Pada artikel terkait sebelumnya, The Speed of Trust 2, kita sudah diskusikan lima perilaku yang berasal dari hati yang memiliki integritas dan niat yang baik. Lihat juga The Speed of Trust 1, jika ingin mengetahui inti dari kepercayaan, four cores of trust, menurut Stephen MR Covey. Kali ini kita coba diskusikan lima perilaku yang berasal dari pribadi yang memiliki kemampuan dan berorientasi pada hasil dan menghasilkan.
Lima perilaku dimaksud adalah berikan hasil (deliver results), senantiasa lakukan perbaikan (get better), hadapi kenyataan (confront reality), klarifikasi harapan (clarify expectations), dan praktikkan tanggung jawab (practice accountability). Lima perilaku ini dikatakan dapat meningkatkan kepercayaan dengan cepat untuk interaksi yang baru terbina, asalkan integritas dan niat tak ternoda. Perlu dicatat, toh pada masa awal perkenalan, agak sulit untuk mengetahui karakter seseorang dengan segera.
Perilaku keenam, memberikan hasil, memiliki arti membuktikan. Tidak ada cara lain yang lebih manjur untuk membuktikan kompetensi selain dengan memberikan hasil, produk maupun layanan. Dalam istilah lain yang lebih umum, mungkin memberikan manfaat dan maslahat. Dalam Islam jelas dikatakan sebaik-baik orang adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. Covey sendiri tidak terlalu banyak mengulas perilaku ini, saking benarnya peryataannya. Berikan hasil!
Ketujuh, senantiasa melakukan perbaikan berarti belajar, tumbuh, dan memperbaharui diri. Digambarkan dalam buku The Speed of Trust, bahwa globalisasi dan knowledge society telah membuat tekanan yang berat bagi tiap orang. Seperti bermain ski, kondisinya adalah jalur double black diamond. Jalur paling sulit. Perilaku yang harus dihindari tentu saja puas dengan kemampuan yang ada atau belajar terus tapi lupa memberikan hasil. Benarlah kata Guru Mulia bahwa rugi seseorang jika kondisi hari ini sama seperti kemarin. Lebih malang lagi kalau malah lebih jelek.
Kedelapan, menghadapi kenyataan berarti berani menghadapi kesulitan yang terjadi. Tidak menghindarinya atau mengabaikannya seolah masalah nggak ada seperti burung onta membenamkan kepalanya ke dalam pasir. Senada dengan ini, Jim Collins dalam buku Good to Great (lihat ringkasannya) menuliskan salah satu faktor penentu menjadikan perusahaan hebat: confront brutal facts. Contoh heroik Thoriq bin Ziyad bisa jadi inspirasi deh. Dengan membakar kapal-kapalnya, ia memaksa diri dan pasukannya menyongsong musuh di depan.
Selanjutnya, perilaku kesembilan, mengklarifikasi harapan bertujuan untuk mengurangi grey area yang dapat menimbulkan konflik di kemudian hari. Lihat aja kalau seseorang mau melakukan kontrak jangka panjang. Kebutuhan dan harapan harus dibicarakan, bahkan ditulis, di muka. Benar lagi perintah dalam Islam bahwa jika seseorang hendak melakukan transaksi secara non tunai, hendaknya ada yang menuliskannya. Kemudian hadirnya dua saksi memperkuat upaya antisipasi konflik yang dapat berujung pada hilangnya kepercayaan.
Kesepuluh, mempraktikkan tanggung jawab mungkin hal yang paling sulit diterapkan pada masyarakat atau organisasi yang tidak terbiasa dengannya. Keputusan bersama atau kolegial sering dijadikan alasan untuk menghindari tanggung jawab. Akan tetapi ketika seseorang mampu melakukannya, ia akan menjadi oase penawar dahaga di tengah padang pasir yang kering kerontang. Risikonya ya... bisa tersingkir. Positifnya adalah nggak soal kalau tersingkir dari kelompok yang tidak dilandasi rasa saling percaya, sambil terus mencari terobosan.
Perilaku kesebelas, keduabelas, dan ketigabelas tidak kalah pentingnya lho. Apalagi mereka lahir bukan hanya dari karakter yang hebat tapi juga dari kompetensi yang mumpuni. Baca ya di artikel selanjutnya.
Sabtu, 21 Juni 2008
The Speed of Trust 3
Label:
manajemen,
nilai-nilai,
review buku
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
addthis
Kategori
- bahasa-matematika (23)
- demokrasi-politik (51)
- ekonomi-bisnis (71)
- lebih personal (42)
- manajemen (111)
- nilai-nilai (137)
- review buku (68)
- sistem informasi (37)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar