Copy and Paste

Anda bebas mengambil content blog ini, tapi mohon sebutkan alamat blog ini dalam tulisan Anda.

You are free to copy the content of my blog. However, please let your readers know my blog as your source.

Minggu, 29 Juni 2008

Nasihat Sahabat

Beruntung kemarin Jum'at malam Sabtu, walaupun terlambat gara-gara masalah sinyal di Stasiun Tanah Abang (lihat juga Gangguan bagi Roker - Y Pan), akhirnya saya sampai juga di Restoran Kubang, Kali Malang, dekat Jati Waringin. Rugi kalau undangan Achmadi dilewatkan begitu saja. Soalnya momen itu kesempatan terakhir baginya untuk berkumpul bersama kawan-kawan diskusi sebelum berangkat ke Australia tanggal 3 Juli.

Sebelumnya saya pernah sampaikan juga hal studinya ke Australia pada artikel Nggak Pernah Nyerah. Banyak hikmah yang dapat diambil selama bergaul dengan sahabat ini. Sejak pertama kenal dengannya, saya melihat ada yang berbeda. Kesan ini lahir dari hal sederhana. Gara-gara dia memimpin do'a pada akhir masa perpeloncoan kami kira-kira duabelas tahun lalu. Cukup mengena.

Di Kubang, kami memesan menu-menu spesial seperti roti cane dengan kare ayam dan kambing, martabak mesir super, martabak manis, sate padang, dan lain-lain. Salah perhitungan, teman-teman kebanyakan menyantap roti cane, kekenyangan, dan meninggalkan yang lain. Kesempatan buat saya menyantap martabak mesir. Sudah lama nggak mampir ke sini. Tapi karena kami diskusi cukup panjang hingga jam 10 lewat, hidangan sedikit demi sedikit habis juga. Sisa yang sedianya untuk yang pada berhalangan datang akhirnya dibungkus. Entah berapa banyak kalori dan kolesterol yang masuk, tapi karena mengharapkan berkah persahabatan, kalori dan kolesterol nggak jadi halangan. Anda belum pernah ke Restoran Kubang? Coba dulu, tapi nggak bisa minta traktir Achmadi lagi. Pokoknya rasanya mantap deh.

Berikut ini nasihat Achmadi yang sepakat kami rekam buat kenangan. Hehehe. Kata-kata bijaknya sejuk, mengalir dengan bawaan ringan, tapi tetap berbobot nilainya. Kalau Anda merasa kekuatan kata-katanya setara dengan punyanya Aa' Gym atau lebih hebat lagi dan Anda mau nanggap dia, bisa lewat saya lho. Untuk wilayah di luar Australia, mohon maaf baru tersedia waktunya satu setengah tahun lagi, insya Allah.

Bagian pertama:


Bagian kedua:


Bagian ketiga:

Selengkapnya.....

Sabtu, 28 Juni 2008

Karunia Allah

Dari sekian karunia Allah yang nggak terhiitung, sungguh yang ini patut disebut-sebut sebagai tanda syukur. Anak kami yang pertama, hari ini, diwisuda sebagai lulusan SDIT Thariq bin Ziyad, Pondok Hijau, Bekasi. Selama studinya, dia selalu menunjukkan prestasi yang bagus. Bersama teman-temannya tentu dia diliputi perasaan bahagia dan mungkin was-was terhadap kemungkinan-kemungkinan di masa yang akan datang.

Yayasan Thariq bin Ziyad (TBZ), menurut hemat saya, termasuk berhasil mengembangkan pendidikan berbasis Islam Terpadu, yang ciri utamanya adalah program tahfizhul qur'an. Konsisten mengkombinasi kurikulum diknas dan dan kurikulum madrasah, Yayasan TBZ saat ini telah membuka setiap tingkatan sekolah, dari TKIT hingga SMAIT. Perkembangan jumlah siswanya yang cukup membanggakan merupakan cerminan reputasi sekolah dan kepercayaan masyarakat.

Ini beberapa foto dari acara perpisahan dan wisuda yang saya hadiri. Ada penampilan dari siswa kelas 4 dan 5. Rita ikutan dalam penampilan itu. Lagu yang dibawakan antara lain Untuk Ibu, Yang Terbaik Bagimu, Bangkitlah Negeriku, Bendera. Ada juga penampilan guru-guru dengan lagu Indonesia Raya.







Foto di awal artikel ini adalah foto lulusan terbaik bersama Bupati Bekasi Ustadz Sa'duddin dan di situ ada Hafni Meiranisa atau biasa kami panggil Rani sebagai lulusan terbaik untuk kategori tahfizhul qur'an - ciri utama sekolah Islam Terpadu. Dia sudah mengantongi tiga sertifikat hafalan: Juz 30, Juz 29, dan Juz 27, serta insya Allah akan mengokohkan dan menambahkan hafalannya di Pesantren As-Salam tingkat MTS.

Terima kasih Bapak dan Ibu guru dan seluruh pihak yang terkait atas upaya yang sungguh-sungguh melahirkan generasi baru yang lebih baik. Sholeh dan Cerdas. Negeri ini sangat membutuhkan generasi baru itu! Buat seluruh Bapak dan Ibu guru, tingkatkan terus karakter dan kompetensi Anda. Masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Bahkan yang sudah baik sekalipun akan kehilangan nilai plusnya jika tidak terus ditingkatkan. Selamat berjuang!

Selengkapnya.....

Jumat, 27 Juni 2008

Gangguan bagi Roker

Hari ini saya kecele lagi. Pingin buru-buru pulang, ke Stasiun Tanah Abang, rencananya mau ikutan KRL Bekasi Ekspres jam 17.20. Mau bilang apa lagi ternyata KRL yang jam segitu ditiadakan. Gangguan persinyalan lagi katanya. Masak haru nunggu yang jam setengah tujuh? Itupun dengan asumsi masalah sudah selesai. Kemarin sama juga masalahnya. Bahkan semua kereta nggak ada yang masuk maupun keluar Tanah Abang.



Kemarin saya cobain naik bus ekonomi dengan AC alam. Sudah lama sekali nggak. Karena waktu sudah sore, panasnya nggak terlalu terasa. Malah sempat ketiduran. Sampai rumah jam 7. Nggak parah banget, cuman satu setengah jam perjalanan. Langsung mandi pasti. Hari ini saya ambil strategi lain. Langsung ngeburu KRL Bekasi Ekspres jam 17.56 dari Gambir. Alhamdulillah masih belum ketinggalan kereta. Weleh... Sebenarnya sih yang dari Gambir ke Bekasi pas jam pulang kerja emang jarang tepat waktu. Mestinya sekalian aja jadwalnya resmi diganti.

Dua hari ini memang saya merasa nggak puas sebagai anggota roker. Apalagi saya sering promosi ke teman-teman. Mending naik kereta. Lebih bisa diandalkan waktu berangkat dan waktu sampainya. Sayang kalau kinerja KRL yang sudah tambah bagus terganggu terus gara-gara wesel. Nah, mengenai jadwal keberangkatan yang hampir nggak pernah tepat waktu dari Gambir di sore hari, kiranya PT KA memikirkan bagaimana lalulintas padat di Gambir waktu sore dapat diatur dengan baik. Bisa dikurangi nggak ya?





Saya yakin PT KA sudah memikirkannya. Ayo Pak, cepetan berbenahnya!

Selengkapnya.....

