Copy and Paste

Anda bebas mengambil content blog ini, tapi mohon sebutkan alamat blog ini dalam tulisan Anda.

You are free to copy the content of my blog. However, please let your readers know my blog as your source.

Selasa, 10 Juni 2008

Syarat Keberhasilan Individu

Jum'at lalu khotbah di masjid kantor diisi tokoh ekonomi syariah Adiwarman Karim. Beliau mengatakan ekonomi syariah tidak akan berhasil tanpa tiga syarat: jujur, cerdas, dan manfaat yang sebesar-besarnya. Retorika seperti mampu membuat mata mengantuk menjadi terbuka. Luar biasa. Tidak akan sukses ekonomi syariah, bila dikatakan oleh beliau, pasti punya makna yang dalam. Maka saya khusu' mengikuti penjelasan selanjutnya. Jujur, cerdas, dan manfaat kemudian menjadi paku pengikat atensi, minimal buat saya. Nggak tahu dengan yang lain. Mungkin ada juga yang bosan terus ketiduran, tapi tidak saya.

Jujur dibagi dua oleh beliau. Jujur kepada Allah dan jujur kepada sesama. Masing-masing diberikan contoh dari kehidupan Rasulullah SAW. Ah, ternyata pesan agama bisa disampaikan dengan bahasa awam sekaligus ilmiah. Bagi saya ini menunjukkan Islam memang rasional dan ilmiah. Sembari menceritakan teladan rasul yang digelari Al Amin, bahkan sebelum menjadi rasul, Pak Adiwarman mengatakan dua sifat kejujuran tersebut berturut-turut adalah shiddieq dan amanah. Saking amanahnya Muhammad muda, hingga juragan kaya Siti Khodijah sanggup mempercayakan dagangannya ke beliau ke tempat yang jauh dari pengawasan, Negeri Syam.

Cerdas dibagi dua juga oleh Pak Adiwarman. Cerdas menghadapi situasi dan cerdas dalam mempengaruhi (saya lebih senang kata mempengaruhi daripada memengaruhi - Y Pan, lihat artikel sebelumnya Mempesona atau Memesona) orang lain. Contohnya adalah ketika Muhammad muda dikerjain oleh pedagang Quraisy lainnya. Mereka hendak membuktikan dengan kompak membanting harga, dagangan Khodijah nggak bakalan laku. Al Amin tentu tidak mungkin mengarang alasan kepada Khodijah atas kerugian yang sudah di depan mata. Dalam situasi seperti ini, Sang Terpercaya menunjukkan kecerdasannya. Beliau tahu demand tetap lebih tinggi dari supply, sehingga tenang-tenang aja. Begitu barang dagangan pedagang Quraisy lainnya habis terjual rugi, konsumen membeli dagangan Khodijah dengan harga normal. Gemparlah Mekkah. Bagaimana mungkin dalam rombongan dagang ke Negeri Syam, semua orang rugi kecuali dia?!

Cerdas menghadapi situasi disebut Pak Adiwarman sebagai fathonah. Aha, cerdas yang kedua tentunya tabligh. Mudah untuk menduganya karena yang dari awal dibicarakan dalam khotbah tidak lain adalah sifat Rasulullah SAW, yaitu yang biasa saya hafal dengan singkatan STAF atau FAST. Ketika memberikan contoh sifat tabligh beliau, Pak Adiwarman menceritakan kisah seorang pemuda penzina, penjudi, dan pemabuk yang berniat mengikuti Rasulullah SAW dengan syarat tetap diperbolehkan berzina, berjudi, dan mabuk-mabukan. Kalau kita, mungkin udah jengkel banget sama pemuda itu. Tidak dengan beliau. Boleh asalkan nggak boleh dusta. Ada syarat juga. Selanjutnya Anda pasti tahu kan, hingga akhirnya si pemuda meninggalkan kebiasaannya.

Syarat yang ketiga pun dapat saya tebak dalam jalannya khotbah itu. Rahmatan lil 'alamin. Ketika seorang sahabat mengikuti Rasulullah SAW secara harfiah dalam berdagang, tidak mengurangi timbangan, beliau justru mengkoreksi (bukan mengoreksi) dengan memberi nasihat berikut. Untuk melawan praktik curang pedagang tertentu, justru pedagang muslim sahabat Rasulullah harus memberikan nilai lebih dengan harga yang sama. Sederhananya: justru nambahin timbangan. Konsumen tentu akan keep coming back. Praktik curang justru nggak laku. Ini terbukti di pasar Madinah hanya dalam tempo yang relatif singkat. Nah, gitu deh, secara keseluruhan, khotbah Pak Adiwarman menurut hemat saya sangat baik dan tepat cara penyampaiannya ke komunitas masjid kantor tempat saya bekerja.

Selanjutnya, apakah shiddieq, amanah, fathonah, dan tabligh, serta rahmatan lil 'alamin hanya berlaku untuk keberhasilan ekonomi Islam? Tentu tidak. Syarat-syarat ini berlaku untuk individu, keluarga, organisasi, ekonomi, hingga masyarakat atau ummat, dan... nilai-nilainya bersifat universal. Pagi tadi saya mendengarkan audiobook berjudul The Speed of Trust, karya Stephen MR Covey, putra Stephen R Covey. Melalui penelitian yang bersifat empiris, nilai-nilai luhur yang bersifat universal tersebut di antara nilai-nilai luhur lainnya dielaborasi. Kalau kita baca buku-buku Stephen R Covey, Jim Collins, Aa' Gym, Ary Ginanjar Agustian, dll, kita pun dapat menemukan hal yang sama. Agar sukses, kita sebagai individu harus jujur, cerdas, dan memberi sebesar-besar manfaat. Saya? Masih belajar!

Tidak ada komentar:

addthis

Live Traffic Feed