuk minyak bumi. Walaupun demikian, dengan penyesalan Greenspan mengakui bahwa sulit untuk memungkiri bahwa perang Iraq adalah tentang minyak bumi.

Sementara itu, kesenjangan pendapatan di Amerika menurut Greenspan adalah akibat kesenjangan skill dan pengetahuan itu sendiri. Sistem pendidikan di Amerika harus direformasi agar SDM Amerika dapat bersaing di dunia yang semakin cepat tumbuh dan berkembang. Karena reformasi pendidikan akan berlangsung lama, Greenspan menyarankan agar imigrasi dibuka seluas-luasnya untuk mendapatkan SDM berkualitas yang dapat memenuhi gap antara SDM berkualitas tinggi dan SDM berkualitas rendah di Amerika. Dengan sendirinya, kesenjangan pendapatan akan mengecil, tanpa perlu menaikkan pajak kepada orang-orang kaya. OK... nanti kita lanjutkan lagi deh.

3 komentar:

Anonim mengatakan...

Menangapi tentang bapak ekonomi Adam Smitth, kalau saya hanya berpandangan bahwa ilmu ekonomi itu sendiri sebetulnya sudah hair sejak ribuan tahun yang lalu. Bagaimana manusia berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya. ejalan dengan perkembangan Jaman pemikiran ini berkembang dan berusaha dirumuskan untuk mencari sistem yang baik bagi manusia dalam memenuhi kebutuhannya.

Kalau kit lihat dalam Adam Smith sebetulnya juga berusaha mndiskripsikan bagaimana seharusnya keiatan ekonomi itu dijalnkan. Adanya Tangan-tangan gaib yang mengatur perekonomian bukan diartikan sebagai kapitalisme yang "homo homini lupus
", bagaimana setiap pelaku ekonomi berusaha untuk menciptakan kemakmuran. Mengap Adam Smith diberi gelar yang demikian besar, sebagai bapak Ekonomi, karea menurut saya pemikiran yang dictuskan mendasari berlangsungnya sistem ekonomi yang baik yang berkembang hampir disebagian besar negara di belahan dunia ini. Bagaimana dengan sistem yang lain? Tampaknya kalau kita lihat seperti sistem sosialis yang berkembang di Soviet RRc kuba belum mampu memberi basic needs bagi setiap warganya sekian. naamun untuk berkembang seleksi alam akan berlaku.
Salam.

Anonim mengatakan...

Bapak Ekonomi lain yang bisa
diajukan adalah Ibnu Khaldun
dengan buku Mukadimahnya yang tidak
saja membahas tentang ekonomi tapi
juga jatuh bangunnya peradaban


IBNU KHALDUN -Bapak Ekonomi-


Ibn Khaldun dan Teori Ekonomi


Pemikiran Ekonomi Islam Ibnu haldun

Y Pan mengatakan...

Wah, terima kasih atas komentarnya, baik ke penulis ekonomi ya funconomics maupun komentator anonim. Dengan komentar Anda, pemahaman saya bisa makin kaya.

addthis

Live Traffic Feed