Top Scorers

Di kantor saya di lantai 10, hanya bapak yang satu ini yang mengimbangi saya dalam hal perolehan keturunan. Gara-gara demam Euro 2008, Pak Bahari - fotografer kami sekaligus pasangan saya waktu menjuarai turnamen ping pong lantai 10 tahun lalu - sengaja mengambil foto Pak Usman dan saya berikut ini. Pak Bahari juga menyamakan prestasi kami dengan David Villa dan Semih Senturk, hehehe.


Selengkapnya.....

Rabu, 25 Juni 2008

The Speed of Trust

Sudah pernah baca buku The Speed of Trust oleh Stephen MR Covey dkk? Bagus lho. Kalau belum, baca deh. Untuk mengikuti ringkasannya, boleh deh ikuti links berikut.

The Speed of Trust 1
The Speed of Trust 2
The Speed of Trust 3
The Speed of Trust 4
The Speed of Trust 5

Buku ini berisi argumen bahwa kepercayaan memiliki dampak dan nilai ekonomi yang sangat signifikan. Jika kepercayaan meningkat, kecepatan meningkat dan biaya berkurang. Sebaliknya jika kepercayaan berkurang, kecepatan menurun dan biaya meningkat. Masuk akal nggak? La iya lah. Nah, kepercayaan menurut Covey dapat dibina. Prosesnya dimulai dari pokok intinya, diri sendiri, yaitu karakter dan kompetensi. Selanjutnya proses "dari dalam keluar" akan menyentuh interaksi interpersonal, organisasi, pasar, dan masyarakat secara umum, seperti gelombang tsunami. Sangat efektif.

Baca deh bukunya. Bagus!

Selengkapnya.....

The Speed of Trust 5

Pada artikel-artikel The Speed of Trust sebelumnya, kita sudah diskusikan inti kepercayaan (the four cores of trust) dan perilaku interaksi yang berlandaskan kepercayaan. Lihat The Speed of Trust 1, 2, 3, dan 4. Inti kepercayaan adalah inti pribadi yang terpercaya berupa karakter dan kompetensi yang hebat. Inti ini berada di area terdalam yang disebut Covey sebagai gelombang pertama (the first wave). Selanjutnya perilaku adalah cerminan pribadi ketika berinteraksi dengan orang lain. Perilaku berada pada gelombang kedua (the second wave).

Pada artikel ini, kita coba diskusikan kepercayaan pada gelombang ketiga (organizational trust), keempat (market trust), dan kelima (societal trust) sekaligus. Pada wilayah organisasi, inti-inti kepercayaan dan perilaku yang lahir dari inti-inti tersebut menempati peran yang sama pentingnya seperti pada individu-individu. Organisasi yang tidak memiliki integritas, tidak memiliki maksud dan tujuan yang baik, tidak memiliki kemampuan, serta tidak memberikan hasil kepada pelanggannya adalah organisasi dengan tingkat kepercayaan yang rendah.

Ciri organisasi yang memiliki tingkat kepercayaan yang rendah antara lain keengganan berbagi informasi, takut membuat terobosan karena takut salah, resistensi terhadap usulan baru, manipulasi atau tutup menutupi fakta, dan lain-lain. Anda tentu bisa membayangkan sendiri betapa sulit untuk berterus terang pada kondisi seperti itu. Transparansi nggak ada. Yang dominan adalah rasa curiga. Suatu tindakan seseorang dianalisa kemungkinan-kemungkinan di balik layarnya. Apa sih agendanya? Si dia ini bo'ong nggak sih? Mudah-mudahan organisasi kita - apakah kantor kita, keluarga kita, warung kita, yayasan kita, partai kita, dll - tidak seperti itu. Tentunya kita dapat menjawab sendiri di dalam hati.

Akibat yang ditimbulkan ketidakpercayaan adalah kerja yang seharusnya malahan tidak dikerjakan karena sibuk menyusun dan mengeksekusi makar. Kalau organisasi seperti itu adalah usaha pada industri kompetitif, bisa dibayangkan bagaimana pelayanannya kepada pelanggan. Juga kualitas produk yang dihasilkan. Visi, misi, dan strategi organisasi nggak terlaksana dengan baik. Semuanya otomatis jadi lambat, dan pada saat yang sama ongkos membengkak. Padahal kita kan nggak mau begitu. Untuk itu, organisasi perlu melihat kembali pokok-pokok kepercayaan. Penyelarasan organisasi dan SDM-nya dengan pokok-pokok tersebut dan prinsip-prinsip yang mengaturnya merupakan jaminan kembalinya kepercayaan.

Pada gelombang berikutnya, nilai ekonomi kepercayaan dengan mudah terlihat. Kepercayaan memiliki makna reputasi dan merk (brand) yang baik di pasar. Reputasi yang baik menjadi modal utama agar pelanggan kembali, kembali, dan kembali lagi. Reputasi membuat produk bertahan di atau bahkan menguasai pasar. Pelaku pasar yang cerdas akan bertanya bagaimana meningkatkan kepercayaan dan reputasi. Jawabnya sama! Empat inti pokoknya: integritas, niat, kemampuan, dan hasil! Lihat The Speed of Trust 1. Tiga belas perilaku efektif untuk meningkatkan kepercayaan: bicara lurus hingga sebarkan kepercayaan itu sendiri! Lihat The Speed of Trust 2, 3, dan 4.

Pada level masyarakat, gelombang kelima, kembali kepercayaan dapat dibina menggunakan paradigma empat inti pokok kepercayaan dan tigabelas perilaku terpercaya yang lahir dari empat intinya. Bagaimana dampak kepercayaan atau sebaliknya hilangnya kepercayaan di masyarakat? Bisa dikatakan bahwa tanpa kepercayaan masyarakat akan hancur berkeping-keping. Kontrak sosial nggak jalan. Setiap orang curiga satu dengan yang lain. Kalau nggak terpaksa, orang menghindari interaksi. Hi... horor dan teror.

Kenyataannya masyarakat kita tetap terjaga. Artinya kepercayaan di masyarakat Indonesia khususnya dan dunia pada umumnya pada level tertentu masih ada, walaupun rendah. Alhamdulillah, ini patut disyukuri. Pertanyaan kritisnya adalah kalau kepercayaan ditingkatkan secara signifikan apa untungnya. Interaksi sosial akan lebih mulus. Friksi berkurang. Transaksi ekonomi dan sosial semakin berkualitas dan bernilai. Inovasi positif bermunculan. Manfaat dan maslahat tercipta semakin berlimpah. Ongkos sosial berkurang. Termasuk korupsi berkurang. Lalu apa yang menahan kita untuk mulai saling percaya?

Ayo, mulai dari intinya. Diri kita masing-masing!

Selengkapnya.....

Minggu, 22 Juni 2008

The Speed of Trust 4

Sebelumnya pada The Speed of Trust 1, 2, dan 3, kita sudah diskusikan empat inti kepercayaan yang tertanam pada karakter dan pribadi yang kompeten, lima perilaku yang lahir dari karakter yang bagus, dan lima perilaku yang lahir dari kompetensi yang mumpuni. Kali ini mari kita diskusikan tiga perilaku yang berasal baik dari karakter yang hebat maupun kompetensi yang mumpuni. Ketiganya adalah denger dulu (listen first), jaga komitmen (keep commitments), dan sebarkan kepercayaan (extend trust).

