Copy and Paste

Anda bebas mengambil content blog ini, tapi mohon sebutkan alamat blog ini dalam tulisan Anda.

You are free to copy the content of my blog. However, please let your readers know my blog as your source.

Minggu, 20 April 2008

Adakah Harapan untuk Kita?

Pernah saya merasa pesimis banget dengan situasi hari ke hari yang makin memburuk. Waktu itu, saya masih kuliah di Bandung. Perasaan pesimis itu bertahan tahunan hingga saya masuk dunia kerja. Berita yang menyenangkan bisa dihitung dengan jari di satu tangan, sementara berita buruk mengalir kayak air bah, melalui koran-koran dan majalah yang kubaca, juga melalui tontonan berita TV dan pembicaraan sehari-hari dengan kenalan. Yang paling menghenyakkan adalah berita korupsi dan kriminalitas. Sengaja korupsi di sini saya keluarkan dari kriminalitas biasa, untuk memberi penekanan bahwa korupsi boleh jadi lebih kriminal dari kriminalitas jalanan.

Kalau dihubungkan dengan filsafat pemikiran, mungkin perasaan ini mirip dengan filsafat Thomas Robert Malthus yang pesimistis banget. Demografi adalah wacana utama Malthus, ditambah lagi dengan kenyataan terbatas sumber daya alam, termasuk pangan. Pertumbuhan penduduk yang luar biasa, menurut Malthus, lama kelamaan tidak dapat lagi ditopang oleh bumi kecil ini. Ujungnya adalah masalah sosial, kriminalitas, dan yang mengerikan adalah kerusuhan sosial dan perang. Pandangan yang kebalikan tentunya dari kawanan pemikir yang berpusat pada Adam Smith.

Optimisme Adam Smith dkk mendasarkan kepada keyakinan akan sifat pengasih bumi dan Penciptanya. Dengan mengusahakan pemenuhan kepentingan pribadi masing-masing, mekanisme the invisible hand akan menjamin pemenuhan kebutuhan dan kepentingan kelompok, bahkan dunia. Pengikut Adam Smith belakangan, seperti Thomas L Friedman dan Alan Greenspan (lihat ringkasan buku Alan Greenspan: The Age of Turbulence) memproyeksikan pengetahuan dan kemampuan inovasi manusia pada saatnya akan selalu mampu menemukan solusi untuk mengatasi masalah keterbatasan sumber daya. Keyakinan seperti ini kurang lebih dipengaruhi kesuksesan sejarah teknologi pangan dan manufaktur abad ke-20. Kemajuan tersebut benar-benar memberikan lompatan solusi yang tidak terpikirkan oleh Malthus yang pendapatnya dipengaruhi juga oleh ajaran agama. Optimisme yang sangat tinggi bahkan dipertontonkan dengan jargon ekonomi baru, suatu istilah yang seolah melupakan kemungkinan adanya hari kiamat.

Berbeda dengan Malthus dan Friedman cs, Drucker kurang lebih berada di tengah (lihat artikel-artikel terkait berikut). Beliau mengakui keunggulan manusia dalam mengembangkan pengetahuan, teknologi, dan inovasi. Dia juga mengakui sumber penciptaan nilai (kekayaan maupun manfaat) akan lebih didominasi oleh pengetahuan dan orang-orang yang senantiasa belajar dan mengembangkan pengetahuan, bukan lagi pada sumber daya alam semata. Tapi Drucker justru memberikan kritik keras kepada kapitalisme dan sistem keuangan dunia. Ia mengatakan bahwa ekonomi baru belum terjadi. Yang akan terjadi dan kemungkinan besar sudah terjadi adalah masyarakat baru (the next society) dengan masalah utamanya adalah demografi yang membutuhkan sektor ketiga dalam masyarakat di luar pemerintah dan bisnis, yang disebutnya sektor sosial. Sektor sosial ini lah yang akan menyediakan komunitas-komunitas yang semakin dibutuhkan masyarakat beradab, terutama di perkotaan.

