Copy and Paste

Anda bebas mengambil content blog ini, tapi mohon sebutkan alamat blog ini dalam tulisan Anda.

You are free to copy the content of my blog. However, please let your readers know my blog as your source.

Rabu, 18 Juni 2008

The Speed of Trust 2

Mungkin hubungan kita dengan seseorang memburuk. Dengan teman, orangtua, anak, istri, bos, atau anak buah. Gimana ya biar kepercayaan yang dulu itu tumbuh lagi? Nggak ada salahnya deh mempraktikkan tiga belas perilaku yang disarankan oleh Stephen MR Covey. Apa saja sih? Lima perilaku katanya berhubungan dengan karakter (integritas dan niat). Lima perilaku berhubungan dengan kompetensi (kemampuan dan hasil). Tiga berhubungan dengan keduanya. Lihat juga artikel sebelumnya, The Speed of Trust 1.

Lima perilaku yang berhubungan dengan karakter adalah bicara lurus (talk straight), tunjukkan rasa hormat (demonstrate respect), ciptakan transparansi (create transparency), perbaiki kesalahan (right wrongs), dan buktikan kesetiaan (show loyalty). Lima perilaku yang berhubungan dengan kompetensi adalah berikan hasil (deliver results), senantiasa lakukan perbaikan (get better), hadapi kenyataan (confront reality), klarifikasi harapan (clarify expectation), dan praktikkan tanggung jawab (practice accountability). Tiga perilaku lainnya adalah denger dulu (listen first), jaga komitmen (keep commitments), dan sebarkan kepercayaan (extend trust).

Sekarang kita diskusikan lima perilaku dulu deh. Nggak apa kan? Pertama, berbicara lurus artinya nggak bohong, nggak tipu-tipu, nggak memanipulasi kata-kata, nggak menutup-nutupi, dan lain-lain. Bicara lurus berarti bicara sesuai kenyataannya. Jujur! Benar! Kalau dalam Islam dikenal istilah shiddieq. Gitu deh. Namun demikian, bicara lurus perlu dimoderasi dengan pertimbangan yang baik dan emosi yang terkontrol. OK? Yang penting adalah orang dapat menangkap realitas yang sebenarnya tanpa salah paham.

Kedua, menunjukkan rasa hormat berarti memperlakukan orang sebagaimana kita ingin diperlakukan. Covey mengutip banyak ajaran agama untuk menjelaskan ini, tapi saya tahunya ajaran Islam aja. Itupun masih sedikit. Misalnya ini, tidak beriman seorang di antara kamu jika tidak mencintai (menginginkan) sesuatu untuk saudaranya sebagaimana untuk dirinya sendiri. Islam juga mengajarkan agar kita menghormati yang tua, menyayangi yang muda. Memuliakan tamu. Tetangga juga. Bahkan kepada orang yang berbeda pendapat atau keyakinan, kita harus berargumentasi dengan cara yang baik. Ini sulit, tapi kita dapat belajar.

Ketiga, menciptakan transparansi berarti terbuka nggak menutup-nutupi atau membuat kabur. Nggak ada rahasiaan segala, apalagi agenda tersembunyi yang licik. Apa hebatnya polos begitu? Menghemat waktu! Nggak perlu main strategi-strategi-an. Nggak perlu menduga-duga. Nggak perlu ada buruk sangka. Masih banyak lagi keuntungannya. Intinya dalam berinterkasi kita tidak perlu melakukan banyak hal yang palsu. Yang palsu itu pun tidak perlu. Emang enak kalau punya niat yang ikhlas, otentik, asli! Ini juga sulit, tapi... Anda lanjutkan sendiri deh. Lihat juga artikel sebelumnya, Buka-bukaan dalam Manajemen Sampah.

Keempat, memperbaiki kesalahan tidak hanya mengakui kesalahan itu sendiri tapi berbuat sedapat mungkin untuk membalasnya dengan koreksi yang seharusnya ditambah bonus kebaikan lainnya. Jadi, permintaan maaf saja belum cukup. Untuk orang yang positif, kejadian kesalahan yang tentu tidak disengaja justru menjadi kesempatan untuk tampil maksimal, melayani lebih, dan merebut lagi kepercayaan dan kesetiaan. Kebalikannya adalah menutupi kesalahan, nggak mau ngaku, boro-boro mau membalasnya dengan kebaikan yang lebih banyak. Jangan gitu ah.

Kelima, membuktikan kesetiaan berarti memberikan kredit kepada orang yang berhak. Jangan diambil sendiri. Jangan juga diberikan kalau dia ada. Membuktikan kesetiaan juga berarti membicarakan orang lain, ketika ia tidak di tempat, seolah-olah yang bersangkutan ada. Bahkan kalau perlu dibelain. Saya pribadi pernah dikasih nasihat. Kalau teman yang sudah janji nggak datang, kita harus cari seribu alasan yang menjelaskan mengapa dia nggak bisa datang. Kalau belum puas, cari satu per satu alasan lagi. Ini seperti memberikan kesempatan padanya, pada saatnya nanti membela diri. Nasihat itu, walau tidak dieksplisitkan, berarti jangan bantai dia dengan komentar-komentar miring waktu dia nggak ada. Dengan kata lain, jangan jelekkan orang yang nggak ada.

Tidak ada komentar:

addthis

Live Traffic Feed