OK, mendengar terlebih dulu memang sulit. Biasanya kita ingin mendominasi bicara. Atau ketika orang bicara, kita tidak bener-bener mendengar maksud yang disampaikan. Atau pura-pura mendengar dan sibuk menyusun rencana pembicaraan kita selanjutnya. Padahal, mungkin sekali pihak lain memiliki informasi yang dapat memperkaya informasi. Mungkin sekali informasi yang lebih lengkap dapat mengubah perspektif. Jadi perilaku yang dianjurkan di sini bener-bener dengerin untuk memahami orang lain. Apa sih kebutuhannya? Apa yang menjadi kepedulian dan kecemasannya? Selain itu, mendengarkan dulu berarti ya itu... denger dulu sebelum bicara (untuk memperkaya, Anda dapat membaca buku Edward de Bono, Mechanism of Mind - Y Pan)!

Perilaku berikutnya adalah yang keduabelas: jaga komitmen. Menjaga komitmen adalah perilaku yang berasal dari rasa tanggung jawab yang tinggi. Ada keberanian juga di situ! Berani membuatnya dan mempertanggungjawabkannya. Banyak yang bikin komitmen yang mudah dipelesetkan. Bukan itu yang dimaksud. Banyak juga yang melakukan gaming untuk memberi kesan baik padahal nggak banyak gunanya. Yang paling jelek tentunya sampai nggak berani membuat komitmen sama sekali. Contoh fenomena ini bisa kita jumpai di negara barat di mana banyak orang dewasa tidak menikah, tetapi menjalani hidup bersama. Berbeda dengan itu, dalam Islam dikatakan menikah adalah seperti setengah dari agama.

Perilaku ketigabelas, yang terakhir adalah sebarkan kepercayaan itu sendiri. Walaupun ada kalanya menyebarkan kepercayaan bisa berbahaya, bisa membuat kita sendiri terbakar, Covey percaya pada banyak kasus, perilaku ini dapat membuat efek berganda yang positif. Sebaliknya, hubungan yang dimulai dari rasa tidak percaya juga menyebabkan efek berganda, tapi negatif. Karena apa? Karena orang secara alamiah cenderung tidak percaya pada orang yang tidak mempercayainya. Percaya nggak?

Khusus untuk perilaku terakhir, saya jadi teringat permainan di kelas MBA dulu. Kelas dibagi beberapa kelompok dan diberikan kasus game theory yang dilematis. Kalau dalam suatu transaksi kedua pihak bekerjasama, nilai yang didapat paling besar. Celakanya, ada godaan untuk berkhianat, karena kalau kita bekerjasama tapi lawan kita berkhianat, kita akan rugi sendiri. Jadi yang paling dominan adalah kedua pihak sama-sama berkhianat. Tapi permainan dilakukan tidak sekali saja. Permainan dilakukan dalam sejumlah transaksi antara kedua pihak yang sama. Reputasi menjadi bagian penting. Nah, setiap kelompok diminta menyusun strategi. Gimana strategi Anda?

Waktu di kelas dulu, ada kelompok yang strateginya selalu berkhianat. Main aman! Soalnya takut dikhianati. Nggak ada kepercayaan bahwa mitra transaksinya akan bekerjasama. Ada juga yang menerapkan strategi main aman dulu. Berkhianat dulu. Kalau lawan transaksi ternyata bekerjasama, pada kesempatan transaksi berikutnya, baru akan bekerjasama. Tapi kalau mitra atau lawan (hehehe) transaksi berkhianat, pada kesempatan berikutnya, tindakan yang diambil berkhianat juga. Demikian seterusnya, tindakan yang diambil mengikuti tindakan lawan sebelumnya. Ini strategi tit for tat.

Strategi tit for tat yang diawali dengan berkhianat ternyata bukanlah yang paling banyak mendapat nilai. Di kelas kami itu, setelah simulasi transaksi dilakukan setiap kelompok bertransaksi dengan setiap kelompok lain (tapi ingat bukan a one-shot transaction, tapi a series of transactions) kelompok yang mengumpulkan nilai terbanyak adalah yang menerapkan strategi tit for tat tapi dengan bekerjasam dulu saat pertama transaksi dilakukan. Seolah-olah strategi ini percaya dulu bahwa lawan atau mitra transaksi layak diberi kesempatan untuk dipercaya.

Perlu diketahui juga, ada kelompok yang main aman sampai tiga putaran. Kalau si dia dapat dipercaya, barulah pada kesempatan transaksi keempat, tindakan yang diambil bekerjasama. Seperti sudah saya kemukakan di atas, kelompok yang 'menang' adalah yang pertama kali percaya dulu. Ketika terbukti bahwa pada kesempatan pertama, si dia berkhianat, baru tindakan yang diambil pada putaran kedua berkhianat juga. Main aman! Sudah paham kan? Sudah cukup kan? Ternyata tidak!

Ada strategi lain yang lebih optimal, yaitu memberi kesempatan lawan transaksi berkhianat dua tiga kali, barulah kalau si dia terbukti tidak bisa diajak kerjasama sampai dua tiga kali atau lebih tergantung tingkat toleransi yang telah ditetapkan (dan tergantung kasusnya), ambil tindakan aman! Cabut kepercayaan itu! Mainkan tit for tat! Lebih lengkapnya baca buku Thinking Strategically karya Dixit dkk.

Sampai ketemu di lanjutan ringkasan buku The Speed of Trust! Percaya deh, I'll be here. Insya Allah.

Selengkapnya.....

Sabtu, 21 Juni 2008

The Speed of Trust 3

Pada artikel terkait sebelumnya, The Speed of Trust 2, kita sudah diskusikan lima perilaku yang berasal dari hati yang memiliki integritas dan niat yang baik. Lihat juga The Speed of Trust 1, jika ingin mengetahui inti dari kepercayaan, four cores of trust, menurut Stephen MR Covey. Kali ini kita coba diskusikan lima perilaku yang berasal dari pribadi yang memiliki kemampuan dan berorientasi pada hasil dan menghasilkan.

Lima perilaku dimaksud adalah berikan hasil (deliver results), senantiasa lakukan perbaikan (get better), hadapi kenyataan (confront reality), klarifikasi harapan (clarify expectations), dan praktikkan tanggung jawab (practice accountability). Lima perilaku ini dikatakan dapat meningkatkan kepercayaan dengan cepat untuk interaksi yang baru terbina, asalkan integritas dan niat tak ternoda. Perlu dicatat, toh pada masa awal perkenalan, agak sulit untuk mengetahui karakter seseorang dengan segera.

Perilaku keenam, memberikan hasil, memiliki arti membuktikan. Tidak ada cara lain yang lebih manjur untuk membuktikan kompetensi selain dengan memberikan hasil, produk maupun layanan. Dalam istilah lain yang lebih umum, mungkin memberikan manfaat dan maslahat. Dalam Islam jelas dikatakan sebaik-baik orang adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. Covey sendiri tidak terlalu banyak mengulas perilaku ini, saking benarnya peryataannya. Berikan hasil!

Ketujuh, senantiasa melakukan perbaikan berarti belajar, tumbuh, dan memperbaharui diri. Digambarkan dalam buku The Speed of Trust, bahwa globalisasi dan knowledge society telah membuat tekanan yang berat bagi tiap orang. Seperti bermain ski, kondisinya adalah jalur double black diamond. Jalur paling sulit. Perilaku yang harus dihindari tentu saja puas dengan kemampuan yang ada atau belajar terus tapi lupa memberikan hasil. Benarlah kata Guru Mulia bahwa rugi seseorang jika kondisi hari ini sama seperti kemarin. Lebih malang lagi kalau malah lebih jelek.