Berita mengenai ancaman krisis pangan dunia belakangan ini agaknya membuat pengikut Adam Smith, semisal IMF, peduli dengan sosialisme (lihat juga artikel saya sebelumnya: Krisis Ekonomi AS dan Global). Direkturnya bersama bos Bank Dunia makin rajin menyerukan agar negara maju membantu negara miskin. Kerusuhan yang terjadi di Haiti, Mesir, dan negara-negara miskin Afrika menjadi lampu kuning bagi kedua tokoh di atas. Memang pendekatan ekstrem yang didasarkan pada asumsi apapun, termasuk yang bersumber dari ajaran agama, tidak akan tahan terhadap gejolak dunia. Saya percaya baik pandangan negatif Malthus dan super positif Adam Smith yang keduanya bersumber dari nilai ajaran agama (tapi masing-masing secara parsial) akan terkoreksi dengan sendirinya menuju suatu jalan tengah yang moderat. Saya yakin dengan nilai moderasi agama yang saya peluk, Islam. Saya tidak tahu dengan ajaran agama lain, jadi nggak kompeten untuk mengatasnamakannya. Namun demikian, saya juga yakin dengan universalitas nilai moderasi jalan tengah yang imbang.

Dengan perspektif imbang (minimal) versi saya tersebut, hari ini saya menyikapi masalah yang ada di tengah masyarakat kita dengan jauh lebih optimis dan positif dibandingkan perasaan saya waktu di Bandung dulu itu. Memang masalah kita banyak sekali. Saya termasuk yang tidak sungkan mengulasnya di blog ini. Ketidakpedulian, ketidakmampuan, hingga kesengajaan berbuat jahat adalah sumber dari masalah-masalah kita. Sebut saja krisis moneter yang bereskalasi menjadi krisis ekonomi lalu politik yang belum juga sepenuhnya teratasi hingga saat ini. Krisis ini menurut sebagian orang masih merupakan gejalanya atau asapnya saja. Apinya adalah krisis moral yang mengakibatkan krisis multidimensi. Untuk memudahkan, tidak ada salahnya kalau kita sebutkan sebagiannya saja: kemiskinan, jalan rusak, sampah di mana-mana, suap menyuap, tingkat kriminalitas yang tinggi, prostitusi, kebohongan publik, ya... Anda boleh sebutkan yang lainnya. Dengan perspektif positif dan optimis yang pada tempatnya, saya termasuk yang senang menyambut gerakan-gerakan baru yang mencoba mengatasi permasalahan satu per satu, baik di sektor bisnis, sektor pemerintah, maupun sektor sosial.

Hari ini, di tengah kesibukan pekerjaan rumah (pekerjaan di rumah, bukan pekerjaan kantor yang dibawa ke rumah - Y Pan), saya berulang kali mendengarkan lagu Harapan Itu Masih Ada yang menjadi tema kampanye salah satu pasangan calon pemimpin Jawa Barat. Berikut ini refrain-nya. Mudah-mudahan dapat menggugah semangat Anda untuk membuat perubahan ke arah yang lebih baik, minimal mendukung upaya perbaikan, atau lebih minimal lagi tidak melecehkan upaya perbaikan yang dilakukan pihak manapun, atau yang paling minimal tidak menambah masalah baru di atas masalah-masalah yang selama ini biasa kita buat.

BANGKITLAH NEGERIKU...
BERJUANGLAH BANGSAKU...
HARAPAN ITU MASIH ADA!

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Yaaa.. lagunya dikit amaatttt

Y Pan mengatakan...

Iya, maaf ya. Saya memang sengaja hanya upload bagian refrain. Itu pun nggak minta izin Shouhar. Tapi saya yakin Ust Hilman Rosyad dkk bisa maklum. Mudah-mudahan Anda dapet CD atau kasetnya.

addthis

Live Traffic Feed