Kedelapan, menghadapi kenyataan berarti berani menghadapi kesulitan yang terjadi. Tidak menghindarinya atau mengabaikannya seolah masalah nggak ada seperti burung onta membenamkan kepalanya ke dalam pasir. Senada dengan ini, Jim Collins dalam buku Good to Great (lihat ringkasannya) menuliskan salah satu faktor penentu menjadikan perusahaan hebat: confront brutal facts. Contoh heroik Thoriq bin Ziyad bisa jadi inspirasi deh. Dengan membakar kapal-kapalnya, ia memaksa diri dan pasukannya menyongsong musuh di depan.

Selanjutnya, perilaku kesembilan, mengklarifikasi harapan bertujuan untuk mengurangi grey area yang dapat menimbulkan konflik di kemudian hari. Lihat aja kalau seseorang mau melakukan kontrak jangka panjang. Kebutuhan dan harapan harus dibicarakan, bahkan ditulis, di muka. Benar lagi perintah dalam Islam bahwa jika seseorang hendak melakukan transaksi secara non tunai, hendaknya ada yang menuliskannya. Kemudian hadirnya dua saksi memperkuat upaya antisipasi konflik yang dapat berujung pada hilangnya kepercayaan.

Kesepuluh, mempraktikkan tanggung jawab mungkin hal yang paling sulit diterapkan pada masyarakat atau organisasi yang tidak terbiasa dengannya. Keputusan bersama atau kolegial sering dijadikan alasan untuk menghindari tanggung jawab. Akan tetapi ketika seseorang mampu melakukannya, ia akan menjadi oase penawar dahaga di tengah padang pasir yang kering kerontang. Risikonya ya... bisa tersingkir. Positifnya adalah nggak soal kalau tersingkir dari kelompok yang tidak dilandasi rasa saling percaya, sambil terus mencari terobosan.

Perilaku kesebelas, keduabelas, dan ketigabelas tidak kalah pentingnya lho. Apalagi mereka lahir bukan hanya dari karakter yang hebat tapi juga dari kompetensi yang mumpuni. Baca ya di artikel selanjutnya.

Selengkapnya.....

Kamis, 19 Juni 2008

Nggak Pernah Nyerah

Hari ini saya senang karena dua hal. Salah seorang sahabat, Achmadi, insya Allah akan segera berangkat sekolah S2 ke Australia awal Juli. Itu yang pertama. Kemudian ia mengundang makan ke Restoran Medan Baru, Krekot, kawasan Pasar Baru. Karena menghormati undangannya dan mengharap berkah dari jamuannya, saya tunda dulu puasa sunat hari ini. Kepala kakap dengan bumbu khas Medan Baru dan burung punai goreng bikin... mmm tahu sendiri deh.

Ini nih beberapa foto yang sempat keambil.







Kalau Anda merasa dia beruntung banget bisa dapat beasiswa ke Australia, Anda benar sekali. Soalnya dia sudah lama mengupayakan beasiswa ini. Dasar kemampuan Bahasa Inggris yang dimilikinya agak ngepas (maaf ya Mad - Y Pan), lama juga skor IELTS-nya lewat batas minimal. Yang patut dicontoh adalah semangatnya. Pantang menyerah bo'. Sampe-sampe konsultan bule yang sedang kerja di kantornya disamperin terus buat ngajarin.

Si konsultan bule tentu sangat senang skornya sudah memadai, terlebih lagi setelah sekolah yang dicitakan menerimanya buat jadi mahasiswa di sono. Bukan apa-apa. Sekarang si bule nggak direcokin lagi deh. Ini dari sisi ikhtiar. Sebetulnya masih banyak lagi yang bisa diceritakan, tapi takut jadi lucu-lucuan. Yang lainnya, nggak boleh dilupakan, adalah dari sisi pengharapannya kepada Yang Maha Menentukan. Apa Anda merasa buntu? Mungkin kegigihan ikhtiar dan do'a yang khusu' bisa membantu. Coba aja...

Selengkapnya.....

Rabu, 18 Juni 2008

The Speed of Trust 2

Mungkin hubungan kita dengan seseorang memburuk. Dengan teman, orangtua, anak, istri, bos, atau anak buah. Gimana ya biar kepercayaan yang dulu itu tumbuh lagi? Nggak ada salahnya deh mempraktikkan tiga belas perilaku yang disarankan oleh Stephen MR Covey. Apa saja sih? Lima perilaku katanya berhubungan dengan karakter (integritas dan niat). Lima perilaku berhubungan dengan kompetensi (kemampuan dan hasil). Tiga berhubungan dengan keduanya. Lihat juga artikel sebelumnya, The Speed of Trust 1.

Lima perilaku yang berhubungan dengan karakter adalah bicara lurus (talk straight), tunjukkan rasa hormat (demonstrate respect), ciptakan transparansi (create transparency), perbaiki kesalahan (right wrongs), dan buktikan kesetiaan (show loyalty). Lima perilaku yang berhubungan dengan kompetensi adalah berikan hasil (deliver results), senantiasa lakukan perbaikan (get better), hadapi kenyataan (confront reality), klarifikasi harapan (clarify expectation), dan praktikkan tanggung jawab (practice accountability). Tiga perilaku lainnya adalah denger dulu (listen first), jaga komitmen (keep commitments), dan sebarkan kepercayaan (extend trust).

Sekarang kita diskusikan lima perilaku dulu deh. Nggak apa kan? Pertama, berbicara lurus artinya nggak bohong, nggak tipu-tipu, nggak memanipulasi kata-kata, nggak menutup-nutupi, dan lain-lain. Bicara lurus berarti bicara sesuai kenyataannya. Jujur! Benar! Kalau dalam Islam dikenal istilah shiddieq. Gitu deh. Namun demikian, bicara lurus perlu dimoderasi dengan pertimbangan yang baik dan emosi yang terkontrol. OK? Yang penting adalah orang dapat menangkap realitas yang sebenarnya tanpa salah paham.

Kedua, menunjukkan rasa hormat berarti memperlakukan orang sebagaimana kita ingin diperlakukan. Covey mengutip banyak ajaran agama untuk menjelaskan ini, tapi saya tahunya ajaran Islam aja. Itupun masih sedikit. Misalnya ini, tidak beriman seorang di antara kamu jika tidak mencintai (menginginkan) sesuatu untuk saudaranya sebagaimana untuk dirinya sendiri. Islam juga mengajarkan agar kita menghormati yang tua, menyayangi yang muda. Memuliakan tamu. Tetangga juga. Bahkan kepada orang yang berbeda pendapat atau keyakinan, kita harus berargumentasi dengan cara yang baik. Ini sulit, tapi kita dapat belajar.

Ketiga, menciptakan transparansi berarti terbuka nggak menutup-nutupi atau membuat kabur. Nggak ada rahasiaan segala, apalagi agenda tersembunyi yang licik. Apa hebatnya polos begitu? Menghemat waktu! Nggak perlu main strategi-strategi-an. Nggak perlu menduga-duga. Nggak perlu ada buruk sangka. Masih banyak lagi keuntungannya. Intinya dalam berinterkasi kita tidak perlu melakukan banyak hal yang palsu. Yang palsu itu pun tidak perlu. Emang enak kalau punya niat yang ikhlas, otentik, asli! Ini juga sulit, tapi... Anda lanjutkan sendiri deh. Lihat juga artikel sebelumnya, Buka-bukaan dalam Manajemen Sampah.

Keempat, memperbaiki kesalahan tidak hanya mengakui kesalahan itu sendiri tapi berbuat sedapat mungkin untuk membalasnya dengan koreksi yang seharusnya ditambah bonus kebaikan lainnya. Jadi, permintaan maaf saja belum cukup. Untuk orang yang positif, kejadian kesalahan yang tentu tidak disengaja justru menjadi kesempatan untuk tampil maksimal, melayani lebih, dan merebut lagi kepercayaan dan kesetiaan. Kebalikannya adalah menutupi kesalahan, nggak mau ngaku, boro-boro mau membalasnya dengan kebaikan yang lebih banyak. Jangan gitu ah.

Kelima, membuktikan kesetiaan berarti memberikan kredit kepada orang yang berhak. Jangan diambil sendiri. Jangan juga diberikan kalau dia ada. Membuktikan kesetiaan juga berarti membicarakan orang lain, ketika ia tidak di tempat, seolah-olah yang bersangkutan ada. Bahkan kalau perlu dibelain. Saya pribadi pernah dikasih nasihat. Kalau teman yang sudah janji nggak datang, kita harus cari seribu alasan yang menjelaskan mengapa dia nggak bisa datang. Kalau belum puas, cari satu per satu alasan lagi. Ini seperti memberikan kesempatan padanya, pada saatnya nanti membela diri. Nasihat itu, walau tidak dieksplisitkan, berarti jangan bantai dia dengan komentar-komentar miring waktu dia nggak ada. Dengan kata lain, jangan jelekkan orang yang nggak ada.

Selengkapnya.....

The Speed of Trust 1

Suatu kebersamaan dapat terjadi, terbina, dan bertahan karena beberapa faktor. Lihat artikel sebelumnya, Boleh Gabung Nggak? Salah satu yang mau diulas di sini adalah faktor kepercayaan. Ada hubungan positif yang dilandaskan pada kepercayaan. Sebaliknya, ada juga hubungan buruk karena tidak didasari kepercayaan. Ini suatu nilai universal yang insya Allah kita ketahui bersama. Hal yang sama juga ditulis oleh Stephen MR Covey dalam bukunya The Speed of Trust.

Nilai ekonomi dari kepercayaan digambarkan Covey dengan pernyataan berikut. Kepercayaan yang meningkat mengakibatkan kecepatan meningkat, sedangkan ongkos turun. Kepercayaan yang menurun mengakibatkan kecepatan menurun, sementara ongkos meningkat. Lihat juga artikel sebelumnya, Kecurangan Organisasi. Salah satu contoh dari buku Covey mengenai seorang penjual donat di NYC.

Ia mendapati calon pembeli nggak jadi belanja karena antrian yang panjang. Menurutnya ini disebabkan ia harus menghabiskan banyak waktu untuk memberikan kembalian. Dengan modal kepercayaan, ia yang tidak dibantu siapa-siapa, menyediakan kotak yang berisi uang kembalian, sehingga pembeli dapat mengambil sendiri kembaliannya. Selain pembeli yang bisa dilayani meningkat karena proses pelayanan lebih cepat, ternyata banyak pembeli justru memberi tip lebih banyak karena mereka suka dipercaya (mungkin ini perlu dicontoh, tapi hati-hati ya, lihat kondisinya - Y Pan).

Contoh lain adalah situasi setelah 911 (atau secara umum situasi perang - Y Pan). Dengan tingginya risiko keselamatan, proses pemeriksaan keamanan di bandara semakin ketat dan memakan waktu. Untuk itu, calon penumpang harus menyediakan waktu ekstra lebih banyak. Ini memperlambat proses dan juga artinya meningkatkan biaya. Seharusnya waktu bisa digunakan untuk hal yang lebih produktif. Mungkin masing-masing kita bisa mengemukakan contoh riil dari kehidupan ini. Ya nggak?

Menurut Covey yunior, ruang lingkup pergaulan yang dipengaruhi oleh kepercayaan (trust) dapat dipilah menjadi lima. The five waves. Gelombang pertama, dengan diri sendiri. Kedua, interaksi dengan orang lain. Ketiga, dalam organisasi atau kelompok. Keempat, di pasar. Kelima, yang terakhir di masyarakat secara umum. Covey yunior, sebagaimana ayahandanya, menyatakan pula adanya alur dari dalam keluar, inside out, mulai dari gelombang pertama hingga kelima.

Pokok permasalahan, sebagaimana logika inside out, ada pada diri. Bukan di luar. Intinya, agar kepercayaan terbangun, seseorang harus percaya pada dirinya sendiri: karakternya yang terdiri dari integritas (integrity) dan niat (intention) dan kompetensinya yang terdiri dari kemampuan (capability) dan hasil (result). Cara cepat untuk kehilangan kepercayaan adalah dengan melanggar karakter yang baik, misalnya dengan berbohong. Sebaliknya, cara cepat untuk meningkatkan kepercayaan, ketika karakter sudah baik, adalah dengan membuktikan kompetensi.

Apa artinya sebuah integritas? Ia lebih dari sekedar jujur. Bukan hanya mengatakan dengan sebenarnya apa yang kita lakukan, tapi juga melakukan apa yang kita katakan. Membuktikan! Kalau dalam Islam, ada ancaman bagi orang yang menyerukan kebaikan, tapi justru tidak melakukannya. Tapi karakter juga ditentukan oleh niat. Lagi-lagi dalam Islam dikatakan nilai suatu amal tergantung pada niatnya. Ikhlas tidak palsu. Lho, koq bawa-bawa Islam terus? Ya, begitulah karena yang saya tahu memang agama saya sendiri dan nilai-nilainya universal. Jadi... cocok dengan pernyataan Covey mengenai integritas dan niat, pembentuk karakter. Eh, jadi nyimpang.

Inti (core) kepercayaan berikutnya adalah kemampuan dan hasil. Seolah-olah di sini Covey ingin mengatakan omong kosong orang bisa dipercaya kalau tidak memiliki kemampuan. Contoh dari kehidupan kita aja: di kantor atasan pasti lebih percaya ke teman yang mampu dibandingkan yang nggak, dengan catatan karakternya OK. Bagaimana kita bisa percaya dengan tukang AC yang nggak beres-beres bikin AC dingin? Walaupun dia jujur banget. Sebagaimana dua sisi koin, mampu harus diiringi hasil, walaupun kita bisa saja mampu, tapi tidak memberikan hasil. Lihat artikel sebelumnya, Syarat Keberhasilan Individu.

Nah Covey yakin betul kepercayaan orang lain terhadap kita ditentukan oleh apa yang ada di dalam diri kita sendiri. Jangan salahin orang dong kalau kita nggak dipercaya. Kita sendiri yang bertanggung jawab. Kata Jim Collins, para bos hebat melihat cermin ketika ada masalah, bukan melihat keluar jendela untuk mencari orang yang salah. Balik ke buku The Speed of Trust, selanjutnya, Covey mengemukakan tiga belas perilaku yang mempengaruhi kepercayaan dalam suatu hubungan interpersonal di gelombang kedua.

Tunggu ya di artikel berikutnya.

Selengkapnya.....

Senin, 16 Juni 2008

Sibuk

Mengapa ada kalanya kegiatan kita tiba-tiba berubah? Sebelumnya sibuk belajar. Kemudian sibuk mroyek. Terus sibuk demo. Demikian seterusnya, silih berganti. Jawabnya, tentu saja karena sifat dunia yang senantiasa berubah. Pancaroba. Saya sendiri tiba-tiba dikejutkan suatu nasihat. Suatu sentilan. Koq kegiatan kita masih saja didominasi keperluan dunia.

Seorang ustadz mengatakan bahwa keperluan dunia kita masing-masing sudah dijamin, tapi kepentingan akhirat kita tidak terjamin. Lalu bagaimana mungkin seluruh upaya susah payah kita tujukan pada kepentingan yang telah terjamin, sementara menomorduakan yang harusnya diupayakan dengan sungguh-sungguh.

Saya sudah lama memimpikan sebuah pondok, tempat tinggal sendiri untuk kami sekeluarga. Memang kavlingnya sudah dibeli sejak 2001. Nyicil, soalnya pingin luas. Setahun yang lalu atau bahkan lebih, saya ditemenin anak-anak mencoba menggambar sketsa pondok kami, bahkan dengan kolam renang kecil di belakang. Kami diketawain... oleh ibunya anak-anak.

Tiba-tiba karunia Allah datang lagi yang bisa bikin gambar pondok kami itu terwujud, lewat pinjaman. Kira-kira tiga bulan yang lalu saya datang ke seorang yang bisa bantu ngurus IMB. Gambar teknik dibikinin. Bayar sejuta. Belum lengkap sih, tapi sudah bisa untuk ngurus IMB. Habis itu, kebetulan Aristo, adik kelas dulu yang sekarang jadi kakak ipar adik saya ngundang ke rumah barunya. Dari dia saya kemudian kenal dengan Pak Pri (kontraktor) dan setelah itu Pak Rifki (arsitek), kebetulan iparnya temen sekantor, Pak Agung.

Kesibukan tiba-tiba berubah. Pak Pri mengajak Pak Rifki untuk membuat gambar pondok yang lebih lengkap. Kemudian rencana anggaran biaya (RAB) kami diskusikan dan negosiasikan. Dari penelusuran (walkthru) bersama, dibantu abang ipar, saya jadi ngerti bagaimana Pak Rifki membikin desain pondok kami dan RAB-nya. Bahkan saya seolah-olah jadi ngerti komponen-komponen yang mesti disiapkan dalam membuat rumah.

Akhirnya mulai pekan lalu, Pak Pri dkk mulai bekerja di lokasi proyek. Kemarin batu kali mulai disusun membentuk pondasi. Hari ini cor-coran untuk pondasi setempat yang berbentuk tapak atau cakar ayam dibenamkan. Hati bergejolak. Rasa senang ada. Harap-harap cemas juga ada, karena bayangan kekurangan dana. Takut juga ada. Takut kesibukan dan kesenangan ini melalaikan saya akan beratnya hisab nanti.

Nah terkait nasihat yang saya sebut di muka, bagian dari sentilan yang menyentuh hati adalah yang halal saja sudah harus dikurangi konsumsinya. Apalagi yang subhat dan haram. Jauh! Mudah-mudahan ampunannya tercurah untuk kami. Amin.

Selengkapnya.....

Kamis, 12 Juni 2008

Aturan yang Dicuekin

Pernah seorang anggota DPRD mengatakan pada saya bahwa ada peraturan-peraturan daerah yang tidak diberlakukan oleh pemda, entah sengaja atau tidak. Padahal kan pemerintah adalah pihak eksekutif, yang mengeksekusi. Kalau yang berwenang nggak mengeksekusi, repot juga yah. Mestinya anggota legislatif, termasuk yang ngobrol dengan saya itu, memberi teguran, tapi mungkin yang berniat menegur merupakan minoritas. Nggak ngefek, katanya. Nah, berhubung hampir setiap hari saya naik KRL, tentu peraturan yang terkait dengannya sering menarik perhatian saya. Contohnya yang ini.




Memang banyak KRL AC Jabodetabek yang asalnya dari Jepang. Mungkin malah semuanya. Sebagaimana negara maju layaknya, Jepang menghormati dan memberi kemudahan kepada orang-orang lemah: sakit, cacat, tua, hamil, dan membawa anak kecil. Secara umum perilaku pengguna KRL sudah bagus. Kalau ada orang membutuhkan tempat duduk di tempat khusus yang disediakan, mereka akan berikan tempatnya. Ini terutama kentara sekali kalau orang hamil yang mengklaim. Susah ngebantahnya kan? Orang perutnya yang makin berat menegaskan bahwa memang dia lebih berhak.

Hanya sedikit saja orang yang kadang tidak mengacuhkan aturan tempat duduk khusus itu. Mungkin orang seperti itu sedang sangat kelelahan, tertidur pulas, terus nggak sadar kalau ada yang lebih berhak datang mengklaim. Bisa juga emang orangnya payah dan perlu ditindak. Apapun, yang paling berwenang menindak adalah petugas KRL berpakaian biru itu. Mereka sudah lebih baik sekarang. Kadang ada yang nggak beli tiket 'digelandang' dan/atau didenda sebagai sanksinya. Akan tetapi, kejadian di tempat khusus belum pernah saya lihat terjadi. Termasuk saya sendiri pelakunya hari ini.

Saya nggak kebagian tempat duduk, lalu berdiri di dekat tempat duduk khusus, sebagaimana foto di atas. Di tempat khusus itu, kebetulan ada aturan khusus pula agar HP dimatikan. Dugaan saya tempat ini biasanya diduduki orang yang dibantu alat bantu jantung atau alat bantu kesehatan lainnya, yang bisa terganggu oleh sinyal HP. Itu di Jepang! Di Jabodetabek kayaknya orang seperti itu kecil kemungkinannya menggunakan transportasi umum seperti KRL. Maksudnya? Peraturan agar HP dimatikan di tempat itu sebenarnya nggak relevan. Saya buktinya. Menggunakan HP yang aktif untuk menulis dan mengambil foto di atas, nggak ditegur petugas yang lewat di depan hidung saya.

Apa sih urgensinya mempermasalahkan ini? Ya... mungkin dari hal kecil kita bisa mulai melakukan perbaikan. Kalau ada peraturan seolah remeh bahkan tidak relevan TIDAK dieksekusi dan di-enforce sama sekali, orang dapat terdidik tanpa sengaja untuk tidak menghargai dan tidak taat aturan. Akumulasi perilaku meremehkan aturan dalam masyarakat telah terjadi dan kita merasakan sendiri dampaknya. Gimana dong? Buat PT KA, mending aturan mematikan HP itu dihapus aja deh. Gimana? Pihak berwenang lainnya? Sama! Pasang mata, buka telinga, terutama di jalan raya.

Amati lalulintas, terutama di perempatan yang seharusnya punya wilayah bebas yang nggak boleh diblok. Bisa deadlock. Lihat selokannya. Berubah fungsi jadi tempat sampah nggak? Di tempat-tempat antrian juga. Masih banyak nggak yang suka nyerobot? Di TK diajarin ngantri, tapi setelah dewasa diajarin nyerobot, nggak perlu antri. Di Monas, masih ada nggak yang (maaf) kencing di bawah pohon? Banyak deh hal-hal kecil yang bisa diperbaiki. Kalau yang besar kan susah. Mari sama-sama belajar. Paling apes di rumah kita masing-masing. Jangan biarkan anak-anak belajar dari tontonan yang nggak bener. Jangan biarkan anak-anak tumbuh tanpa aturan yang baik.

Selengkapnya.....

Selasa, 10 Juni 2008

Syarat Keberhasilan Individu

Jum'at lalu khotbah di masjid kantor diisi tokoh ekonomi syariah Adiwarman Karim. Beliau mengatakan ekonomi syariah tidak akan berhasil tanpa tiga syarat: jujur, cerdas, dan manfaat yang sebesar-besarnya. Retorika seperti mampu membuat mata mengantuk menjadi terbuka. Luar biasa. Tidak akan sukses ekonomi syariah, bila dikatakan oleh beliau, pasti punya makna yang dalam. Maka saya khusu' mengikuti penjelasan selanjutnya. Jujur, cerdas, dan manfaat kemudian menjadi paku pengikat atensi, minimal buat saya. Nggak tahu dengan yang lain. Mungkin ada juga yang bosan terus ketiduran, tapi tidak saya.

Jujur dibagi dua oleh beliau. Jujur kepada Allah dan jujur kepada sesama. Masing-masing diberikan contoh dari kehidupan Rasulullah SAW. Ah, ternyata pesan agama bisa disampaikan dengan bahasa awam sekaligus ilmiah. Bagi saya ini menunjukkan Islam memang rasional dan ilmiah. Sembari menceritakan teladan rasul yang digelari Al Amin, bahkan sebelum menjadi rasul, Pak Adiwarman mengatakan dua sifat kejujuran tersebut berturut-turut adalah shiddieq dan amanah. Saking amanahnya Muhammad muda, hingga juragan kaya Siti Khodijah sanggup mempercayakan dagangannya ke beliau ke tempat yang jauh dari pengawasan, Negeri Syam.

Cerdas dibagi dua juga oleh Pak Adiwarman. Cerdas menghadapi situasi dan cerdas dalam mempengaruhi (saya lebih senang kata mempengaruhi daripada memengaruhi - Y Pan, lihat artikel sebelumnya Mempesona atau Memesona) orang lain. Contohnya adalah ketika Muhammad muda dikerjain oleh pedagang Quraisy lainnya. Mereka hendak membuktikan dengan kompak membanting harga, dagangan Khodijah nggak bakalan laku. Al Amin tentu tidak mungkin mengarang alasan kepada Khodijah atas kerugian yang sudah di depan mata. Dalam situasi seperti ini, Sang Terpercaya menunjukkan kecerdasannya. Beliau tahu demand tetap lebih tinggi dari supply, sehingga tenang-tenang aja. Begitu barang dagangan pedagang Quraisy lainnya habis terjual rugi, konsumen membeli dagangan Khodijah dengan harga normal. Gemparlah Mekkah. Bagaimana mungkin dalam rombongan dagang ke Negeri Syam, semua orang rugi kecuali dia?!

Cerdas menghadapi situasi disebut Pak Adiwarman sebagai fathonah. Aha, cerdas yang kedua tentunya tabligh. Mudah untuk menduganya karena yang dari awal dibicarakan dalam khotbah tidak lain adalah sifat Rasulullah SAW, yaitu yang biasa saya hafal dengan singkatan STAF atau FAST. Ketika memberikan contoh sifat tabligh beliau, Pak Adiwarman menceritakan kisah seorang pemuda penzina, penjudi, dan pemabuk yang berniat mengikuti Rasulullah SAW dengan syarat tetap diperbolehkan berzina, berjudi, dan mabuk-mabukan. Kalau kita, mungkin udah jengkel banget sama pemuda itu. Tidak dengan beliau. Boleh asalkan nggak boleh dusta. Ada syarat juga. Selanjutnya Anda pasti tahu kan, hingga akhirnya si pemuda meninggalkan kebiasaannya.

Syarat yang ketiga pun dapat saya tebak dalam jalannya khotbah itu. Rahmatan lil 'alamin. Ketika seorang sahabat mengikuti Rasulullah SAW secara harfiah dalam berdagang, tidak mengurangi timbangan, beliau justru mengkoreksi (bukan mengoreksi) dengan memberi nasihat berikut. Untuk melawan praktik curang pedagang tertentu, justru pedagang muslim sahabat Rasulullah harus memberikan nilai lebih dengan harga yang sama. Sederhananya: justru nambahin timbangan. Konsumen tentu akan keep coming back. Praktik curang justru nggak laku. Ini terbukti di pasar Madinah hanya dalam tempo yang relatif singkat. Nah, gitu deh, secara keseluruhan, khotbah Pak Adiwarman menurut hemat saya sangat baik dan tepat cara penyampaiannya ke komunitas masjid kantor tempat saya bekerja.

Selanjutnya, apakah shiddieq, amanah, fathonah, dan tabligh, serta rahmatan lil 'alamin hanya berlaku untuk keberhasilan ekonomi Islam? Tentu tidak. Syarat-syarat ini berlaku untuk individu, keluarga, organisasi, ekonomi, hingga masyarakat atau ummat, dan... nilai-nilainya bersifat universal. Pagi tadi saya mendengarkan audiobook berjudul The Speed of Trust, karya Stephen MR Covey, putra Stephen R Covey. Melalui penelitian yang bersifat empiris, nilai-nilai luhur yang bersifat universal tersebut di antara nilai-nilai luhur lainnya dielaborasi. Kalau kita baca buku-buku Stephen R Covey, Jim Collins, Aa' Gym, Ary Ginanjar Agustian, dll, kita pun dapat menemukan hal yang sama. Agar sukses, kita sebagai individu harus jujur, cerdas, dan memberi sebesar-besar manfaat. Saya? Masih belajar!

Selengkapnya.....

Rabu, 04 Juni 2008

Anggota Roker Naik Bus

Karena kuatir lalulintas kereta ke arah Bekasi masih tersendat, kemarin sore saya pulang dari kantor naik bus (Lihat artikel Roker Bekasi Nelangsa dan Roker Bekasi Masih Terhambat). Jam 17.30 saya sudah nungguin bus nomor 52 jurusan Bekasi. Dulu bus 52 makanan saya sehari-hari, tapi sejak mengenal ni'mat naik KRL, jarang banget deh saya menggunakannya. Alasan lain karena saya ada janji pertemuan di kawasan Jati Mekar, Pondok Gede. Pertemuan habis Isya' dan saya berencana turun di Jati Bening, makan, terus langsung ke tempat pertemuan.

Alhamdulillah, tanpa menunggu lama, bus 52 yang saya nantikan muncul. Belum penuh. Saya mengambil tempat duduk yang masih tersedia. Beda dengan pengalaman dulu, saat masuk bus saya lega dengan aroma parfum jeruk yang semerbak. Sejak kapan bus, walaupun katanya PATAS AC, pake parfum begini? Apa cuma kebetulan saja bus 52 yang saya naiki harum begitu. Yang lain nggak tahu.

Sampai Semanggi, saya duduk enak sambil gelisah karena ada seorang perempuan muda tepat di samping saya berdiri, nggak kebagian tempat duduk, dan terjepit di antara laki-laki. Lalu saya berikan tempat duduk saya dan giliran saya yang kejepit. Nggak apa lah. Lagian dari Semanggi ke Jati Bening nggak berapa lama. Plong juga waktu sampai. Naik ojek ke Restoran Sari Bungo, tahulah saya tarifnya sudah mesti naik. Kasihan juga mereka berkompetisi mengumpulkan rezeki dalam kondisi ekonomi nasional, bahkan dunia, yang payah.

Sebenarnya saya jarang sekali makan di luar rumah sendirian, kecuali kalau lagi dinas luar kota sendirian. Iseng saya mampir di restoran di Jalan Caman itu. Kan disediakan tempat sholat juga. Walau waktu sudah mepet, saya tetep maghriban. Terus makan. Sendirian. Ditawari kepala ikan kakap, saya terima juga. Ikan bilih / bilis yang disediakan menggoda juga. Rasa dan pengalaman makan di situ Ok lah. Yang nggak OK adalah harganya, tapi gengsi dong kalau kelihatan kaget. Saya berikan dua lembar 50 ribuan, kemudian menerima kembalian sekitar tiga lima.



Setelah makan, saya telpon Achmadi rekan saya, soalnya saya mau nebeng ke tempat pertemuan. Di pertemuan, kami diskusi panjang lebar mengenai kerangka aktivitas bersama demi kebaikan dan perbaikan. Wah, hebat banget. Gaya. Ah, bukan begitu. Kata Om Covey, jadilah bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah. Kasus FPI sempat hangat juga dibicarakan. Bias informasi dari media perlu disadari. Pulangnya ikut Achmadi lagi yang mau berangkat sekolah S2 ke Australia. Sampai di depan Giant, Bekasi Barat, dilanjutkan taksi. Bayar 12 ribu.

Pagi ini, H+2 setelah kebakaran Stasiun Cakung, kembali saya jadi anggota roker sejati. Berangkat dari Bekasi tepat waktu. Sampai di Manggarai jam 7.07, di Gambir 7.21. Lebih baik dari kemarin. Di Manggarai, nggak banyak kereka yang ngantri. Sekali lagi kita harus puji PT KA yang cepat tanggap mengatasi keadaan tidak normal. Perlu dipuji juga dia karena sudah mengganti poster iklan dalam Bahasa Inggris yang bermasalah (lihat artikel Don't Don't I Wrong). Sekarang iklannya jadi gini atau dikosongin.



Selengkapnya.....

Selasa, 03 Juni 2008

Roker Bekasi Masih Terhambat

Setelah kemarin Stasiun Cakung terbakar habis (lihat artikel sebelumnya, Roker Bekasi Nelangsa), hari ini KRL Bekasi-Tanah Abang dan Bekasi-Jakarta telah beroperasi. Aliran listrik untuk KRL telah berfungsi sebagaimana biasa, namun kelihatannya masih ada gangguan persinyalan karena perangkatnya di Stasiun Cakung ludes. KRL Bekasi-Jakarta lewat Gambir yang saya tumpangi berangkat tepat waktu, pukul 6.30, tapi lama terhambat sebelum masuk Klender.

Tanda-tanda KRL belum sepenuhnya normal telah terlihat sejak saya memasuki Stasiun Bekasi. Tidak seperti biasa, calon penumpang agak sepi. Mungkin sebagian memilih moda angkutan lain untuk ke Jakarta hari ini. Melaju hingga Kranji, KRL terasa normal. Di Kranji, sedikit sekali penumpang yang naik. Setelah itu, lebih setengah jam hanya untuk mencapai Klender. Di sini, tidak ada penumpang yang naik, sementara waktu menunjukkan pukul 7.35.

Setelah Klender, KRL melaju cukup lancar, melewati Cipinang, dan akhirnya masuk Jatinegara, 7.42. Di dalam KRL sejak tadi banyak penumpang yang sibuk menelepon atau mengirim SMS untuk memberi khabar terlambat tiba di kantor. Saya sendiri memilih tidur sebentar, lalu menulis artikel ini. Di Jatinegara, terlihat banyak kereta yang ngantri menunggu giliran berangkat, baik yang mau ke timur maupun ke barat. Sebetulnya, waktu antri di Jatinegara tidak terlalu lama, tapi efeknya ke kereta yang mau memasuki Jatinegara sangat signifikan.

Memang nggak ada yang mau kena musibah. Stasiun Cakung juga nggak pernah kita harapkan terbakar. Si pemilik warung sumber kebakaran juga tidak ingin ini terjadi. Modal jualannya tentu habis ludes ikut dilalap api. Cuma antisipasi agar hal semacam ini tidak terulang, apalagi terhadap fasilitas publik, perlu ditingkatkan. Terlepas dari kemampuan antisipasi yang perlu diperbaiki, perlu diapresiasi respon PT KA terhadap situasi tak terduga semacam ini yang menurut hemat saya cukup baik.

Akhirnya sampai juga di Gambir, setelah tadi di Manggarai jam 7.52. Saat ini pukul 8.05. Artinya kami terlambat kurang lebih satu jam. Wah... lama juga yah. Buat saya artinya pulang dari kantor nanti harus lebih sore, padahal rencananya mau pulang awal, soalnya ada acara. Apa boleh buat. Nanti sore pun sudah terbayang waktu tempuh ke Bekasi akan lebih lama. Mudah-mudahan rekan-rekan pertemuan nanti malam maklum dengan situasi ini. Insya Allah, saya tetap datang walaupun terlambat.

Selengkapnya.....

Senin, 02 Juni 2008

Roker Bekasi Nelangsa

Pagi ini Senin seperti biasa, saya dianterin istri tercinta ke Stasiun Bekasi buat ngantor. Rani yang sudah selesai ujiannya ikutan nganter. Biasanya cuma Ahmad. Kadang Hanif juga. Waktu melintasi jalan tol, wow, antriannya luar biasa, seperti biasa tiap Senin pagi. Mendekati stasiun, koq nggak biasa. Macet. Sempat heran, sampai ke depan loket. Ternyata roker yang menumpuk di stasiun pada keluar lagi. Apa pasal?

Kereta termasuk KRL ternyata tidak dapat melintasi Cakung, karena stasiunnya terbakar. Pengatur sinyal nggak berfungsi. Yang lebih parah, aliran listrik untuk KRL tidak berfungsi. Belakangan, kereta berlokomotif dapat melintas, tapi ngantri dan super lambat, sementara KRL tetep nggak bisa. Bukan hanya lalulintas kereta lokal Bekasi-Jakarta yang terganggu, tapi juga kereta api dari dan ke luar kota. Kasihan juga pengguna jasa kereta api, termasuk saya dan teman-teman sekantor. Ini nih gambaran nelangsanya.




Iseng-iseng saya juga merekam pengumuman dari petugas sekitar pukul 6.45, berikut ini.



Walaupun sekali-sekali ada gangguan seperti ini - terakhir kali waktu banjir - saya berpendapat modus angkutan umum KRL tetap yang paling top. Hemat bahan bakar. Itu nomor satu. Apalagi ketika harga BBM terus menggila. Kemudian, bebas macet. Otomatis bebas stres. Bila pengurus kawasan Jabodetabek serius membenahinya, saya yakin semakin banyak warga yang akan menggunakannya. Manfaat buat semua jadi makin besar.

Hari ini, untuk sementara operasi KRL terganggu. Mudah-mudahan cepet beres. Satu catatan lagi terkait dengan penyebab kebakaran ini. Menurut laporan radio, warung deket Stasiun Cakung adalah sumber api. Kompornya meledak, katanya. Ini yang mesti ditertibkan. Fasilitas publik seperti stasiun, menurut hemat saya, nggak boleh ditempelin warung. Tingkat keamanan stasiun, juga kebersihannya, perlu jadi prioritas perhatian PT KA dan pengurus kawasan.

Selengkapnya.....

addthis

Live Traffic Feed